Tersambar Petir Hingga Melesat 1.000 Km Per Jam Demi Kejar Rudal, Simak 'Aksi Gila' Pilot F-5E Tiger
Kekuatan militer Indonesia terutama di Angkatan Udara atau TNI AU sempat lumpuh sebelum akhirnya mendapatkan jet tempur kelas 'sangar' pada waktu itu
TRIBUNBATAM.ID - Kekuatan militer Indonesia pada dekade 1960-an terutama arsenal TNI AU merajai bumi bagian selatan, amat kuat dan ditakuti.
Namun, sejak groundednya alutsista made in Soviet sepanjang tahun 1970-an berimbas pada lumpuhnya kekuatan militer Indonesia terutama di Angkatan Udara atau TNI AU.
Lumpuhnya kekuatan udara TNI AU pastilah berimbas pada tingkat kesiapan dalam menjalankan sebuah operasi militer.
Hal ini terjadi pada Operasi Seroja merebut Timor Timur di mana TNI AU harus menggunakan pesawat tua lansiran Perang Dunia II macam B-25 Mitchell dan C-47 Dakota sebagai tulang punggung operasi.
Presiden Indonesia kala itu sadar bahwa kekuatan TNI AU harus disegarkan kembali demi menjaga eksistensi tentara langit mengawal kedaulatan Republik.
Maka dengan lobi-lobi, Indonesia berhasil membeli jet tempur kelas 'sangar' pada waktu itu yakni F-5E Tiger dari Amerika Serikat dan A4-E Skyhawk bekas pakai AU Israel.
Namun tak mudah bagi para pilot TNI AU menerbangkan F-5E.
• Rumah Mewah Ini Dijual Murah, Calon Pembeli Tak Boleh Lihat Dalamnya, Ternyata Ada Rahasia Ini!
• Warga Batam Protes, Jadwal Pemadaman Listrik Tak Sesuai Pengumuman, Ini Kata Bright PLN
• Apakah Penyakit Asam Urat Bisa Sembuh Total? Simak Penjelasan Berikut Ini
Melansir Kompas.com yang menukil dari buku Elang Tanah Air di Kaki Lawu: Sejarah Pangkalan Udara Iswahjudi, 1939-2003.
KSAU Marsekal Yuyu Sutisna yang dulu merupakan pilot F-5E mengatakan perlu keahlian khusus menerbangkan si Freedom Fighter.
"Bentuknya sangat ramping sehingga kecepatannya tinggi dan harus pas mengatur pendaratan. Sangat mudah terjadi over shoot-melewati pendaratan-sehingga pesawat celaka," kata Yuyu.
Yuyu juga mengalami era transisi di mana F-5E diupgrade kemampuannya dari sistem analog ke komputerisasi.
Pemenang kontrak adalah SABCA, sebuah perusahaan Belgia. Pada 1995, dialokasikan waktu 18 bulan untuk memodernisasi F-5E Tiger.
Namun Yuyu mengkisahkan ada keterlambatan waktu modernisasi karena kendala pembuatan konfigurasi sistem avionik yang harusnya selesai tujuh bulan malah molor sampai dua tahun.

"Saya adalah salah satu penerbang yang menguji dan menerbangkan pesawat program MACAN tersebut. Pesawat ini unik, bisa start scramble dengan satu mesin, lalu menjelang take off menyalakan mesin kedua," kata Yuyu Sutisna.
Yuyu juga menceritakan bagaimana ia bersama pilot F-5E Tiger lainnya pernah terjebak awan badai (Cumulonimbus) di atas Perairan Laut Jawa Utara Cirebon ketika terbang dari Pekanbaru ke Lanud Iswahjudi, Madiun.