BATAM TERKINI
Pemerintah Berikan Insentif ke Pengusaha, Batam Punya Peluang Tarik Investor dari Tiongkok
Pemerintah Indonesia sedang berupaya mengambil peluang untuk meningkatkan potensi ekspor produk elektronik, di tengah perang dagang AS dan Tiongkok.
Penulis: Dewi Haryati | Editor: Sihat Manalu
TRIBUNBATAM.id, BATAM- Pemerintah Indonesia sedang berupaya mengambil peluang untuk meningkatkan potensi ekspor produk elektronik, di tengah situasi perang dagang Amerika Serikat dan Tiongkok. Kementerian Perindustrian sedang gencar menawarkan insentif kepada dunia usaha untuk mendukung kinerja ekspor.
Bagaimana peluang Batam, Kepri? Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Batam, Rafki Rasyid menilai, mestinya perang dagang antara dua negara raksasa ekonomi dunia ini, bisa dijadikan momentum untuk menarik investor dari kedua negara yang sedang berperang secara ekonomi. Untuk menghindari tarif yang dikenakan oleh kedua belah pihak, perusahaan dari kedua negara itu akan memilih negara lain agar produknya tetap kompetitif.
"Namun kalau dilihat pertumbuhan investasi yang masuk ke Batam, tidaklah melonjak terlalu signifikan. Pertumbuhan investasi ke Kepri selama dua tahun terakhir hanya berkisar di angka 7 persen saja," kata Rafki.
Menurutnya, hal ini menunjukkan, Kepri khususnya Batam belum bisa memanfaatkan momentum perang dagang yang terjadi antara AS dengan Tiongkok, untuk menarik investasi ke Batam. Dikatakan, Batam dengan segala fasilitas bebas pajaknya, ternyata belum begitu menarik bagi investor yang keluar dari AS dan Tiongkok.
• Perang Dagang Amerika dan Tiongkok Peluang Untuk Kota Batam, Begini Penjelasan Apindo Batam
• Idrus Marham Bisa Lolos dari Rutan KPK, Ombudsman Malah Temukan Idrus Berkeliaran di Kuningan
• Belum Ucapkan Selamat Kepada Jokowi, Prabowo Malah Ambil Langkah Lanjutan, Jokowi: Putusan MK Final
"Apa permasalahannya? Tentunya harus dikaji mendalam mengapa tidak menarik? Selain aspek perizinan dan insentif investasi yang diberikan harus dilihat juga aspek lainnya," ujarnya.
Seperti ketenagakerjaan. Apakah Batam sudah mampu menyediakan tenaga kerja terampil dan memadai yang sesuai dengan perkembangan teknologi masa kini. Juga menyangkut upah minimum yang berlaku di Batam, apakah kompetitif atau tidak, dan lainnya.
"Kita cukup miris ternyata Malaysia dan Vietnam yang daerah industrinya baru saja dibangun, ternyata bisa mengalahkan Batam yang sejak lama sudah disiapkan untuk menarik investasi," kata Rafki.
Terpisah, Wakil Ketua Koordinator Himpunan Kawasan Industri (HKI) Kepri, Tjaw Hioeng mengatakan, Batam memiliki banyak perusahaan PMA (Penanaman Modal Asing), dan rata-rata berorientasi ekspor. Dan dari data yang dirilis Kementerian Perindustrian, impor 5 tahun terakhir Amerika dari Tiongkok untuk elektronika dan telematika, ada di HS code 84 mencapai 32 persen dan 85 mencapai 41 persen. Kemudian pada tahun 2018, untuk ke dua HS code ini sebesar 275,7 dalam miliar USD.
"Dari ke dua HS code ini, ternyata potensial kita smartphone, vakum cleaner, AC, dan lain-lainnya," ujar Ayung, sapaannya.
Menurutnya, Batam punya peluang untuk menarik perusahaan-perusahaan yang ada di Tiongkok untuk relokasi ke Batam.
"Dengan kenaikan tarif mencapai 25 persen, imbas perang dagang, tentunya PMA yang ada di Tiongkok akan berpikir untuk relokasi pabrik," ujarnya.
Ia melanjutkan, saat ini Vietnam dan Malaysia memang menjadi tujuan utama mereka. Namun Batam tetap masih punya peluang. (wie)