Emanuel Macron, Presiden Baru Perancis. Usianya 39 Tahun

Ia menyingkirkan saingan satu-satunya, kandidat dari kubu kanan jauh, Marine Le Pen, yang meraih kurang dari 35 persen suara

Editor: Mairi Nandarson
AFP/Getty
Emmanuel Macron terpilih menjadi Presiden Perancis dengan menyingkirkan saingan utamanya, Marine Le Pen, dalam pilpres putaran kedua pada Minggu (8/5/2017) 

BATAM.TRIBUNNEWS.COM, PARIS - Seperti telah diprediksi sebelumnya, Emanuel Macron akhirnya memenangi Pilpres Perancis putaran kedua, Minggu (7/5/2017) waktu setempat.

Proyeksi hasil penghitungan suara memperlihatkan Macron, politisi tengah pro-Eropa, itu meraih sekitar 65 persen suara.

Ia menyingkirkan saingan satu-satunya, kandidat dari kubu kanan jauh, Marine Le Pen, yang meraih kurang dari 35 persen suara.

Dalam pidato kemenangan, Macron mengatakan halaman baru tengah dimulai dalam sejarah Perancis.

Baca: Hollande Minta Warga Perancis Tidak Pilih Marine Le Pen. Ini Alasannya

"Saya ingin ini menjadi halaman tentang harapan dan rasa saling percaya," katanya.

Di usia 39 tahun, Macron akan menjadi Presiden Perancis termuda dalam sejarah.

Dalam Pilpres Perancis kali ini, untuk pertama kalinya sejak Perang Dunia II, presiden terpilih bukan berasal dari dua partai arus utama, Sosialis dan Republik yang berhaluan kanan tengah.

Macron sendiri sebenarnya bukan wajah yang sama sekali baru di panggung politik Perancis.

Baca: Pemilihan Presiden Perancis Diikuti Lima Kandidat yang Sama Kuat.Siapa Peraih Suara Terbanyak?

Ia pernah menjadi menteri ekonomi Presiden Francois Hollande, politisi Partai Sosialis.

Fakta ini, menurut pengamat politik Francois Raillon, bermakna bahwa Macron juga adalah bagian dari kelompok mapan (establishment).

Pada April 2016, Macron mendirikan En Marche! gerakan berhaluan tengah yang ia gunakan sebagai kendaraan politik di pemilihan presiden.

Menurut laporan BBC, bisa saja Macron maju di pilpres dengan tiket dari Partai Sosialis, namun ia sadar betul bahwa dengan popularitas partai yang menurun, ia perlu kendaraan lain yang segar, yang bisa dirasakan secara langsung oleh rakyat.

Di Eropa, ini bukan gejala baru. Ada gerakan serupa yang telah dibentuk sebelumnya di Italia dan Spanyol.

Baca: Angkatan Udara Amerika Serikat Lakukan Ujicoba Rudal Antar Benua. Tujuan?

Beberapa bulan setelah mendirikan En Marche!, Macron menyatakan mundur dari Partai Sosialis.

Mirip "gerakan Obama"

Gerakan ini pada saat yang sama memungkinan Macron untuk memposisikan diri sebagai tokoh yang dekat dengan akar rumput.

Mirip dengan apa yang dilakukan Barack Obama ketika terjun di Pilpres AS pada 2008, kata seorang wartawan di Paris, Emily Schultheis.

Model pendekatan ini antara lain memanfaatkan kerja relawan di lapangan.

Baca: GAWAT! Jika Korut Menyerang, Warga Jepang Hanya Punya Waktu 10 Menit Selamatkan Diri

Di sisi lain, keberhasilannya menang di pilpres, kata Raillon, tak lepas dari apa yang ia sebut sebagai “keinginan sebagian besar rakyat untuk membersihkan ruang politik dari tokoh-tokoh lama, yang tua, dan tradisional”.

"Macron bukan 100 persen orang baru, tapi di usia yang masih sangat muda, 39 tahun, ia dianggap sebagai tokoh yang menyegarkan dibandingkan semua politisi lain (yang ikut serta dalam pilpre)," kata Raillon kepada BBC Indonesia.

Di kalangan pemilih ia dianggap sebagai figur yang paling bisa diterima, sementara yang lain ditolak termasuk Marine Le Pen, anak perempuan politisi kanan jauh, Jean-Marie Le Pen.

Raillon mengatakan di pundak Macron ditumpukan harapan besar agar di Perancis dilakukan perbaikan di berbagai bidang, perbedaan di kalangan rakyat disatukan lagi dan ada dinamika baru di bidang ekonomi.

Kemenangan Macron disambut hangat, tak hanya di dalam tapi juga di luar negeri.(*)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved