Kasus Yuyun, Netizen Inggris Ternyata Dukung Hukuman Kebiri Indonesia
Berita ini ternyata menjadi salah satu berita terpopuler di media tersebut, ditanggapi oleh lebih dari 600 pembaca bahkan di-share oleh 16 ribu orang.
BATAM.TRIBUNNEWS.COM - Kasus pemerkosaan dan pembunuhan terhadap Yuyun oleh 14 remaja secara sadis, tidak hanya menyedot perhatian di Indonesia.
Berita ini juga menjadi perhatian di dunia, termasuk Inggris.
Media besar di Inggris, DailyMail, Jumat (14/10), mengulas tentang hukuman mati bagi satu dari terdakwa tersebut.
Media itu juga mengulas Perppu nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 2 tahun 2002 tentang perlindungan anak, yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo bebrrapa hari setelah kematian Yuyun..
Di dalam Perppu itu, memuat beragam hukuman terhadap predator anak, termasuk hukuman kebiri menggunakan zat kimia.
Berita ini ternyata menjadi salah satu berita terpopuler di media tersebut, ditanggapi oleh lebih dari 600 pembaca bahkan di-share oleh 16 ribu orang.
Hampir seluruh pembaca menganggap hukuman mati dan kebiri terhadap predator anak di Indonesia sebagai ide brilian. Bahkan mereka meminta hukuman itu diadopsi di seluruh dunia, termasuk Inggris.
Meskipun, ada juga yang tidak setuju menggunakan zat kimia untuk hukuman kebiri atau alasan HAM, namun jumlahnya sangat sedikit.
Holly Bush, Loughborough, Inggris: "Ide brilian. Saya hanya keberatan hal itu akan dilakukan secara kimia".
Namun, banyak netizen berharap hukuman yang sama juga diterapkan di Inggris bahkan di setiap negara untuk melindungi anak-anak dari pedofil.
Rogerz, Wolverhampton menulis: "Sungguh menakjubkan bagaimana pemimpin negara-negara beradab memberikan hukuman yang benar-benar cocok untuk sebuah kejahatan. Tapi tentu saja, mereka tidak memiliki pengacara (untuk) Hak Asasi Manusia".
First Gonzales, Amerika Serikat: "Bravo! Ini perlu diterapkan dalam setiap negara!"
Versica, London: "Mereka harus menerapkan itu di sini juga. Setiap hari kita mendengar tentang kejahatan menyakitkan itu, tetapi mereka (hanya) mendapatkan hukuman sampah dan kembali melakukan hal-hal ini lagi, hanya (mereka) menyembunyikannya lebih baik. Mungkin ini akan membuat perbedaan."
Whawha, Hobbiton, United Kingdom: "Bisa ini tidak menjadi aturan di seluruh dunia? Ide bagus."
YouWhat, Leicester, Inggris: 100 persen setuju dengan ini. Negara lain harus mengadopsi ini, please..."
Manich, Newquay, Inggris: Kedengarannya baik bagi saya, tapi itu harus dibawa di seluruh dunia. Saya muak mendengar tempat-tempat seperti India, di mana bayi menikah untuk mas kawin, dan gadis miskin Venezeulan berusia 12 tahun menikah dengan seorang pria berusia 40 tahun. Aneh! Ada yang men-sodo (sodomi) anak sampai mati dalam dua minggu. Sangat memuakkan, di luar imajinasi, penderitaan anak-anak di seluruh dunia.
Jacqs, Kent, United Kingdom: Pegiat HAM mempertanyakan itu??? Itu harus hukuman di semua negara. Orang laki-laki atau perempuan yang melakukan kejahatan ini seharusnya tidak bicara soal HAM.
Little Maria, Ealing, United Kingdom: Harap Berharap bisa kita gunakan ini di Inggris, untuk diterapkan secara retrospektif di Oldam, Rotherham, bagian dari Alyesbury, Oxford ... Seluruh daftar tempat yang selalu saya hindari dari kepala saya, tapi Anda mengerti maksud saya.
Meskipun ada yang tidak yakin, lalu membandingkan hukuman mati di AS, namun pembunuhan terus terjadi, netizen bernama Anthonie ini mendapat reaksi dari netizen lain.
Menurut mereka, memperkosa anak kecil jauh lebih sadis dari pembunuhan.
Seperti diketahui, seorang dari 14 terdakwa kasus pemerkosaan dan pembunuhan Yuyun dijatuhi hukuman mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Curup, Provinsi Bengkulu, Kamis (29/9/2016) lalu.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan Zainal alias Bos terbukti memerkosa dan membunuh Yuyun.
Vonis yang dijatuhkan hakim sama dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum/
Selain Zainal, empat terdakwa, yakni Suket (19), Faisal (19), Bobi alias Tobi (20), dan Dedi, dijatuhi hukuman 20 tahun penjara dan denda sebesar Rp 2 miliar.
Mereka terbukti secara sah dan meyakinkan telah memerkosa serta membunuh Yuyun.
Seorang terdakwa lainnya sebenarnya juga dituntut dengan pasal-pasal serupa. Namun, karena masih berusia 13 tahun, hakim Heny Faridha memutuskan untuk menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara, rehabilitasi dan pelatihan kerja di Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS) Marsudi Putra Jakarta Timur selama satu tahun.