HUTAN MANGROVE DITIMBUN

Hutan Mangrove di Sei Beduk Ditimbun, Akar Bhumi Indonesia Segera Lapor ke Pusat

Puluhan Hektar lahan Mangrove atau bakau di wilayah Kecamatan Sei Beduk, arah Piayu Laut ditimbun pengembang. Van Environmental Organization Akar

DOK TRIBUNBATAM.id/IAN SITANGGANG
SIDAK - Komisi I DPRD Kota Batam saat sidak ke lokasi penimbunan hutan Mangrove di kecamatan Sei Beduk, Kota Batam Provinsi Kepri. 

TRIBUNBATAM.id, BATAM - Puluhan Hektar lahan Mangrove atau bakau di wilayah Kecamatan Sei Beduk, arah Piayu Laut ditimbun pengembang, organisasi pemerhati lingkungan Akar Bhumi Indonesia, segera buat laporan ke Pusat.

"Kebetulan saat ini masih di luar, belum ada laporan dari anggota, tetapi informasi ini akan segera kami tindak lanjuti, dan buat laporan ke pusat," kata Founder NGO Akar Bhumi Indonesia, Hendrik Hermawan, Jumat (14/11/2025).

Hendrik mengaku kaget mendengar informasi adanya aktivitas penimbunan hutan mangrove di Sei Beduk, Tanjung Piayu.

Dia mengatakan sejauh ini anggota di lapangan belum ada yang melapor, dengan adanya aktivitas tersebut.

Hendrik juga sangat menyesalkan adanya aktivitas penimbunan puluhan hektar hutan Mangrove di Sei Beduk.

Pasalnya selama ini pihaknya terus menggalakkan kerjasama dengan seluruh pihak untuk melakukan pemulihan hutan mangrove di Batam.

"Sesegera mungkin kita akan ke lokasi, melakukan survei dan mengambil data, dan nanti akan kita laporkan ke pusat," kata Hendrik.

Baca juga: Komisi I DPRD Batam Sidak Penimbunan Bakau di Piayu: Kalau Tak Ada Izin, Harus Dihentikan

Hendrik mengatakan saat ini di Kota Batam hanya di Tanjung Piayu hutan mangrove yang masih luas, sementara di tempat lain sudah hampir habis berubah fungsi.

"Ini akan menjadi perhatian serius dari arah Piayu Laut ditimbun pengembang," katanya.

Seperti diberitakan sebelumnya Komisi I DPRD Kota Batam turun langsung meninjau lokasi penimbunan hutan bakau di Kampung Setengah, Kelurahan Tanjung Piayu, Kecamatan Sei Beduk, Rabu (12/11/2025). 

Sidak ini dilakukan menindaklanjuti laporan warga nelayan yang mengaku kehilangan mata pencaharian akibat aktivitas perusahaan di kawasan tersebut.

Penimbunan lahan di kampung setengah itu dilakukan oleh PT Ginoski, dan telah meratakan belasan hektare lahan bakau yang selama ini menjadi sumber penghidupan warga. 

Saat ini para nelayan mengeluh hasil tangkapan menurun drastis karena air laut menjadi keruh setiap kali hujan turun.

Selain itu, warga yang biasa mencari udang bakau juga tak lagi bisa bekerja karena area pencaharian mereka sudah tertimbun. 

Yang lebih memprihatinkan, sebagian lahan tempat tinggal warga mulai ditimbun tanpa adanya ganti rugi yang jelas.

“Perusahaan hanya memberi sedikit bantuan biaya hidup, tapi lahan kami belum diganti rugi,” ujar Ahad, Ketua RT 04 Piayu.

Ahad juga mengatakan, warga telah berulang kali menyampaikan keluhan kepada pihak perusahaan, namun tidak pernah direspons.

Sementara itu, Jailani, warga yang sudah 80 tahun tinggal di lokasi tersebut, mengatakan tak pernah ada mediasi atau undangan resmi dari pihak perusahaan terkait lahan warga.

“Lahan saya sudah mulai dikeruk dari bawah. Kalau dibiarkan, lama-lama saya tidak bisa lagi ke lokasi karena semuanya akan tertimbun,” keluhnya.

Saat kedatangan Komisi I DPRD Batam yang dipimpin Mustofa disambut tidak kooperatif pihak pengawas proyek. Hal ini membuat suasana sempat memanas di lokasi.

“Kami ini datang secara resmi! Kalau pekerjaan ini sesuai aturan, kenapa kalian takut. Jangan halangi kami masuk” tegas Mustofa dengan nada tinggi.

Mustofa, mengatakan kedatangan DPRD Batam ke lokasi karena adanya keluhan dan laporan warga di kawasan itu sudah tinggal sejak tahun 1980-an dan mayoritas berprofesi sebagai nelayan dan sangat resah akibat aktivitas penimbunan.

“Ini sama saja mematikan mata pencaharian orang tempatan,” kata Mustofa.

( tribunbatam.id/ian sitanggang )

Sumber: Tribun Batam
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved