Cerita Mbah Parno, Dapat Hadiah Rumah dari Kemenag Setelah 66 Tahun Mengabdi di Masjid Istiqlal
Bantuan ini tak diberikan buat sembarang orang. Mbah Parno mendapat hadiah utama atas pengabdiannya selama 66 tahun di Masjid Istiqlal
TRIBUNBATAM.id, JAKARTA - Suparno (95) atau kerap disapa Mbah Parno mendapat hadiah rumah di Hari Amal Bhakti (HAB) Kementerian Agama ke-73 tahun 2019, Jumat (4/1/2019) lalu.
Bantuan ini tak diberikan buat sembarang orang. Mbah Parno mendapat hadiah utama atas pengabdiannya selama 66 tahun di Masjid Istiqlal.
Dikutip dari Kompas.com, yang berbincang dengan Mbah Parno di rumahnya di Gang Mangga, Kemayoran, Jakarta Pusat, Sabtu (5/1/2019).
Baca: Daftar Sekarang Berangkat 2035. Jumlah Pendaftar 7.000 Orang, Masa Tunggu Haji Batam Capai 15 Tahun
Baca: Berstatus Siaga, Gunung Karangetang Gugurkan Lava dan Suara Gemuruh
Baca: Daftar Nominasi Golden Globes 2019, Ini Deretan Serial & Film yang Bersaing Jadi yang Terbaik
Baca: Kalah Telak dari India di Piala Asia 2019, Pelatih Thailand Milovan Rajevac Dipecat
Selama puluhan tahun, Mbah Parno beserta anak dan cucunya menempati bangunan berukuran sekitar 2x5 meter tanpa kamar di gang itu.
"Rumah ini dulunya sewa, lama-lama sama yang punya tanah dibilang enggak usah bayar," ujar Parno, Sabtu.
Rumah itu, kata Mbah Parno didirikannya sendiri di tanah milik orang.
Pemiliknya memang meminta Mbah Parno membangun bedeng di situ untuk menjaga agar lahannya tak lagi jadi tempat pembuangan sampah.
Dari rumah mungil ini lah sehari-hari Mbah Parno berangkat untuk bekerja di Istiqlal.
Dari Boyolali ke Ibu Kota Mbah Parno lahir di Boyolali, Jawa Tengah sekitar tahun 1923, di tanggal yang ia tak tahu persis.
Setelah remaja, Mbah Parno merantau ke Purwakarta sebagai kuli untuk truk pasir.
Hingga sekitar tahun 1952, Mbah Parno dan truk pasirnya menuju ke Jakarta melewati bekas Taman Wilhelmina yang berada di Timur Laut Lapangan Medan Merdeka.
Di hamparan tanah luas itu, Mbah Parno melihat proyek.
"Saya nengok 'wah ada proyek nih', saya turun dan coba ikut. Kata mandornya 'silakan, ini proyek besar, butuh orang banyak sekali'," kenang Mbah Parno.
Mbah Parno pun bergabung sebagai kuli di proyek pembangunan masjid terbesar se-Asia Tenggara kala itu.
Pekerjaannya melelahkan, namun ia tak merisaukan tempat tinggal sebab ia bisa tidur di proyek.