Triliunan Rupiah Dana Bank Masih Menumpuk dan Siap Disalurkan ke Masyarakat
Kendati pertumbuhan kredit diramal membaik pada tahun ini, tapi sejumlah bank masih menumpukan duit dalam bentuk obligasi di pos cadangan sekunder.
BATAM.TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Kendati pertumbuhan kredit diramal membaik pada tahun ini, tapi sejumlah bank masih menumpukan duit dalam bentuk obligasi di pos cadangan sekunder (secondary reserve).
Sebab, permintaan kredit masih belum pesat di awal-awal tahun ini.
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja menjelaskan, pihaknya masih memiliki kelebihan likuiditas sebagai imbas penurunan setoran giro wajib minimum (GWM) primer.
BCA masih memarkir dana menganggur di secondary reserve.
BCA memiliki dana tambahan Rp 4 triliun dari penurunan GWM primer.
“Penempatan dana secondary reserve BCA berkisar Rp 60 triliun-Rp 80 triliun di tahun ini,” kata Jahja kepada Kontan.co.id, pekan lalu.
Per akhir 2015, secondary reserve BCA sebesar Rp 67,47 triliun, naik 4,7 persen secara tahunan.
Dana cadangan ini terdiri dari penempatan di Bank Indonesia (BI) Rp 60,48 triliun dan penempatan antar bank Rp 6,98 triliun.
Tahun ini, kredit BCA diperkirakan tumbuh moderat 10 persen.
Sementara, Presiden Direktur PT Bank Pan Indonesia Tbk (Panin) Herwidayatmo menjelaskan, pihaknya lebih suka mengalirkan dana ke kredit ketimbang secondary reserve.
Tapi, sembari menunggu kredit mengalir deras, Panin masih menempatkan Rp 19,32 triliun per Desember 2015 di secondary reserve. Angka ini naik 33 persen dari tahun lalu.
Sebanyak Rp 13,63 triliun ditempatkan di BI dan pada bank lain Rp 5,69 triliun.
Tahun ini, Panin mematok pertumbuhan kredit sebesar 12 persen.
Bank Panin memperoleh tambahan dana sekitar Rp 500 miliar-Rp 1 triliun dari penurunan GWM Primer.
Sedikit berbeda, Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk Haru Koesmahargyo mengatakan, BRI mulai menurunkan dana secondary reserve sejak akhir tahun lalu untuk mengantisipasi permintaan kredit.
Dana cadangan BRI turun 4,45 persen menjadi Rp 116,25 triliun pada akhir 2015. (kontan/Nina Dwiantika)
