Ramadan 1433 H
Mau Tahu Cara Meredam Emosi Saat Berpuasa? Buka Disini...
“Memang ketika puasa kita berada dalam keadaan tidak terlalu nyaman karena lapar dan haus. Otomatis, ketidaknyamanan ini membuat emosi mudah
Memang tak dapat dipungkiri, hal terberat dari puasa bukan saja menahan lapar dan dahaga, melainkan menahan emosi. Hal ini tak kalah penting sekaligus pelik mengingat godaan penyulut emosi di bulan suci tampak tak kunjung habis.
“Memang ketika puasa kita berada dalam keadaan tidak terlalu nyaman karena lapar dan haus. Otomatis, ketidaknyamanan ini membuat emosi mudah terpicu,” tukas Widiawati Bayu, psikolog dari PT Kasandra Persona Prawacana.
Oleh karena itu, Widiawati menyarankan setiap pasangan mengontrol diri agar sikap, hawa nafsu, juga emosi, senantiasa terkendali supaya puasa lebih banyak diisi dengan hal positif.
Faktor pemicu
“Suami dan istri itu ibaratnya satu jiwa. Namun, banyak hal yang bisa membuat keduanya bersinggungan,” kata Widiawati. Pasalnya, meski hidup dalam satu atap dan menghabiskan banyak waktu bersama, praktiknya tidak selalu berjalan mulus.
Sebut saja jika si dia malas membantu Anda menyiapkan sahur atau memutuskan lokasi salat Idul Fitri secara sepihak. Hal-hal kecil yang demikian, justru dapat memercik perselisihan yang akan berbuntut panjang jika tidak segera diselesaikan.
“Dalam lingkup keluarga, masalah pun tidak hanya menyangkut suami dan istri. Faktor anak, pengasuh, teman, atau rekan kerja juga bisa menjadi pemicu perselisihan dengan suami atau istri Anda,” paparnya.
Misalnya jika pasangan terlalu sering menghadiri undangan buka puasa tanpa mengajak Anda. Saat cara yang ditempuh salah, misalnya lupa meminta izin dahulu, tanpa diduga konflik pun meletup.
Tunda amarah
Kunci dari perselisihan memang komunikasi. Akan tetapi, komunikasi yang seperti apa?
Menurut Widiawati, komunikasi terbuka dan tulus dengan niat baik untuk menyelesaikan masalah adalah yang harus ditempuh.
Artinya, jangan langsung terpicu jika pasangan memancing emosi negatif Anda.
“Duduk berdua, bicarakan apa yang tidak disukai. Lakukan komunikasi terbuka tanpa amarah. Karena sebenarnya semua orang tahu masalah yang dihadapi dengan amarah justru hanya akan mengendap, bukannya tuntas,” tegasnya.
Lagi pula, rasanya sayang jika niat ibadah justru tertoreh hal yang kurang baik, kan?
“Bayangkan jika tiga puluh hari Anda memendam amarah, kekesalan menumpuk, lalu di Hari Lebaran Anda bermaaf-maafan namun sebenarnya ada yang masih mengganjal. Maknanya tidak diraih dan akan disesalkan di kemudian hari,” ujar Widiawati.
Kenali duduk perkara
Lalu bagaimana meredakan emosi yang sempat terpancing? Pertama, coba tenangkan diri lalu cari inti permasalahan. Apa sebenarnya yang Anda rasakan?
Apakah Anda kecewa karena pasangan tidak bisa ikut menemani berbelanja kebutuhan buka puasa? Kesal karena masakan selalu bersisa di piring si kecil?
Atau, luapan amarah justru berasal dari luar rumah dan si dia tak dapat menenangkan hati Anda? Jika pangkalnya telah ditemui, amarah akan lebih mudah diatasi.
Selanjutnya, pikirkan cara apa yang akan diambil untuk dibicarakan pada suami. Apakah akan langsung dibahas atau menanti waktu usai buka puasa?
“Untuk hal ini, kenali dulu karakter dan kondisi pasangan. Jika emosinya cenderung naik-turun saat puasa atau ia kelelahan setelah aktivitas kantor, sebaiknya membahas permasalahan di malam hari saja,” kata Widiawati.