Perang Amerika Serikat vs Korea Utara Segera Pecah? Begini Analisa Pakar Pertahanan RUSI
Korea Utara (Korut) menuding Amerika saat ini mendeklarasikan perang. Hal itu dinyatakan Menteri Luar Negeri Korut Ri Yong Ho saat konferensi pers.
BATAM.TRIBUNNEWS.COM - Korea Utara (Korut) menuding Amerika saat ini mendeklarasikan perang. Hal itu dinyatakan Menteri Luar Negeri Korut Ri Yong Ho saat konferensi pers.
Menurut Ri Yong Ho, atas rencana aksi AS tersebut, pihaknya memiliki hak awal untuk menembak jatuh pesawat penjatuh bom milik AS.
Ri Yong menegaskan, Pyongyang dapat menargetkan pesawat manapun kendati mereka tidak terbang di wilayah udara Korea Utara.
"Seluruh dunia akan mengingat dengan jelas bahwa AS lah yang pertama kali mendeklarasikan perang dengan negara kami," jelasnya, Senin (25/9/2017) kemarin.
Pada Sabtu lalu, pesawat bomber AS memang terbang di wilayah udara internasional di belahan timur Korut.
Aksi ini bertujuan untuk menunjukkan kekuatan militer AS.
Namun, menanggapi pernyataan Ri, Sekretaris Pers Gedung Putih Sarah Huckabee Sanders membantah tudingan Korut.
"Kami tidak mendeklarasikan perang dengan Korut," tegasnya dilansir dari Kontan.co.id.
Dia bahkan menilai tudingan Ri sangat tidak masuk akal.
Pernyataan Ri Yong Ho keluar saat Trump menyatakan, rezim Korut tidak akan lama lagi.
Baca: Kapal Canggih Pendeteksi Rudal Milik AS Tinggalkan Jepang. Menuju Semenanjung Korea?
Baca: Presiden Soekarno Menangis, Begini Kronologi Pencarian Para Jendral Korban Kekejaman G 30S PKI
Baca: Sejarah G 30S PKI - Ketinggalan Event Nonton Bareng? Saksikan Film Utuhnya di Sini
Trum juga mengingatkan Menlu Korut Ri Yong Ho agar tidak mengulang pemikiran sang diktator Kim Jong Un, yang dijulukinya sebagai "Little Rocket Man".
Pernyataan Presiden Trump tersebut dianggap Korut merupakan signal pernyataan perang akan dimulai.
Sebagai respon, juru bicara Pentagon Kolonel Robert Manning mengatakan, Departemen Pertahanan AS akan memberikan sejumlah opsi kepada Presiden Trump untuk menghadapi Korut jika aksi provokatif terus berlanjut.
Menlu Ri Yong Hu juga semakin memanaskan situasi pada akhir pekan lalu, dengan menyebut Trump sebagai "Presiden Setan".
Ri Yong mengklaim, bahwa sanksi ekonomi tidak akan menghalangi niat Pyongyang dalam menciptakan senjata nuklir demi menyeimbangkan kekuatan dengan AS.
Sementara, dilansir dari Independent.co.uk, Lembaga pakar pertahanan Royal United Services Institute (RUSI) mengatakan, kemungkinan perang antara Amerika Serikat (AS) dan Korea Utara (Korut) sekarang jadi hal nyata.
Popularitas Presiden Donald Trump di AS akan semakin meningkat jika dia memerintahkan serangan terhadap Pyongyang.
Menurut lembaga yang berbasis di Inggris tersebut, Washington tidak dapat meluncurkan serangan pencegahan terhadap kemampuan nuklir Pyongyang yang akan menyebabkan ratusan ribu orang tewas.
Dalam laporannya, dikutip dari The Times, RUSI memperingatkan soal krisis kemanusiaan jika terjadi perang.
Hal itu didorong kemajuan cepat teknologi rudal nuklir rezim Kim Jong-un yang berkuasa di Korut.
”Jika perang ini diluncurkan, maka dua pilihan, lama atau singkat,” kata RUSI dalam laporannya, Jumat (29/9/2017).
Kemungkinan signal perang itu bisa terjadi dalam waktu dekat ini karena salah satu pihak bisa memicu konflik.
Namun, ada indikasi pula bahwa pemerintahan Trump tidak rela rezim Kim Jong-un dihancurkan karena sisi kemanusiaan dan tidak yakin rudal balistik antarbenua Korut mampu meluncurkan serangan menjangkau daratan AS.
”Namun terlepas dari sisi kemanusiaan itu, perang sekarang kemungkinan nyata. Dengan Korea Utara yang membuat kemajuan pesat dalam program rudal dan nuklirnya, waktunya tidak berada di pihak diplomasi,” lanjut laporan RUSI.
”Dengan adanya pilihan nyata ini, ada kemungkinan bahwa Trump akan memutuskan dengan secara tiba-tiba menyelesaikan masalah Korea Utara lebih cepat daripada nanti.”
Wakil Direktur Jenderal RUSI, Malcolm Chalmers mengemukakan, sejumlah cara berbeda sebuah perang bisa dimulai.
Salah satunya, sebuah serangan yang dilakukan oleh Pyongyang jika mereka yakin bahwa Washington merencanakan serangan mendadak atau pre-emptive.
Sebaliknya, serangan dari AS bisa terjadi jika rudal Pyongyang diuji tembak di dekat Guam atau California.
Serangan AS, sambung Chalmers, mungkin akan melibatkan serangan udara dan siber skala besar yang diikuti oleh pembalasan besar-besaran dari Pyongyang, dan dari Korea Selatan dan Jepang pangkalan AS di wilayah terdekat.
”Korban dalam konflik semacam ini akan menghilangkan nyawa mencapai ratusan ribu bahkan bisa lebih jika ada senjata nuklir digunakan,” tulis Chalmers.
Jika terjadi serangan mendadak, Inggris mungkin masih memiliki beberapa jam waktu untuk memutuskan bagaimana meresponsnya.
Chalmers secara terbuka mendesak Washington untuk mengesampingkan sebuah serangan preventif. "Tapi ada bahayanya, jika Pyongyang menyerang terlebih dahulu,” ungkap Chalmers.
Sebelumnya, AS telah mengirim lebih banyak aset strategis militernya ke Seoul, Korea Selatan.
Deskripsi aset strategis militer AS itu mencakup pesawat pembom B-52, pesawat jet tempur siluman, kapal selam bertenaga nuklir, dan kapal induk.
Sedangkan Korea Utara telah memobilisasi pesawat tempurnya, rudal balistik-nuklirnya, dan mengklaim telah merekrut 4,7 juta tentara baru. (*)
*Berita ini juga tayang di Tribun Medan dengan judul : Royal United Services Institute (RUSI) Berikan Signal, Perang Amerika vs Korut Akan Nyata