Dwi Ria Latifa Miris Dengar Tingginya Kasus Kejahatan Seksual Anak di Batam
Ria meminta keseriusan semua pihak dalam menekan angka kejahatan seksual tersebut
BATAM.TRIBUNNEWS.COM, KARIMUN – Kejahatan seksual terhadap anak yang terjadi terjadi di Batam beberapa waktu lalu, membuat miris Anggota Komisi III Bidang Hukum dan HAM DPR RI, Dwi Ria Latifa.
“Beberapa waktu lalu, saya dengar banyak anak-anak perempuan kita di Batam yang menjadi korban, diculik dan diperkosa di hutan-hutan lalu dibuang begitu saja di jalan, ini miris sekali,” ujar Ria dengan mimik wajah serius saat kunker ke Karimun, Senin (9/11/2015).
Roman wajah berubah serius ketika membahas persoalan kejahatan seksual. Wanita berciri khas jilbab merah itu meminta keseriusan semua pihak dalam menekan angka kejahatan seksual tersebut terutama di daerah pemilihannya, Provinsi Kepri.
Ria bahkan menyebut kejahatan seksual ibarat bom waktu yang setiap saat bisa meledak. “Kejahatan seksual seperti bom waktu. Banyak kasus yang tidak dilaporkan korban dengan pertimbangan malu. Pelakunya selama ini kebanyakan adalah orang-orang terdekat seperti bapak tiri, kakek, pak cik,” katanya.
Ria bahkan terlihat geram saat menceritakan sebuah kasus kejahatan seksual yang dialami seorang pelajar tuna netra asal Kota Tanjungpinang dengan pelaku guru pembimbing korban. Ria menyebut peristiwa itu bahkan terjadi saat pelajar tersebut hendak berjuang mengharumkan nama Kepri dan Tanjungpinang di tingkat nasional dengan mengikuti sebuah perlombaan di Yogyakarta.
“Pelajar yang seharusnya dikasih ini karena kondisinya yang tidak sempurna itu, malah diperkosa oleh guru pembimbingnya di hotel tempat mereka menginap di Yogyakarta. Saya sempat desak polda menanganinya tapi katanya kurang bukti lah, itu lah. Ditangani juga tapi kita sepertinya tidak serius dan syukur alhamdulillah, sekarang pelakunya, guru pembimbingnya itu sudah ditahan,” terangnya.
Menekan kasus serupa terjadi di Kepri umumnya dan Karimun khususnya, Ria minta semua pihak untuk serius. Ria juga mewanti-wanti pihak sekolah untuk turut bertanggungjawab dan tidak begitu saja melepas anak didik mereka ketika meninggalkan sekolah. Ria minta sekolah memastikan penjemput siswi tersebut benar-benar orang yang berhak menjemputnya. Pasalnya kasus kejahatan seksual sering terjadi saat korban pulang dari sekolah.
“Jadi sekolah jangan begitu jam pulang, lalu lepas tangan begitu saja. Pastikan anak-anak kita itu pulangnya sama orang yang benar-benar berhak menjemputnya. Korban sering kali dijemput, diculik dan tahu-tahunya besoknya sudah jadi korban pemerkosaan ditinggal di hutan,” ujarnya geram.
Berdasarkan data Satreskrim Polres Karimun kasus kekerasan dan kejahatan seksual baik anak sebagai korban maupun sebagai pelaku pada semester I tahun 2015 ini menunjukkan tren peningkatan dibandingkan tahun 2014 lalu. Semeter I 2015, tercatat kasus kekerasan dan seksual terhadap anak sebanyak 18 kasus atau lebih banyak satu kasus dibandingkan tahun 2014 sebanyak 17 kasus. (*)
