Saksi Ahli Beri Keterangan di Perkara Jual Beli Saham BCC Hotel
beberapa pihak juga ikut digugat, antara lain Rikardo Fudjiarta putra sulung Tjipta Fudjiarta sebagai tergugat II.
BATAM.TRIBUNNEWS.COM, BATAM - Kasus kepemilikan BCC Hotel terus berlanjut di Pengadilan Negeri (PN) Batam. Conti Candra menggugat Tjipta Fudjiarta atas pemegang saham dan kepemilikan BCC Hotel.
Selain Tjipta Fudjiarta yang sebagai Tergugat 1, beberapa pihak juga ikut digugat, antara lain Rikardo Fudjiarta putra sulung Tjipta Fudjiarta sebagai tergugat II.
Kemudian Jenny, putri Tjipta Fudjiarta sebagai tergugat III. Kemudian Jauhari sebagai tergugat IV, Toh York Yee Winston sebagai tergugat V, Anly Cenggana sebagai tergugat VI, Syafudin sebagai tergugat VII.
Kemudian Wie Meng turut tergugat I, Hasan turut tergugat II, Andres Sie turut tergugat III dan Sutriswi turut tergugat IV.
Dalam sidang yang berlangsung di PN Batam, Kamis (31/3/2016), penggugat yang diwakili oleh Penasihat Hukum (PH) Mince Hamzah dan Edward, menghadirkan saksi ahli DR Gunawan Jaya Putra, dan saksi Hendra mantan karyawan.
Dalam keterangannya, saksi ahli menjelaskan terhadap akta perusahan dan perbedaan jual beli saham dan jual beli perusahaan. Saksi ahli menerangkan ilustrasi yang disampaikan penggugat terkait pembelian saham BCC Hotel.
Saksi ahli menyatakan pembelihan saham tidak termasuk dalam membeli perusahaan. Namun jika membeli perusahaan otomatis menguasai saham.
"Jika beli saham saja, belum bisa dikatakan menguasai perusahaan. Namun kalau membeli perusahaan, sudah pasti menguasai saham. Seperti saya membeli saham 5 persen suatu perusahaan, belum bisa dikatakan saya kuasai perusahaan. Jual beli saham, hanya meliputi jumlah saham yang disetor sesuai dengan ketentuan. Kalau jual beli aset, sama dengan jual perusahaan," katanya.
Selain itu, saksi ahli juga menjelaskan tentang jual beli saham yang dituangkan dalam akta notaris. Jika dalam akta disebutkan membeli saham, dan kemudian diketahui belum bisa menunjukkan buktinya pembelian saham, maka belum bisa dikatakan menguasai saham.
Begitu juga jika salah satu pihak tidak menghadiri penandatangan akta notaris terhadap jual beli saham, maka belum dianggap sah.
"Karena sebelum ditandatangani akta jual beli saham, maka notaris wajib membacakan dihadapan para pihak. Bagaimana bisa jika salah satu pihak tidak hadir, namun sudah dikatakan membeli," ujarnya.
Saksi ahli menjawab pertanyaan dari Pengugat yang diwakili oleh penasihat hukum, Mince Hamzah. Mince Hamzah memberikan ilustrasi kepada saksi ahli.
Mince pun menyampaikan ilustrasi, berawal dari empat dari lima pemegang saham ingin melepaskan atau menjual sahamnya. Kemudian diadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), para pemegang saham membuat akta, tentang penjualan saham kepada salah satu pemegang saham.
Tetapi dengan adanya akta tersebut salah satu pemegang saham itu belum menjadi pemilik saham seluruhnya, lantaran masih wacana.
"Akta itu masih wacana, empat orang pemilik saham akan menjual sahamnya kepada salah satu pemegang saham yang tinggal sendiri itu, naman dia bukan menjadi pemilik saham sepenuhnya," katanya.
Mengenai proses pembayaran penjualan saham itu kembali dibuatkan akta yang isinya mengatur nilai pembayaran bertahap dan waktu pembayarannya.
Para pemegang saham kembali membatalkan akta tersebut dan dituangkan pada akta baru. Karena salah satu pemilik saham yang masih bertahan mendapat pendamping.
"Apakah pembatalan akta tersebut dianggap sah atau bagiamana menurut hukum," tanya Penggugat kepada Saksi Ahli.
Saksi ahli menjawab, jika ada pendamping untuk membeli saham, maka harus dituangkan dalam RUPS dan dituangkan dalam akta.
"Jadi harus ada RUPS, pendamping tidak bisa menguasai perusahaan. Dan pendamping harus bisa menunjukkan bukti setoran beli saham," kata saksi ahli.
"Karena saham ini milik pemegang saham, jika diahlikan ke pihak lain harus mendapatkan kuasa dari pemilik saham dan harus ada akta peralihan," katanya. (*)