Prostitusi di Karimun Menjalar ke Pemukiman
Mereka biasanya menyewa tempat kos, rumah, atau hotel melati untuk jangka waktu yang lama.
Laporan Wartawan Tribunnews Batam, M Sarih
Karimun, Tribun – Setelah adanya sorotan tentang penjaja seks yang dilokalisir di satu atau dua tempat, beberapa lokalisasi seperti Villa Kapling Tebing dan Payalabu Desa Pangke Meral, berangsur sepi.
Kawasan Villa Kapling Tebing misalnya yang biasanya dihiasi ratusan wanita penjaja seks komersial, kini yang tersisa hanya belasan wanita saja.
Malah beberapa rumah di Paya Labu Meral kini lebih banyak disewakan pemiliknya kepada para pekerja dari sejumlah industri di Pangke.
Hanya saja, kondisi itu bukan berarti baik bagi penyebaran virus HIV dan Aids di Karimun. Pasalnya, setelah tidak dilokalisir para wanita tuna susila ini mencari tempat yang lebih aman dengan menyewa di perumahan, kos-kosan bahkan di perkampungan.
Hal ini diungkapkan Direktur Yayasan Kaseh Puan (YKP) Karimun Edi Wasito, kemarin. “Sekarang justeru lebih gawat lagi, Setelah tak dilokalisir, penjaja seks freelance malah bermunculan. Mereka ada yang kos, kontrak rumah, bahkan sewa rumah di beberapa pemukiman warga,” kata Edi.
Beberapa informasi yang Tribun peroleh, beberapa pemukiman masyarakat di Tebing, pemukiman masyarakat di Kolong dan Orari, tempat-tempat kos di Puakang, hotel-hotel melati yang tersebar di Tanjung Balai Karimun, menjadi pilihan pramuseks berhegemoni.
Mereka biasanya menyewa tempat kos, rumah, atau hotel melati untuk jangka waktu yang lama. Yang memprihatinkan justeru yang mendiami perumahan masyarakat yang warganya kurang peka terhadap dampak dan pengaruh bagi warga lain setelahnya.
Biasanya dengan dandanan yang cukup glamour dan pakaian yang terbilang kurang sopan, kadang membuat puteri-puteri warga masyarakat lainnya terpengaruh. Kasus mengenai 73 pasangan nikah muda, kemungkinan besar menjadi salah satu dampak dari menjamahnya prostitusi ke pemukiman warga.
Sementara itu Edi Wasito yang membawahi LSM yang berkonsentrasi pada bidang penyuluhan seputar penyakit HIV Aids ini mengatakan, penjaja seks freelance yang berada di tengah lingkungan masyarakat terbilang lebih membahayakan penyebaran HIV Aids-nya. Pasalnya, pada umumnya mereka tak pernah mendapatkan bekal pengetahuan tentang bahaya HIV Aids.
“Jadi ketika melayani tamu, mereka (penjaja seks freelance) biasanya tak pikir-pikir lagi. Main hantam saja. Mereka membiarkan tamunya tak menggunakan kondom asal dapat uang, malah sampai sering bergonta-ganti pasangan. Penyebaran HIV Aids seperti ini yang paling riskan, karena tak terkontrol lagi. Ini kesulitan kita memberikan penyuluhan kepada penjaja seks freelance,” paparnya.
Sementara bagi wanita penjaja seks yang terlokalisir, terang Edi, lebih mudah diberikan pemahaman. Seperti volunteer dari YPK Karimun secara berkala memberikan pemahaman tentang bahaya HIV Aids, maka ketika disampaikan pemahaman untuk selalu menggunakan kondom bagi tamunya, penjaja seks terlokalisir biasanya menurutinya.
“Setelah paham, mereka akhirnya tak mau melayani tamunya kalau tak pakai kondom. Malah ada yang memilih pergi meninggalkan tamunya yang menolak menggunakan kondom,” kata Edi.