Singapura Pernah Jadi Habitat Burung Pelatuk Terbesar di Dunia, Kini Punah Secara Lokal

Singapura Pernah Jadi Habitat Burung Pelatuk Terbesar di Dunia, Kini Punah Secara Lokal

Penulis: Mairi Nandarson | Editor: Mairi Nandarson
kolase tribunbatam.id foto tribunbatam.id + foto nus.edu.sg
TAKSIDERMI - Taksidermi burung langka dalam pameran dalam Dinosaurs | Extinctions | Us di Science Centre Singapore. (Inzet) Foto Burung Pelatuk yang pernah hidup di Singapura yang kini disebut punah secara lokal. 
Ringkasan Berita:
  • Burung pelatuk terbesar di dunia, great slaty woodpecker (Mulleripicus pulverulentus) pernah hidup Singapura
  • Burung pelatuk itu disebut punah secara lokal
  • Pameran ini menunjukkan taksidermi burung-burung yang langka di pameran Dinosaurs | Extinctions | Us di Science Centre Singapore

 

TRIBUNBATAM.id, SINGAPURA - Pameran Dinosaurs | Extinctions | Us di Science Centre Singapore tidak hanya menghadirkan sejarah binatang purba Dinosaurus, tapi juga menghadirkan isu kepunahan ke konteks yang lebih dekat.

Pameran di Science Centre Singapore yang berlangsung sejak 11 Oktober 2025 ini juga menyoroti tantangan keanekaragaman hayati yang dihadapi Singapura. 

Dikurasi Lee Kong Chian Natural History Museum, bagian yang menyentuh ini menampilkan spesies-spesies asli yang dulu pernah hidup namun kini telah punah secara lokal, serta upaya yang tengah dilakukan untuk melindungi spesies yang masih tersisa saat ini.

Spesies pelatuk terbesar di dunia, great slaty woodpecker (Mulleripicus pulverulentus), pernah menjadikan Singapura sebagai habitatnya. 

Catatan sejarah bahkan menunjukkan burung pelatuk ini sempat berkembang biak di Singapura.

Namun, keberadaan burung dengan nama latin Mulleripicus Pulverulentus ini menghilang seiring pesatnya pembangunan yang menggusur pohon-pohon tua berukuran besar, elemen penting bagi tempat bersarang dan mencari makan sang burung pelatuk raksasa. 

Buruk pelatih tidak sepenuhnya punah secara lokal, karena masih sesekali terlihat, meski para ahli meyakini burung-burung pelatuk yang tampak itu hanyalah pengembara dari Malaysia, bukan populasi yang menetap di Singapura.

Baca juga: Melihat Fosil Patagotitan Mayorum di Pameran Dinosaurus Terbesar di Science Centre Singapore

Kisah kepunahan burung pelatuk raksasa yang menyentuh ini menjadi salah satu sorotan dalam Dinosaurs | Extinctions | Us, yang disajikan oleh Science Centre Singapore, bekerja sama dengan Lee Kong Chian Natural History Museum, Faculty of Science, National University of Singapore.

Di pameran ini digambarkan bagaimana hilangnya habitat yang mendorong kepunahan spesies di era modern, sekaligus memberi pengunjung kesempatan langka melihat spesies yang sulit ditemukan ini dari jarak dekat.

Pameran ini menunjukkan taksidermi (seni mengawetkan dan memasang kulit hewan untuk dipajang atau dipelajari, seringkali menciptakan representasi hewan yang tampak seperti aslinya) burung-burung yang langka tersebut termasuk burung pelatih. 

Petualangan Interaktif

Beragam petualangan interaktif menanti pengunjung sepanjang pameran Dinosaurs | Extinctions | Us, dengan menghadirkan pengalaman langsung yang seru untuk semua usia.

Pengunjung dapat menguji kekuatan mereka melawan para raksasa purba melalui tantangan Test Your Strength. 

Bagi yang penasaran, ada zona Imagine Dinosaurs memungkinkan mereka membayangkan ulang rupa dinosaurus dengan menambahkan otot, tekstur, hingga warna pada kerangka yang tersedia.

Sementara itu, Digital Fossil Dig menawarkan sensasi menjadi ahli paleontologi lewat tantangan layar sentuh berbasis waktu yang meniru proses penggalian fosil asli.

Di berbagai titik pameran, pengunjung juga dapat mengumpulkan cap dari stamping stations, yang secara bertahap akan mengungkapkan sebuah ilustrasi prasejarah penuh warna.

"Melalui fosil-fosil menakjubkan dan pengalaman imersif, kami berupaya membangkitkan rasa ingin tahu sekaligus mendorong tindakan nyata dalam menghadapi krisis keanekaragaman hayati masa kini."

"Kami merasa terhormat dapat bekerja sama dengan Lee Kong Chian Natural History Museum dalam menghadirkan pengalaman STEM kelas dunia untuk semua kalangan,” ujar Ms Tham Mun See, Chief Executive, Science Centre Board.

Pada saat yang sama, Lee Kong Chian Natural History Museum menghadirkan perspektif khas Singapura dalam Dinosaurs | Extinctions | Us, dengan menyoroti spesies-spesies asli yang telah hilang dalam Kepunahan Massal Keenam, di mana manusia menjadi bagian dari penyebab sekaligus bagian dari solusi.

Lee Kong Chian Natural History Museum menampilkan metode penelitian mutakhir untuk mempelajari spesimen dan menelusuri peristiwa kepunahan masa lalu, menunjukkan pendekatan berbasis sains yang dapat membantu mencegah hilangnya keanekaragaman hayati di masa depan, sekaligus menyoroti upaya yang tengah dilakukan Singapura di bidang ini.

"Kemitraan dengan Science Centre Singapore memungkinkan kami memperluas edukasi dan penyuluhan museum, menjadikan ilmu tentang kepunahan dan konservasi lebih dekat dan lebih mendesak bagi seluruh masyarakat Singapura,” ujar Associate Professor Darren Yeo, Kepala Lee Kong Chian Natural History Museum.

“Setiap fosil menyimpan kisah tentang penemuan dan ketekunan. Melalui Dinosaurs of Patagonia, yang menjadi bagian dari Dinosaurs | Extinctions | Us, kami mengajak dunia melihat bagaimana sains menghubungkan kita dengan masa lalu dan dengan planet yang kita tinggali bersama," kata Dr Rubén Cúneo, Direktur Museo Paleontológico Egidio Feruglio.

Ditampilkan secara internasional oleh Akrom Pty Ltd (Australia), Dinosaurs of Patagonia merayakan puluhan tahun riset perintis dan kepemimpinan ilmiah Museo Paleontológico Egidio Feruglio, sekaligus membagikan warisan paleontologi Argentina kepada publik global.

“Sebagai bagian dari Dinosaurs | Extinctions | Us, Six Extinctions akan membawa pengunjung menyusuri momen-momen paling dramatis dalam sejarah Bumi, masa ketika sebagian besar kehidupan musnah, namun justru membentuk planet yang kita kenal hari ini."

"Dengan mengeksplorasi penyebab dan dampak dari lima peristiwa kepunahan massal, serta peran manusia dalam kepunahan keenam yang sedang berlangsung, pameran ini menghubungkan masa lalu dengan kondisi masa kini, menunjukkan bahwa kepunahan adalah kisah tentang kehilangan sekaligus pembaruan."

"Melalui koleksi besar fosil langka, model, kerangka dinosaurus, dan narasi ilmiah, kami mengajak pengunjung merenungkan dampak manusia terhadap Bumi — dan kekuatan kita dalam menentukan apa yang akan bertahan di masa depan,” ujar Peter Norton, Direktur Gondwana Studios.

[ tribunbatam.id/son ]

Sumber: Tribun Batam
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved