Korupsi Proyek KTP Elektronik
Diduga Berperan Sebagai Distributor Uang Hasil Korupsi, Husni Fahmi Mengaku Tak Terima Uang
Kepala Tim Teknis proyek e-KTP atau KTP elektronik, Husni Fahmi diyakini tidak hanya sebagai distributor uang hasil korupsi.
BATAM.TRIBUNNEWS.COM - Kepala Tim Teknis proyek e-KTP atau KTP elektronik, Husni Fahmi diyakini tidak hanya sebagai distributor uang hasil korupsi.
Husni Fahmi diduga turut menerima dan menikmati uang haram tersebut.
Jaksa KPK Irene Putrie mengungkapkan saksi-saksi anggota tim teknis yang sebelumnya diperiksa mengaku menerima uang dari Husni Fahmi.
"Jadi kalau menerima dari Husni Fahmi rasanya tidak mungkin dengan logika sehat kita berpikir bahwa Husni adalah orang yang hanya mendistribusikan. Sementara perannya cukup signifikan. Saya kira nanti akan ada saksi yang menjelaskan soal uang," kata Irene Putrie di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (17/4/2017).
Dalam persidangan, Husni Fahmi mengaku tidak pernah menerima uang 20 ribu dolar Amerika Serikat.
Baca: TERUNGKAP! Ternyata Begini Cara Pengaturan Pemenang Tender KTP Elektronik
Baca: CANGGIH. Akhir Tahun, Rekam Medis Pasien Bisa Diakses Lewat KTP Elektronik
Baca: KPK Kejar Aktor di Balik Keterangan Palsu Miryam
Husni Fahmi juga hanya mengaku bertemu dengan Irman dan Sugiharto satu kali di Hotel Sultan.
"Terdakwa juga sudah menerangkan bahwa dia menyangkal bahwa dia tidak hanya sekali di Hotel Sultan. Terdakwa sampai tiga kali di Hotel Sultan," kata Irene Putrie.
Hakim Belum Putuskan
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis lebih rendah satu tahun terdakwa suap Country Director Ramapanicker Rajamohanan Nair.
Dari empat tahun dan denda Rp 250 juta, Majelis Hakim memvonis pidana penjara tiga tahun dan denda Rp 200 juta.
Terkait vonis lebih rendah tersebut, Jaksa KPK mengatakan akan menggunakan waktu satu pekan untuk memutuskan apakah menerima vonis tersebut atau mengajukan banding.
"Kami masih pikir-pikir yang mulia," kata salah seorang jaksa KPK di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (17/4/2017).
Hal senada juga diungkapkan kubu Rajamohanan. Saat ditanya majelis hakim, Mohan menyerahkan keputusannya kepada tim penasehat hukum.
"Setelah kami diskusi dan koordinasi kami menyatakan pikir-pikir Yang Mulia,", kata Samsul Huda, anggota tim penasehat hukum Rajamohanan.
Pada pembacaan sidang putusan, Rajamohanan terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.
Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada KPK yakni empat tahun penjara dan denda Rp 250 juta.
Sekadar informasi, kasus tersebut bermula dari operasi tangkap tangan terhadap Rajamohanan Nair dan Kepala Sub Direktorat Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal Pajak Handang Soekarno.
Handang ditangkap usai menerima Rp 148.500 Dolar atau setara Rp 1,9 miliar di rumah Direktur Utama PT EK Prima Ekspor Indonesia Rajesh Rajamohanan Nair.
Uang tersebut sebagai commitment fee Rp 6 miliar agar Surat Tagihan Pajak milik perusahaan Rajesh Rp 78 miliar dihapus Handang.
Permasalahan pajak yang dihadapi PT EK Prima antara lain pengajuan pengembalian kelebihan bayar pajak (restitusi), Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai, Penolakan Pengampunan Pajak (tax amnesty) dan Pemeriksaan Bukti Permulaan pada Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing (KPP PMA Enam) Kalibata dan Kantor Kanwil Ditjen Pajak Jakarta. (*)