Mencengangkan! Nama Saya Mertolulut! Saya Algojo Kerajaan Mataram Kalau Ada Penjahat Tertangkap!

Mencengangkan! Nama Saya Mertolulut! Saya Algojo Kerajaan Mataram Kalau Ada Penjahat Tertangkap!

Tribunjogja
Patung Mertolulut algojo Keraton Yogyakarta zaman dulu. Krisna Sumargo duduk di samping patung tersebut 

"Hukumannya macam-macam. Pencuri ya potong tangan, pembunuh dan kelas berat lain dipancung. Itu tugasnya Mertolulut dan Singonegoro," kata Daliman, abdi dalem sekaligus pemandu kawasan wisata Keraton Yogyakarta.

Mertolulut memang tidak sendirian bertugas. Ia ditemani abdi dalem Singonegoro, dengan pembagian tugas masing-masing secara bergantian.

Jika hukuman agak ringan seperti potong tangan dilakukan Singonegoro, eksekusi kelas berat seperti pancung dan gantung jadi tugas pokok Mertolulut.

Kedua abdi dalem khusus itu diberi tempat bertugas di Bangsal atau Bale Pacikeran. Letaknya persis di sisi kiri maupun kanan, depan pintu dan tangga menuju Sitihinggil dari arah Pagelaran.

Posisinya yang berada di antara Pagelaran dan Sitihinggil ini menunjukkan posisi dan perannya yang istimewa.

Lokasi tugas Mertolulut dan Singonegoro itu masih bisa disaksikan hingga hari ini. Ada dua rumah kecil dilengkapi dua patung manusia mengenakan pakaian adat Jawa untuk golongan abdi dalem.

Kedua patung hampir seukuran manusia sungguhan itu mencitrakan sosok Mertolulut dan Singonegoro. Satu berkumis agak bapang ini Mertolulut, satunya klimis itulah citra Singonegoro.

Setiap pemandu wisata yang bertugas akan mengajak para pengunjung yang dibimbingnya berhenti di lokasi ini, dan menceritakan pada mereka siapa Mertolulut dan Singonegoro, dua algojo kerajaan ini.

Sedangkan lokasi eksekusi menurut Daliman, dulu dilakukan di Alun-alun Utara Keraton Yogyakarta. Biasanya di antara dua pohon beringin yang ada di tengah lapangan luas itu.

"Kalau pengadilannya ya di Bangsal Ponconiti di Kemandungan Lor," imbuh Daliman. Dinamai Ponconiti karena maknanya ponco itu lima, niti itu hal atau masalah.

Jadi umumnya ada lima hal atau perkara yang biasanya diselesaikan proses hukumnya di bangsal ini. Lima hal itu menyangkut pelanggaran mabuk, madat, madon, mencuri, dan membunuh.

Sesudah hukuman dijatuhkan pengadilan, Mertolulut dan Singonegoro dipanggil untuk mengeksekusi hukumannya atas perintah raja.

"Prosedurnya para algojo ini ya, terpidana ditutup wajahnya, kemudian eksekusi disaksikan banyak orang," ujar Mada Karisma menggambarkan proses eksekusi pada masa silam.

Kadang terhukum dipamerkan beberapa lama di ruang terbuka agar selain publik mengetahui, juga supaya efek takut dan patuh terbangun sesudahnya.

Supriyanto, pemandu turis yang biasa bertugas di Pagelaran dan Sitihinggil mengaku hapal dengan versi cerita sejarah Mertolulut dan Singonegoro. "Ini potongan cerita yang wajib disampaikan ke turis sebelum naik Sitihinggil," katanya.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved