Tidur di Dapur - Biayai Sekolah 4 Adik, Ini Kisah Bocah 15 Tahun yang Jadi Tulang Punggung Keluarga

Rumah bilik tempatnya tingga bersama empat orang adiknya dan ibunya itu menjadi saksi bisu kerasnya perjuangan Juwadi untuk keluarganya.

TribunSolo.com/Ryantono Puji Santoso
Juwadi (15) di rumahnya di lereng Gunung Merbabu, Dukuh Malibari, Desa Ngargoloko, Kecamatan Ampel, Boyolali, SabtU 

TRIBUNBATAM.id - Seorang bocah bernama Juwadi terpaksa harus menjadi tulang punggung keluarganya setelah sang ayah, Mitro Slamet meninggal dunia.

Bocah berusia 15 tahun warga lereng Gunung Merbabu, Dukuh Malibari, Desa Ngargoloko, Kecamatan Ampel itu kini harus bekerja bantingg tulang demi menghidupi empat orang adiknya dan juga sang ibu.

Juwadi satu-satunya orang di rumah yang mencari uang agar adik-adiknya bisa makan dan bersekolah.

Rumah bilik tempatnya tingga bersama empat orang adiknya dan ibunya itu menjadi saksi bisu kerasnya perjuangan Juwadi untuk keluarganya.

Viral, Selain Rp. 500 Juta dan Emas 200 gram, Mahar Cewek Jeneponto ini Juga 1 Ekor Kuda

Komentar Pelatih Persib Bandung Usai Timnya Ditahan Imbang Madura United: Pemain Sedikit Panik

Ramalan Zodiak Senin 24 Juni 2019 - Aries Kesulitan, Taurus Nostalgia, Scorpio Penuh Gairah

Kecelakaan di Lintas Barat Bintan Libatkan 3 Sepeda Motor, Begini Kondisi Para Pengendaranya

 

Kondisi rumah peninggalan almarhum ayahnya Mitro Slamet (63) dan ibunya Sutinem (45) itu sangat sederhana.

Rumah Juwadi (15) di Dukuh Malibari, Desa Ngargoloko, Kecamatan Ampel, Boyolali. Juwadi terpaksa menjadi tulang punggung keluarga setelah ayahnya meninggal dunia.
Rumah Juwadi (15) di Dukuh Malibari, Desa Ngargoloko, Kecamatan Ampel, Boyolali. Juwadi terpaksa menjadi tulang punggung keluarga setelah ayahnya meninggal dunia. (TRIBUNSOLO.COM/RYANTONO PUJI SANTOSO)

Tidak banyak perabotan serta sarana prasarana seperti ruang tamu dan kamar mandi di dalam rumah tersebut.

Bahkan, kamar tidur untuk satu keluarga, menjadi satu dengan dapur untuk memasak sehari-hari.

Rumah yang dihuni satu keluarga dikawasan lereng Gunung Merbabu itu hanya hanya berlasakan tanah dan berdinding gedek (anyaman bambu).

Selama ini Juwadi bekerja sebagai buruh aspal serabutan untuk menghidupi keluarganya dibantu adik almarhum ayahnya, Sendet (56) dan warga sekitar.

Sendet menceritakan, kondisi keluarga Mitro Slamet memang sangat kekurangan.

"Juwadi yang masih bocah bantu jadi buruh aspal dan dari kecil tidak sekolah," kata Sendet dikutip TribunnewsBogor.com dari TribunSolo.com, Sabtu (22/6/2019).

"Dia buta huruf dan hitung tidak bisa baca tulis," tambah Sendet.

Juwadi bersama buliknya Sendet, dan ibunya, Sutinem di rumahnya di lereng Gunung Merbabu, Dukuh Malibari, Desa Ngargoloko, Kecamatan Ampel, Boyolali, Sabtu (22/6/2019).
Juwadi bersama buliknya Sendet, dan ibunya, Sutinem di rumahnya di lereng Gunung Merbabu, Dukuh Malibari, Desa Ngargoloko, Kecamatan Ampel, Boyolali, Sabtu (22/6/2019). (TribunSolo.com/Ryantono Puji Santoso)

Di rumah itu, Juwadi harus menghidupi ibunya Sutinem yang tidak bekerja karena mengalami keterbelakangan mental dan jaga harus memenuhi kebutuhan empat adiknya yang masih kecil.

Juwadi memiliki empat orang adik yakni Rosidi (14) yang masih SMP, Suwarno (10) duduk di bangku SD, Ajeng (6) akan masuk TK, dan yang paling bontot ada Siti Utari yang baru berusia 2,5 tahun.

"Adik - adik Juwadi semua bersekolah, cuma Juwadi yang memang memilih bekerja jadi buruh aspal untuk keluarganya," kata Sendet.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bogor
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved