Asyiknya Mendulang Emas di Dabo Singkep

Meski PT Timah sudah tutup tahun 1992 namun masyarakat Dabo masih bisa mendulang emas di kolong kubangan galian.

zoom-inlihat foto Asyiknya Mendulang Emas di Dabo Singkep
tribunnewsbatam.com/abd rahman mawazi
Seorang pendulang emas menunjukkan butiran emas yang didapatkannya beberapa waktu lalu dari kolong bekas galian timah. Banyak warga Dabo Singkep memilih mendulang emas karena harganya yang tinggi.
Laporan Tribunnews Batam, Abd Rahman Mawazi

TRIBUNNEWSBATAM.COM-  Kesohoran Timah di Dabo Singkep sudah lama berlalu. Hingga kini, penambangan timah secara tradisional pun masih terdapat di pulau ini, meski PT Timah telah resmi menutup operasionalnya sejak 1992 lalu. Uniknya, di antara biji-biji timah itu, terdapat biji emas.

Belasan orang berendam dalam kubangan penggalian timah atau yang akrab disebut kolong oleh masyarakat Dabo. Mereka tekun memutar-mutar nampan di air berwarna kecoklatan. Mereka sedang memisahkan tanah, pasir, dan kerikil untuk mencari butiran emas. Sesekali, gumpalan tanah diremas lalu dimasukkan lagi ke nampannya.

Itulah yang dilakukan Nasri bersama sejumlah orang di sebuah bekas area penambangan. Dengan air setinggi setengah badan, mereka berendam mengais tanah, lalu meletakkannya dalam nampan, dan kembali memutar nampannya. Begitu berulang. "Tak ada bang, susah jugalah dapatnya," kata Nasri usai melihat hasil dulangannya.

Hari itu, ia mendapatkan dua butir emas mulia. Itu adalah hasil seharian sejak sekitar pukul 10 pagi menceburkan diri dalam air. Dengan menggigil, ia pun beranjak dari kolong. Minum seteguk kopi dalam botol kecil lalu mengisap sebatang rokok. Ia sudah mempersiapkan bekal dari rumah yang siap disantap kala jeda.

"Kayak inilah," katanya sembari menunjukkan dua butir emas hasil hari itu. Emas itu berada di antara biji timah, tanah, dan pasir di kedalaman mulai satu meter hingga 10 meter di permukaan tanah. Bisa dikatakan setiap ada timah ada juga emasnya. Namun, Nasri bersama teman-temannya hanya memungut sisa-sisa, yakni sisa pemilik tambang timah. Mereka pun baru berani mendulang bila pemilik tambang mengizinkan.

"Kami pernah dapat segini (sambil menunjukkan jempolnya, red). Beratnya 27 gram. Itulah kalau rejeki," ujar Jamil pula.  Ia mengaku kaget ketika melihat emas murni sebesar itu. Namun, ia tidak berani bising ataupun berteriak walau pun girang. Ia harus merahasiakan penemuan itu. "Manalah tahu kita satu persatunya orang," ucapnya pula sembari terseyum.

Ternyata, temuan itu membuatnya semangat untuk terus menjadi pendulang emas tradisional. Harganya yang mencapai Rp 485 ribu hingga Rp 495 ribu, dan itu sangatlah menggiurkan. Menjualpun mudah. Cukup ditawarkan pada toko-toko emas yang ada di Dabo Singkep.

Bukanlah pekerjaan gampang mendapatkan satu gram emas. Bisa jadi, dalam sehari tidak dapat sekali. Mereka harus berendam berjam-jam lama. Belum lagi berebutan mengambil lokasi dengan pendulang lainnya. Bagi yang tidak ingin berendam dalam air, biasanya mereka mebuat lubang sendiri.

Para pendulang ini ada yang mencari secara perseorangan dan ada juga membentuk kelompok, bisa terdiri dari dua hingga empat orang. Mereka yang berkelompok saling bahu membahu untuk membantu. Hasilnya pun dibagi rata. Mereka mengaku pekerjaan ini lebih santai dan hasilnya lebih besar dari pada kerja lainnya.

Seorang mantan penambang timah, Edi, mengaku, hampir setiap daerah penambangan timah mengandung emas. Ketika ia masih aktif bekerja, dipastikan setiap hari selalu mendapat emas, walau jumlahnya tidak sama. "Emas itu lebih berat daripada timah. Dia ada dibawah, warna kuning, seperti emas biasanya," katanya.

Mencari timah adalah bagian utama usaha tambang itu, tetapi emas adalah sebuah harapan. Harga yang terpaut jauh dengan timah, selalu menggiurkan pekerja untuk terus jeli melihat benda berwarna kuning itu. Hal ini juga yang membuat sebagian masyarakat Dabo Singkep memilih mendulag emas ataupun ikut bekerja pada penambangan timah.

Hampir seabad timah di bumi Singkep dieksplorasi besar-besaran. Ekplorasi dengan kapal keruk itu telah sejak 1910 oleh perusahaan Belanda. Awalnya mereka menyisir bagian laut, namun pada perkembangannya, setelah menjadi PT Timah, eksplorasi dilakukan di darat. Sejak itu, Dabo tersohor dengan hasil timahnya yang melimpah.

Hingga kini, bekas-bekas galian atau kolong itu masih tampak. Meski tidak banyak, kandungan alam itu masih memberikan secercah harapan bagi penghuninya. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved