Pencurian Ikan di Perairan Kepri
"Kelamaan di Natuna, Banyak Nelayan Asing Tidak Mau Pulang ke Negaranya"
Keberadaan nelayan asing yang ditangkap karena illegal fishing di Natuna, dikhawatirkan akan mengganggu ketertiban sosial.
Laporan Tribunnews Batam, M Ikhsan
TRIBUNNEWSBATAM.COM, NATUNA - Keberadaan nelayan asing yang ditangkap karena illegal fishing di Natuna, dikhawatirkan akan mengganggu ketertiban sosial.
Kapolres Natuna, AKBP Amazona Pelamonia mengatakan jika pihaknya sangsi dengan faktor keamanan masyarakat atas keberadaan orang-orang asing tersebut di Natuna.
"Mereka kadang ada yang tidak pulang ke negaranya, bahkan ada pula orang kamboja yang sudah membaur dengan masyarakat di sini juga. Masalah ini harus ditangani serius," ujar Kapolres.
Ia mengatakan, kendati orang asing ini tidak sebagai seorang tahanan akibat kejahatan pidana konvensional, melainkan pelanggaran aturan negara dalam kelautan, dan hanya ditampung selama menjalani proses hukum di pengadilan perikanan, ditegaskan Amazon bahwa tidak ada jaminan jika mereka aman saat keluar ke perkotaan dari shelter.
Menurutnya sistem penanggulannya harus diperjelas. Kadang ada yang sudah lama tidak pulang-pulang ke negaranya
"Potensi mereka melakukan aksi kriminal mencuri, atau kejahatan lain tentu ada, ini patut diantisipasi," kata Amazon.
Terkait nelayan asing yang menjadi tahanan kasus perikanan ini, Komandan Pangkalan TNI AL (Lanal) Ranai, Kolonel Laut (P) Arif Badrudin mengakui, selama ini anggaran dalam penampungan para tahanan ini tidak ada.
"Ini kendala paling pelik yang kami hadapi, kita tidak punya tempat penampungan khusus. Selama ini kami terbantu oleh bantuan anggaran dari Pemda Natuna untuk biaya makan mereka (tahanan nelayan asing) dan sebagainya. Karena memang tidak ada mata anggaran untuk itu," ujar Arif.
Lanal pun untuk memberdayakan tahanan-tahanan nelayan asing ini, membuatkan kebun sayur ataupun kolam ikan untuk mereka kelola dan kerjakan.
"Kemarin ini hampir 140 orang tahanan nelayan asing yang kami tampung, bayangkan personel kami di Makolanal sekitar hanya 60-an," ujar Arif.
Ia menambahkan mereka yang sudah inkrah diputuskan oleh pengadilan perikanan, itu pun ada yang tidak ada keterangan data dan darimana asalnya.
Sebagian lainnya kemudian dikirim ke rumah detensi imigrasi (Rudenim) di Tanjungpinang, sementara sebagian lain masih ada yang tinggal karena tidak jelas data dirinya.
Data saat ini diakui Arif masih ada sekitar 20 orang yang mereka tampung.
Beberapa nelayan asing yang sudah lama di Natuna ini pun kadang sudah bisa berbahasa Indonesia dan dimanfaatkan sebagai penerjamah, hal ini diakibatkan karena penerjemah dalam pengadilan perikanan di Natuna juga tidak ada.