Pertapa Misterius Gunung Dieng
Belasan Pria Berbaju Putih Tengah Malam Menjemputnya, Apa Kehebatan Mbah Fanani? Ini Penuturan Warga
Belasan orang berbaju putih datang menjemputnya. Apa kehebatan Mbah Fanani si Pertapa Misterius ini. Begini kesaksian warga!
BATAM. TRIBUNNEWS.COM, BANJARNEGARA-Sugiyono atau biasa dipanggil Ono dan istrinya seketika terjaga dari tidur.
Baca: Heboh! Tertangkap Kamera Andhika Pratama Lagi Gituin Ariel Tatum, Ini Fotonya!
Baca: Mengejutkan! Begini Ternyata Kehidupan Bintang Porno Gaek Berumur 82 Tahun Sehari-hari
Suara drum bergelimpangan terdengar nyaring di telinga.
Warga RT 1 RW 1, Desa Diengkulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, ini cepat bangkit dari ranjang.
Mereka langsung teringat Mbah Fanani, pria yang telah belasan tahun menetap di sebuah tenda di depan rumah.
Ada dua drum di dalam tenda Mbah Fanani di antara sejumlah perkakas lain.
Malam itu juga, untuk kali pertama, Ono mendengar pertapa fenomenal ini mengeluarkan suara layaknya minta tolong.
"Saya dan istri langsung bangun karena mendengar suara drum rubuh. Mbah Fanani juga berteriak, 'Au-au.' Seperti minta tolong," kata Ono, Kamis (13/4/2017).
Ono dan istrinya berlari menuju tenda.
Mereka kaget melihat tenda sudah kosong.
Mbah Fanani rupanya telah berada di dalam mobil.
Mobil itu buru-buru tancap gas.
Ono tak membiarkannya, dia mengejar mobil tersebut yang sudah bersiap melaju.
Ia menggedor kendaraan mewah tersebut dan meneriaki pengemudi.
"Mobil itu sudah akan jalan saja, akhirnya saya gedor. Mobil berhenti dan pintu dibuka," tuturnya kepada Tribunjateng.com.
Pembawa Mbah Fanani berjumlah belasan, berpakaian serba putih.
Mereka berbaju lengan panjang putih, bersarung putih, dan berpeci putih.
Ono mempertanyakan sikap mereka terhadap Mbah Fanani.
Kepada Ono, mereka mengaku sebagai pihak keluarga.
Mendengar pengakuan itu, dia tak kuasa menahan niat orang-orang tersebut.
Sebenarnya di dalam hati, Sugiyono atau biasa dipanggil Ono, meragukan pengakuan para penjemput itu sebagai keluarga Mbah Fanani.
Selama dia dan istri merawat pertapa tersebut belasan tahun, memang banyak orang yang datang mengaku-aku sebagai keluarganya.
"Mbah Fanani selama ini tak bisa diajak berkomunikasi. Kami juga tidak tahu apakah mereka benar-benar keluarga Simbah.
Informasinya dia asli Cirebon," tutur warga RT 1 RW 1, Desa Diengkulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara ini, Kamis (13/4/2017).
Kepada Ono, satu di antara penjemput itu menjelaskan bahwa tugas Mbah Fanani bertapa di Jawa Tengah sudah berakhir.
Sudah saatnya ganti bertugas di Jawa Barat.
Ono pun merasa tak punya hak untuk menahan Mbah Fanani jika yang menjemput benar keluarganya.
Dengan hati yang berat, ia dan istri hanya menyampaikan permintaan maaf kepada orang yang selama ini mereka rawat itu.
"Kami sebenarnya berat melepas tapi tak bisa berbuat apa-apa karena mereka mengaku keluarga," jelasnya kepada Tribunjateng.com.
Di sisi lain, ia menganggap ada yang janggal dalam penjemputan mbah Fanani.
Kedatangan mereka ke Dieng tiba-tiba tanpa permisi atau memberitahu lingkungan.
Terutama keluarganya yang selama belasan tahun memberi makan Mbah Fanani.
Mereka juga menjemput tengah malam saat warga tengah tidur lelap.
Ia pun menduga penjemputan itu dengan paksaan, tidak sukarela.
"Ada suara drum jatuh, Mbah Fanani juga teriak au-au. Itu tandanya dia menolak dan kemungkinan dipaksa," tuturnya.
Ono khawatir mereka bukan keluarga Mbah Fanani yang sebenarnya.
Dia hanya bisa berharap, orang tua itu mendapat perlakuan yang baik dari orang-orang baru yang berada di sekitarnya sekarang.
"Saya takut Mbah Fanani disalahgunakan. Zaman sekarang, tahu sendiri. Semoga Mbah Fanani bisa kembali lagi ke Dieng," harapnya.
Siapa Mbah Fanani?
Keberadaan Mbah Fanani menjadi fenomena unik tersendiri di tengah moncernya pariwisata Dieng.
Pertapaannya di tengah keramaian mengundang perhatian banyak orang, juga menjadi daya tarik wisatawan.
Sugiyono atau yang biasa disapa Ono mengungkapkan, Mbah Fanani sering dikunjungi banyak orang.
Kebanyakan dari mereka berasal dari luar kota.
Ono pun tidak mengetahui maksud orang-orang itu menemui Mbah Fanani.
Saat datang menemui si Mbah, mereka selalu membawa makanan.
Tak jarang, mereka meninggalkan uang di tenda si Mbah.
"Kalau dikasih uang dia tidak mau. Dikasih makan orang juga tidak dimakan," jelasnya kepada Tribunjateng.com, Kamis (13/4/2017).
Seingatnya, Mbah Fanani telah puluhan tahun bertapa di wilayah Dieng dengan cara berpindah-pindah.
Paling lama, orangtua itu bermeditasi di depan rumahnya sejak 1995.
Saat itu, ia melihat Mbah Fanani duduk siang malam di depan rumah di RT 1 RW 1, Desa Diengkulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, ini.
Karena merasa kasihan, istri Ono berinisiatif memberi makan.
Karena pertapa ini tak pernah beranjak dari tempat duduknya, warga kemudian membuatkan tenda.
Bangunan peneduh itu melindungi Mbah Fanani dari terik dan hujan.
Selama merawat Mbah Fanani, Ono merasakan sejumlah keanehan dalam pribadi yang bersangkutan.
Mbah Fanani tak pernah mau makan makanan yang diberi oleh orang yang menemuinya.
Ia hanya mau makan makanan yang disediakan istri Ono.
Satu yang unik, Ono tak pernah tahu di mana atau ke mana Mbah Fanani buang hajat.
Tak hanya itu, Mbah Fanani sangat kebal cuaca ekstrem Dieng.
Meski hawa sangat dingin, ia tak pernah terlihat menggigil.
Padahal orangtua ini tak berpakaian, hanya berselimut sarung.
"Warga asli Dieng saja kedinginan dan berselimut tebal saat puncak musim dingin, sekitar bulan Agustus. Saat itu, Dieng biasa diguyur hujan es dan cuaca sangat dingin," jelas Ono. (*)