Korban Kekerasan Seksual Ini 'Diusir' dari Shelter P2TP2A Batam? Baca Selengkapnya
Shelter yang seharusnya menjadi tempat ia berlindung, diduga bahkan tidak ingin menampungnya lama-lama di sana.
BATAM.TRIBUNNEWS.COM, BATAM - Sudah jatuh, tertimpa tangga pula, peribahasa itu mungkin paling tepat dialamatkan kepada El (12). Bagaimanan tidak, wanita remaja korban kekerasan seksual itu harus menanggung beban hidup sendirian.
Ia juga masih harus bolak-balik diperiksa penyidik polisi. El pun terpaksa telantar hidup di Batam. Satu-satunya, ayah yang ia harapkan, ternyata justru memangsanya.
El sempat dititipkan ke shelther P2TP2A Batam namun akhirnya ditolak. Ia pun mengaku terpaksa menjual perhiasan emasnnya berupa anting, untuk membeli perlengkapan selama di shelter.
Shelter yang seharusnya menjadi tempat ia berlindung, diduga bahkan tidak ingin menampungnya lama-lama di sana.
"Dijual, buat beli pembalut sama sabun buat mandi," ujar El berbisik sambil memeluk Lince, pemilik Shelter Embun Pelangi yang kini menampungnya.

Lince menceritakan, saat ini kasus yang menimpa El masih dalam proses hukum. Ayah kandung El kini pun DPO.
Untuk sementara waktu, remaja itu memang tinggal di shelter Embun Pelangi. Namun, per tanggal 5 Desember 2015-8 Januari 2016, Lince terpaksa menitipkan El di shelter P2TP2A.
"Per tanggal 5 Desember itulah saya titipkan ke sana, karena saya harus ikut pelatihan. Di rumah tidak ada yang menjaga, saya takut dia kenapa-kenapa. Selepas saya pulang, saya belum bisa jemput karena ternyata ada hal lain lagi saya kerjakan. Saya kemarin baru ke Jawa Barat mengantar orang stres yang kemarin lari dari shelter juga ke Cianjur," tutur Lince.
Selama menjalankan pekerjaannya itu, Lince pun beberapa kali dihubungi pihak shelter. Meski tidak terang-terangan mengusir El, namun ia merasa petugas shelter berkeberatan anak tersebut tinggal lama-lama di sana. Baru pada akhirnya 9 Januari lalu, ia pun kembali menjemput El.
"Memang anak ini tidak disuruh pergi, tapi dari cara dan nada suaranya seperti meminta supaya dia tidak lama-lama di shelter. Saya saat itu dihubungi bu Sari bendahara shelter. Namanya anak ini tidak punya keluarga lain di sini, harusnya adalah sedikit kelonggaran. Lain hal ada saudara kandungnya bisa dioper dulu ke sana-sini," kata Lince.
Yang lebih mengejutkannya lagi, El mengaku terpaksa menjual anting miliknya untuk membeli beberapa perlengkapan pribadinya. Padahal, sepengetahuan Lince, seharusnya shelter sudah menyediakan hal itu.
"Itukan sudah anggarannya, masa anak ini sendiri yang disuruh beli hal-hal begitu. Anak ini sendirian di sini, dia bahkan nggak kenal siapa ibu kandungnya. Ada bapak kandung pun malah mencabuli dia," ucap Lince prihatin.

Sementara itu, anggota komisi I DPRD Batam, Lik Khai ikut menyayangkan sikap P2TP2A. Ia menyatakan sikap yang ditunjukan oleh SKPD tersebut sangat berbanding terbalik dengan istilah Batam kota layak anak.
"Jadi apa sudah tepat Batam itu kota layak anak kalau begini. Kita sudah sering soroti juga kinerja P2TP2A ini, kayaknya mereka bekerja hanya untuk kepentingan kelompok mereka saja. Kalau begini kitakan sedih mendengarnya, apalagi baru-baru ini kami pun baru mengesahkan perda perlindungan anak. Tapi kinerja dinas terkaitnya masih begini," tutur Lik Khai.
Lik Khai mengatakan perlu bagi kepala daerah menelusuri kasus yang ada di dinasnya ini. Kepala daerah diharapkan dapat melihat atau mengaudit anggaran yang dipakai di SKPD nya tersebut sudah sesuai atau tidak.
"Itu bisa diaudit, kok bisa tidak ada anggaran untuk dipakai membeli sekedar peralatan mandi. Sama saja ini menelantarkan begitu saja. Harusnya mereka petugas yang menjaga anak itu, malah mereka yang menolak. Bukan karena mentang-mentang ada LSM, jadi suka-sukanya," tutur Lik Khai.
Di tengah-tengah kesempatan itupun, sejumlah pewarta dari lintas media ikut memberikan sejumlah bantuan kecil bagi shelter embun Pelangi untuk mengurus El selama di sana.
Lince sendiri mengungkapkan saat ini, El enggan pindah dari shelter Embun Pelangi karena tidak mau kembali ke shelter milik pemerintah tersebut, apalagi kembali ke ibu tirinya.
"Saya dengar dari PPA kemarin, ibu tirinya sudah di sini mau menjemput dari Surabaya. Bahkan dia minta kasus jangan dilanjutkan, tapi anaknya nggak mau lagi," ucap Lince.
Sementara itu, Kepala Pemberdayaan perempuan Batam, Nurmadiah membantah jika pihaknya menelantarkan El.
"Nggak ada tuh, kami selalu menerima dengan tangan terbuka. Namanya rumah perlindungan, rumah aman buat perempuan dan anak, tidak mungkin kita biarkan," ujar Nurmadiah.
Menurutnya, selama tinggal di shelter setiap kebutuhan perempuan dan anak yang dititipkan di sana pun selalu dipenuhi, tak terkecuali El.
"Semua ditanggung, makannya, ada tempat dia untuk tidur, termasuk alat-alat kebersihan pribadi itu ada. Kan sudah ada bidang-bidang yang mengurusinya langsung. Jadi tidak benar itu. El sendiri sudah berbulan-bulan tinggal di shelter, dan kita tidak keberatan. Itu memang haknya. Subhanallah, ibu malah baru denger dari kamu sampai jual anting begitu. Nggak ada itu nak," ucap Nurmadiah.(*)

