Marsinah, Pejuang Buruh di Jaman Orde Baru, Tuntut Hak hingga Akhirnya Dibunuh

Peringatan Hari Buruh 1 Mei atau Mayday di Indonesia kembali mengingatkan pada sosok pejuang buruh bernama Marsinah.

TRIBUNJATIM.COM/FATIMATUZ ZAHROH
Khofifah Indar Parawansa dan Emil Dardak saat kunjungi makam Marsinah 

TRIBUNBATAM.id - Peringatan Hari Buruh 1 Mei atau May Day di Indonesia kembali mengingatkan pada sosok pejuang buruh bernama Marsinah.

Marsinah adalah seorang aktivis dan buruh pabrik yang bekerja di sebuah perusahaan perakitan jam yang ada di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.

Marsinah yang hidup pada masa Pemerintahan Orde Baru ditemukan terbunuh pada 8 Mei 1993, setelah menghilang selama tiga hari.

Di mana orang-orang yang vokal pada era Orde Baru memang akan tersingkirkan.

Mungkin, hal ini juga dialami oleh Marsinah yang sempat diculik sampai akhirnya terbunuh.

Mayat Marsinah ditemukan di hutan yang ada di Dusun Jegong, Desa Wilangan, dengan tanda-tanda bekas penyiksaan berat.

May Day 1 Mei 2019, Kisah Wanita Tua Tukang Sapu, Menangis karena DI-PHK Wali Kota Tanjungpinang

MAY DAY 1 MEI - Kerahkan 10.000 Massa, Ini 6 Tuntutan FSPMI Batam saat Hari Buruh Internasional

Dua orang yang terlibat dalam otopsi jenazah Marsinah menyimpulkan jika ia tewas akibat penganiayaan berat.

Pada tahun yang sama, Marsinah mendapatkan Penghargaan Yap Thiam Hien.

Kasus ini kemudian menjadi catatan Organisasi Buruh Internasional (ILO) yang kemudian dikenal sebagai kasus 1713.

Marsinah menjadi salah satu pejuang hak-hak buruh saat itu.

Marsinah
Marsinah ()

Pada awal tahun 1993, Gubernur KDH TK I Jawa Timur mengeluarkan sebuah surat edaran yang berisi imbauan kepada perusahaan agar menaikkan kesejahteraan para karyawannya dengan memberikan kenaikan gaji sebesar 20 persen dari gaji pokok.

Tentunya imbauan itu mendapatkan sambutan yang baik dari para karyawan.

Namun tidak bagi perusahaan, karena ini artinya beban pengeluaran mereka menjadi bertambah.

Pada pertengahan April 1993, karyawan di pabrik tempat Marsinah bekerja membahas surat edaran ini dengan resah sampai akhirnya mereka memutuskan untuk melakukan unjuk rasa.

Unjuk rasa dilakukan pada tanggal 3 dan 4 Mei 1993 dengan tuntutan kenaikan upah dari Rp1.700 menjadi Rp2.250.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved