Cerita Putra Jenderal Ahmad Yani Saat Ayahnya Dijemput Lalu Ditembak Pasukan Tjakrabirawa
Irawan Sura Eddy Yani atau biasa dikenal Edi Yani menceritakan dengan detail bagaimana sang ayah ditembak oleh pasukan Tjakrabirawa di depan matanya
Sebagai informasi, Jenderal Ahmad Yani lahir pada tanggal 19 Juni 1922 di Jenar, Purworejo, Jawa Tengah, putra dari Bapak Sarjo dan Ibu Murtini.
Beliau mengenyam pendidikan HIS di Purworejo, kelas 2 pindah ke Magelang, Bogor dan tamat tahun 1935. Berlanjut ke MULO bagian B tamat tahun 1938 lalu AMS bagian B di Jakarta dengan prestasi A.
Jenderal Ahmad Yani masuk militer Belanda (Corps Opleiding Reserve) di Dinas Topografi dan menempuh pendidikan di Malang.
Pada zaman Jepang 1943, Ahmad Yani menempuh Heiho di Magelang sebagai Shodanco Tentara Sukarela Peta di Bogor.
Kariernya meliputi Shodanco, Chudancho, Daidancho 3 Resimen Magelang, Divisi V Purwokerto pimpinan Kolonel Sudirman.
Setelah Indonesia merdeka, karier Jenderal Ahmad Yani kian cemerlang sebagai Danyon IV Magelang, Danbrig Dip. Be 9/III Div III, dan Werkreise II/Brig 9/Kedu, Danbrig Kuda Putih 9/III Magelang, Danbrig "Q" Pragolo, Danbrig "N" Yudonegoro, dan RI XII Purwokerto.
Setelah itu ia sempat melanjutkan pendidikan di USA dan Inggris sebelum mejabat sebagai Asisten II, Deputi I, Deputi II Kasad, Men/Pangad.
Ahmad Yani adalah satu dari tujuh jenderal yang menjadi korban kebiadaban PKI dalam serangan 30 September 1965 yang digenal dengan G 30 S PKI.
satu-satunya jendral yang selamat dalam penyerangan itu adalah Jenderal Abdul Haris Nasution karena pasukan Tjakrabirawa yang menculiknya salah orang.
Yang diculik bukannya Nasution tetapi ajudannya, Kapten Anumerta Tandean.
Jenazah Ahmad Yani dan para jenderal dievakuasi dari sebuah lubang di kawasan Lubang Buaya, tak jauh dari Taman Mini Indonesia Indah Jakarta.