OTT di Tanjungpinang
Slamet Ajukan Diri Jadi Justice Collaborator untuk Ungkap Kebusukan di BUMD Tanjungpinang
Justice Collaborator dimaknai seorang pelaku tindak pidana tertentu, tetapi bukan pelaku utama, yang mengakui perbuatannya dan bersedia menjadi saksi
Laporan: Leo Halawa
BATAM.TRIBUNNEWS.COM, BATAM - Slamet, pegawai BUMD Tanjungpinang yang tertangkap tangan kasus pungli, akan mengajukan diri sebagai justice collaborator.
Hal ini diungkapkan oleh kuasa hukum Slamet, Jerry Fernandez SH dalam jumpa pers di Batam, Senin (27/2/2017).
Jerry mengatakan, hal ini merujuk Surat Edaran MA (SEMA) No 4 Tahun 2011 tentang perlakuan bagi whistleblower dan Justice Collaborator.
Pada SEMA tersebut, Justice Collaborator dimaknai sebagai seorang pelaku tindak pidana tertentu, tetapi bukan pelaku utama, yang mengakui perbuatannya dan bersedia menjadi saksi dalam proses peradilan.
Asal tahu saja, dalam Surat Keputusan Bersama antara Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Kejaksaan Agung, Kepolisian RI, KPK dan Mahkamah Agung, Justice Collaborator adalah seorang saksi, yang juga merupakan pelaku, namun mau bekerjasama dengan penegak hukum dalam rangka membongkar suatu perkara bahkan mengembalikan aset hasil kejahatan korupsi, apabila aset itu ada pada dirinya.
Kliennya yang tertangkap tangan oleh Tim Saber Pungli Polda Kepri punya potensi untuk itu karena ada dugaan korupsi yang lebih besar di tubuh BUMD tersebut.
Baca: Kuasa Hukum Pegawai BUMD Pinang yang Tertangkap Pungli: Klien Kami Dikorban
Baca: Polda Masih Dalami Keterlibatan Pimpinan BUMD Pinang Terkait Pungli Sewa Kios
Baca: Pegawai Ditangkap Polisi akibat Urusan Sewa Kios, Ini Reaksi Direktur BUMD Tanjungpinang
Menurut kuasa hukum Slamet, kliennya hanyalah menerima perintah dari orang lain.

"Kami akan mohonkan kepada penyidik. Secara tersirat, kami sudah sampaikan ke penyidik," ungkap Jerry.
Selain itu, Jerry mengatakan, pasal yang disangkakan kepada kliennya, pasal 12 huruf e dan atau pasal 11 Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo 55 KUHP, dinilai kurang fair.
"Sebab, penggunaan pasal 55 KUHP disebutkan "turut serta". Kalau pasal turut serta, harusnya masih ada pihak lain. Tapi, ya, kami akan buktiin pada pembuktian nanti," tambahhnya.
Klien pun meminta, agar publik tidak tergesa-gesa menghakimi kliennya sebagai orang yang bersalah dalam kasus itu.
Sebab, kata Jerry, sebelum divonis hakim, maka status kliennya adalah status presumption of innocence atau praduga tak bersalah.
"Jujur, klien dan keluarganya sangat terpukul atas kejadian ini. Sebab, di beberapa media tangan klien kami diborgol bak penjahat kelas kakap. Padahal tidak kan. Kan status Presumption of Innocence. Itu sebelum ada putusan hakim," tambah Wirman.