Usut Suap Freddy Budiman, Justru Mantan Kapolres Tanjungpinang yang Terjaring
Divisi Propam Polri memeriksa Kris setelah menerima hasil investigasi Tim Pencari Fakta Gabungan (TPFG) yang dibentukan Polri.
Penulis: Theresia Feliani
BATAM.TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menerima pelimpahan berkas perkara dugaan pemerasan terhadap bandar narkoba Chandra Halim alias Akiong.
Pelaku pemerasan diduga Kristian Parluhutan Siagian, mantan Kapolres Tanjung Pinang, Kepri.
Pelimpahan itu dilakukan oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri setelah menyelesaikan pemeriksaan terhadap Kris.
Pelimpahan dilakukan karena Propam menemukan indikasi tindak pidana.
Sesuai ketentuan, penanganan tindak pidana yang dilakukan oleh anggota Polri dilakukan oleh penyidik reserse dan kriminal.
Kepala Bareskrim Komjen Ari Dono Sukmanto mengaku telah menerima surat pelimpahan perkara pidana dari Propam Polri.
"Surat pelimpahan dari Propam sudah saya terima, nanti akan ditindaklanjuti pengusutannya," ucap Ari Dono di Mabes Polri di Jakarta Selatan, Selasa (11/10).
Saat ditanya pidana yang menjerat Kristian, jenderal bintang dua ini tak mau memberi tahu.
Mantan Wakabareskrim ini menyatakan, pihaknya akan mempelajari hasil pemeriksaan Propam untuk melakukan proses selanjutnya yakni pemeriksaan pidana umum.
"Suratnya baru diterima, jadi ya kami pelajari dulu untuk menelusuri dugaan pidananya?. Kami investigasi," kata Ari Dono.
Sebelumnya Kris diperiksa Propam Polri atas dugaan pelanggaran kode etik. Kris diduga melakukan pemerasan terhadap bandar narkoba Chandra Halim alias Akiong yang kini berstatus terpidana mati.
Divisi Propam Polri memeriksa Kris setelah menerima hasil investigasi Tim Pencari Fakta Gabungan (TPFG) yang dibentukan Polri.
Tim itu menyelidiki kebenaran isu aliran dana suap dari bandar narkoba Freddy Budiman kepada sejumlah jenderal.
Isu ini muncul berdekatan dari waktu pelaksanaan hukuman mati bagi Freddy Budiman di Nusakambangan, Cilacap.
Tim Pencari Fakta tak menemukan jejak aliran dana dari Freddy ke jenderal.
Tim hanya menemukan ada aliran dana ke beberapa oknum anggota Polri level tengah dan bawah.
Namun, tim menemukan indikasi bahwa Kristian yang pernah membuat deklarasi antinarkoba di Tanjungpinang itu pernah memeras Chandra Halim alias Akiong.
"Soal aliran dana dari Akiong ke seorang pamen (perwira menengah) sedang diusut Propam. Aliran dananya Rp 668 juta. Itu bukan dari Freddy," kata anggota TPFG, Effendi Gazali, ketika membeberkan hasil investigasi beberapa waktu lalu.
Dalam fakta persidangan terungkap bahwa Akiong berhubungan baik dengan Freddy Budiman. Keduanya sama-sama bandar narkoba.
Bahkan, dalam beberapa operasi penyelundupan narkoba, Akiong berperan sebagai pemodal dan Freddy sebagai pelaksana lapangan.
Akiong dan Freddy juga tetap mengendalikan bisnis narkoba meski keduanya sama-sama berada di dalam penjara dan juga sama-sama berstatus terpidana hukuman mati.
Saat menerima uang dari Akiong, Kristian menjabat kepala salah satu tim di Sub-dit Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri.
Dia memiliki peran penting pada pengungkapan perdagangan narkoba CC4 di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cipinang, Jakarta Timur.
Kristian menduga ada peran Freddy Budiman pada peredaran CC4 tersebut.
Saat bertugas di Tanjungpinang, Kristian pernah mengungkapkan kisah di balik penangkapan Freddy Budiman. Kris mengaku, saat menangkap Freddy Budiman, ia ditawari uang Rp 146 miliar. "Tapi saya tolak," katanya.
Terkait pelimpahan berkas KPS ke Bareskrim, Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Boy Rafli Amar mengatakan, status KPS masih terperiksa.
"Statusnya terperiksa. Dengan demikian, profesinya sebagai penyidik narkoba dihentikan sementara waktu karena menjalani pemeriksaan atas kasus yang menjeratnya," ungkap Boy.
Boy menduga, saat sedang menangani perkara narkoba, Kristian "tergoda" untuk membantu tersangka.
Dalam sebuah proses hukum, kata Boy, pasti ada komunikasi antara penyidik dengan tersangka.
"Ketika menangani perkara hukum, pasti ada jalinan komunikasi, akhirnya (penyidik) jadi dekat dengan tersangka," katanya.
Kemungkinan, KPS melihat peluang untuk mendapat keuntungan dari kasus yang ditanganinya. "Terus dia melihat peluang, tergoda dengan kondisi yang ada," ucapnya.