Cuitan Mahfud MD Soal Tuding Netizen yang Sebut MK Izinkan Zina dan LGBT

Melalui akun Twitter pribadinya, Mahfud menegaskan bahwa MK menolak memberikan perluasan tafsir ketiga pasal seperti yang dimohonkan

Editor: Mairi Nandarson
TRIBUNNEWS.COM/DANY PERMANA
Mahfud MD 

TRIBUNBATAM.id, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi ( MK) menolak permohonan uji materi Pasal 284, Pasal 285 dan Pasal 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Ketiga pasal tersebut mengatur soal kejahatan terhadap kesusilaan.

Namun, banyak pihak yang salah memahami putusan tersebut. Belakangan banyak beredar postingan di media sosial yang menuduh MK telah melegalkan perbuatan zina dan homoseksual dalam putusannya.

Baca: West Brom Albion vs Manchester United - Lihat Link LIVE STREAMING di Sini

Baca: Yuk Kenali Ulat-ulat di Indonesia yang Bikin Gatal Luar Biasa!

Baca: Usaha Biliar Bakal Jadi Objek Wajib Pajak di Anambas. Warga: Tak Kena Pajak Saja Sepi

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD pun angkat bicara terkait hal itu.

Melalui akun Twitter pribadinya, Mahfud menegaskan bahwa MK menolak memberikan perluasan tafsir ketiga pasal seperti yang dimohonkan oleh pemohon.

Ia menegaskan, sebagai lembaga yudikatif, MK tak memiliki wewenang untuk membuat norma hukum baru.

"Yang kurang paham, menuding MK membuat vonis membolehkan zina dan LGBT. Yang benar MK hanya menolak memberi perluasan tafsir atas yang ada di KUHP, bukan membolehkan atau melarang. MK memang tak boleh membuat norma," ujar Mahfud seperti dikutip dari akun Twitter @mohmahfudmd, Minggu (17/12/2017).

Mahfud menjelaskan, mengatur untuk membolehkan atau melarang suatu perbuatan merupakan ranah legislatif atau pembuat undang-undang, yakni Presiden dan DPR.

Dalam putusannya, lanjut Mahfud, MK menolak memberikan tafsir sebab hal itu sudah diatur secara jelas dalam KUHP.

"Mengatur untuk membolehkan atau melarang sesuatu itu adalah ranah legislatif, bukan ranah yudikatif. MK menolak memberi tafsir karena sudah diatur jelas di KUHP. Zina tetap dilarang. Di dalam RUU-KUHP yang sekarang hampir diundangkan itu sudah diatur dengan lebih tegas," tuturnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Institute For Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono.

Menurutnya, harus dipahami bahwa kewenangan MK adalah sebagai negative legislator bukan dalam pemahaman sebagai pembentuk undang-undang atau positive legislator.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved