Mengejutkan! Kenapa Warga Suku Tengger Suka Menggunakan Sarung? Begini Kisahnya!

Mengejutkan! Kenapa Warga Suku Tengger Suka Menggunakan Sarung? Begini Kisahnya di baliknya yang belum banyak orang ketahui

kompas.com
Ilustrasi 

BATAM. TRIBUNNEWS.COM, LUMAJANG-Kebanyakan warga baik tua dan muda, laki-laki dan perempuan, memakai sarung. Itulah kesan yang tertangkap mata ketika memandang setiap sudut Desa Argosari, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Mereka adalah bagian dari masyarakat Suku Tengger.

Baca: Bikin Merinding! Terungkap Mistis Saat Penembakan Presiden Soekarno, Penembak Lihat Dua Bayangan!

Baca: Ehem! Gigolo di Bali Ungkap Perilaku Kliennya, Tak Cuma Begituan Tapi Juga Minta Begini!

Motifnya sarungnya beragam. Cara menggunakannya pun berbeda-beda. Di beberapa kegiatan mereka tampak mengalungkan sarung di leher. Di waktu-waktu lainnya, mereka menggunakan sarung untuk menutup tubuh.

Desa Argosari yang berada di ketinggian di atas 2.000 meter di atas permukaan laut (mdpl) memang terasa dingin di kala malam atau pagi hari. Saya pun merasakan langsung betapa suhu dingin kerap menerpa kulit.

Meski sudah siang, masyarakat Suku Tengger di Desa Argosari pun masih terlihat menggunakan sarung. Pertanyaan mendasar yang muncul di kepala adalah mengapa Suku Tengger di Desa Argosari atau di desa lain selalu menggunakan sarung?

Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Argosari, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Budiyanto menjelaskan sarung memiliki makna yang sangat penting bagi masyarakat Suku Tengger. Penggunaan sarung pun memiliki banyak cara untuk memakai berdasarkan fungsi.

"Sarung ini saya pikir jadi identitas. Sarung ini jadi harga diri. Sarung ini juga jadi tren," kata Budiyanto.

Baginya, sarung punya cerita tersendiri di hidupnya. Sarung seperti salah satu bentuk kebanggaan sebagai Suku Tengger. Bahkan, harga diri pun jadi taruhannya.

"Saya dulu pertama ada di Tengger ini sempat berpikir jaket itu sudah mahal harganya. Sudah dipakai ditutup sarung jadi gak kelihatan jaketnya. Setelah sekolah, pulang saya pakai jaket gak pake sarung. Kuliah juga jarang masuk, banyak hari-hari santai jadi pulang. Jadi selama SMA hingga lulus, saya banyak jadi pergunjingan," ungkapnya.

Ia mengaku pernah menjadi bahan pembicaraan di lingkaran Suku Tengger lantaran tak menggunakan sarung. Menurutnya, hal itu terjadi lantaran ia telah berhasil melanjutkan di perguruan tinggi.

"Seolah-olah mikir saya malu jadi orang Tengger. Sehingga saya kuliah itu pakai sarung. Karena saya nandain di kampus itu ada orang Tengger. Sampai sekarang saya gak pakai sarung itu sungkan. Padahal gak dingin. Kalau cuaca mendung atau kabut kita memang gunakan sarung sesuai fungsi," ujarnya.

Penggunaan sarung oleh Suku Tengger sendiri memiliki ragam variasi tersendiri. Penggunaan tersebut berdasarkan aktivitas dan jenis kelamin.

"Ada yang namanya bentuk Lampin. Itu dipakai seorang lelaki ketika bekerja keras. Kemudian ada jenis bekerja tapi mengandalkan keberanian atau keamanan. Sarungnya sama tapi makna beda. Ada untuk waktu santai. Misalnya sudah pulang kerja dan di rumah. Ada yang aktivitas yang tak terlalu berat. Ada yang bentuknya melindungi kabut yang turun ke punggung," jelas Budiyanto.

Penggunaan sarung oleh perempuan Suku Tengger juga memiliki penandaan status. Ada yang menandakan perempuan lajang, menikah, juga janda.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved