Tolak Ranperda Pajak
Pengusaha dan Pekerja Sepakat Boikot Raperda
Gedung Kampus Unrika menjadi kunci antara pekerja dan pengusaha bekerjasama melakukan boikot terhadap
BATAM, TRIBUN - Gedung Kampus Unrika menjadi kunci antara pekerja dan pengusaha bekerjasama melakukan boikot terhadap pembahasan rancangan peraturan daerah (Ranperda) pajak daerah. Bahkan dua organisasi baik Apindo maupun Serikat pekerja mengancam tidak akan hadir dalam pembahasan ranperda tersebut.
Dialog yang penuh semangat ini menjadi argumen yang sangat menarik untuk dilihat. Meski banyak kalangan yang sudah membaca alur dialog akan diwarnai penolakan ranperda, namun pengunjung baik warga maupun dari kalangan mahasiwa menjadi hiburan menarik ditengah panas-panasnya penolakan ranperda.
Pimpinan asosiasi pengusaha di Kota Batam dan Ketua SPSI NIBA Kota Batam, Satria Tarigan sepakat memboikot pembahasan rancangan peraturan daerah (ranperda) pajak daerah menyusul kenaikan pungutan pajak dalam ranperda itu. Dalam dialog tersebut Pimpinan asosiasi pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri, Cahya mendesak akan menolak pembahasan rancangan peraturan daerah (ranperda), sekitar Pukul 20.00 WIB hingga selesai.
Cahya, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri, mengatakan pihaknya memfasilitasi pertemuan para pimpinan asosiasi pengusaha terkait pembahasan ranperda pajak daerah."Kita semua sepakat akan memboikot pembahasan ranperda pajak dengan tidak menghadiri setiap rapat pembahasan ranperda tersebut," ujarnya.
Sebelum memutuskan memboikot pembahasan ranperda, kalangan
pengusaha
sudah memutuskan untuk menolak keluarnya ranperda pajak daerah yang
kini sedang digodok bersama antara pemko dan DPRD Batam. Cahya bahkan
menegaskan penolakan itu muncul akibat adanya kenaikan pungutan pajak
yang tercantum dalam ranperda meliputi 19 jenis objek pajak yang besaran
kenaikannya berkisar antara 100% - 400%.
Para pengusaha menilai besaran penaikan sangat memberatkan dan tidak memiliki indikator dan alasan yang jelas. Padahal para pengusaha belum mengalami perkembangan bisnis yang berarti setelah diterpa krisis keuangan global dan mandeknya implementasi free trade zone.
"Pada 2008
pertumbuhan ekonomi Batam sekitar 7% dan 2009 anjlok hingga 1%. Dengan
kondisi itu seharusnya pengusaha mendapat insentif dari
pemerintah, bukan malah mengalami kenaikan pajak," ujar Cahya.
Ketua Asosiasi Jasa Hiburan Kota Batam (Ajahib), Gembira Ginting mengatakan pada tahun ini para pengusaha Batam sebelumnya sudah mengalami penambahan biaya operasional dengan naiknya tarif air dan listrik, ujarnya saat dialog terbuka.
"Jika kenaikan pajak ini diberlakukan, kami akan segera gulung tikar. Kami tidak sanggup menutupi beban operasional karena pengunjung hiburan juga semakin sedikit," tuturnya.
Dia berpendapat penaikan pajak bukan saja sangat membebani pengusaha
tetapi akan menimbulkan dampak yang signifikan bagi industri
terkait dan industri kecil pendukungnya. Satria Tarigan, Ketua SPSI Niba
Kota Batam, bahkan mengungkapkan sepanjang 2010 tingkat okupansi hotel
di kota itu rata-rata dibawah 50% bahkan menurun draktis.Dia meyakini
kondisi itu akan semakin parah jika pemda menaikkan pajak daerah
mengingat operasionalisasi obyek-obyek pajak yang terkena kenaikan
saling terkait. "Kita saja masih kesulitan menggenjot okupansi, padahal
tarif hotel berbintang di kota ini masih jauh lebih murah dibanding
kota-kota besar lainnya di Indonesia," ujarnya..
Cahya menegaskan pemboikotan pasti akan dilakukan pengusaha jika pemko
dan
DPRD tetap melanjutkan pembahasan ranperda pajak atau tetap
mencantumkan penaikan tersebut dalam ranperda."Bahkan kalangan pengusaha
siap menghentikan seluruh operasional usahanya sampai ranperda tersebut
dicabut." tuturnya.
Kepala Dispenda Kota Batam, Raja Supri sayang tidak hadir, melalui salah seorang staff nya, mengungkapkan ranperda tersebut diajukan pemkot dengan tujuan menggenjot pendapatan asli daerah (PAD). "Kami memproyeksikan peningkatan pemasukan daerah hampir 100% pada tahun pertama" ujarnya.
Dari Data sebelumnya, Dia menjelaskan dalam kurun 4 tahun terakhir PAD
Batam telah meningkat lebih dari 100%, pada 2006 dari target Rp54 miliar,
terealisasi
Rp58 miliar dan pada 2007 dari target Rp70 miliar, berhasil direalisasi
Rp72 miliar.Kemudian pada 2008 dari target Rp102 miliar terealisasi
Rp106 miliar dan pada 2009 ditargetkan Rp116 miliar, terealisasi Rp114
miliar. "Dalam APBD
2010 ditargetkan Rp 195 miliar dan per 31 Mei sudah terealisasi Rp65 miliar," ujarnya.