Semester I 2019, Imigrasi Karimun Tolak Pengajuan 80 Paspor, Ini Alasannnya
Sepanjang semester pertama tahun 2019, pihak imigrasi telah menolak sebanyak 80 pemohon paspor. Meskipun jumlah ini menurun dari semester pertama tahu
Laporan Tribunnews Batam, Elhadif Putra
TRIBUNBATAM.id, KARIMUN - Kantor Imigrasi Kelas II Tanjungbalai Karimun masih menemukan WNI yang terindikasi sebagai TKI ilegal.
Sepanjang semester pertama tahun 2019, pihak imigrasi telah menolak sebanyak 80 pemohon paspor. Meskipun jumlah ini menurun dari semester pertama tahun 2018, yakni sebanyak 177 pemohon.
"Ada 80 permohonan yang kita lakukan penolakan," kata Kepala Seksi Lalu Lintas Keimigrasian Kanim Kelas II Tanjungbalai Karimun Kristian.
Para pemohon yang ditolak umumnya adalah orang yang bredomisili di Kabupaten Karimun yang ingin berangkat ke Negara Malaysia.
Menurut Kristian, penolakan tersebut dilakukan untuk melindungi warga negara Indonesia itu sendiri. Dimana agar mereka tidak mendapatkan masalah ketika berada di negara lain.
Dijelaskan Kristian, penolakan dilakukan setelah penilaian terhadap paea pemohon. Diantaranya dengan melihat dari masa dia keluar negeri yang dirasa tidak wajar.
"Kita bisa lihat dari masa dia berangkat ke luar negeri. Biasanya setiap bulan mereka berangkat ke luar negeri lebih dari dua minggu. Kita lihat di pekerjaannya juga, biasanya pekerja lepas atau informal," jelasnya.
Kristian menyampaikan, pihak Imigrasi sama sekali tidak mempersulit bagi WNI yang ingin bekerja ke luar negeri. Namun hendaknya mengikuti prosedur yang baik sehingga menghindarkan masalah bagi mereka sendiri nantinya.
"Diantaranya dalam persyaratan permohonan penerbitan paspor untuk tenaga kerja harus memiliki surat rekom dari Disnaker," ucapnya.
Selain memberlakukan penundaan penerbitan paspor, Kantor Imigrasi Kelas II Tanjungbalai Karimun juga menunda keberangkatan enam orang warga Kabupaten Karimun. Dilakukannya penundaan juga dikarenakan mereka terindikasi menjadi TKI.
"Yang kita lakukan ini untuk melindungi masyarakat. Jangan sampai mereka tanpa ada perlindungan hukum karena bekerja secara ilegal," ungkap Kristian. (ayf)