Heboh! Desa Ini Dijuluki Desa Poligami, Ada Warga Datang Minta Nikah Siri! Ini Kisahnya!

Heboh! Desa Ini Dijuluki Desa Poligami, Ada Warga yang Datang Minta Layanan Nikah Siri! Ini Kisahnya!

BBC Indonesia
Dua siswa mengendarai sepeda tengah melintas di Jalan Wayoh, Desa Kedung Banteng, Tanggulangin, Sidoarjo. Jalan di kampung ini disebut wayoh yang punya arti dimadu karena banyak warga yang melakukan praktik poligami 

BATAM. TRIBUNNEWS.COM, SIDOARJO - Begitu banyak warga desa yang poligami sehingga desa di Sidoardo, Jawa Timur, ini dijuluki sebagai 'desa poligami'.

Seorang perempuan tampak sibuk membuat kopi dan mi instan di sebuah warung yang terletak tak jauh dari ujung Jalan Wayo di Desa Kedung Banteng, Tanggulangin, Sidoarjo.

Sementara, di teras dan halaman warung, anak-anak muda tampak duduk-duduk sambil menikmati kopi mereka.

Perempuan berusia 55 tahun, Nur Khotimah, sudah sepuluh tahun terakhir berjualan kopi dan mi instan untuk menghidupi ketiga anaknya.

Suaminya menikah lagi dengan perempuan tetangganya.

Namun, Nur tidak bercerai secara resmi melalui pengadilan agama.

"Sudah tidak tinggal serumah."

"Biarkan saja, buat apa dipikirkan," kata Nur sebagaimana dikutip dari BBC Indonesia, Sabtu (14/10/2017).

Dia mengaku, sempat marah ketika suaminya baru menikah.

Tetapi, selanjutnya, dia lebih memilih bangkit, menghidupi dirinya dan anak-anaknya, sampai mereka kemudian bekerja.

"Kalau dipikirkan malah jadi penyakit," kata Nur.

Setelah menikah, suaminya tidak memberi lagi nafkah.

Dalam Undang-undang Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT), tidak memberikan nafkah pada istri merupakan satu bentuk kekerasan ekonomi.

Meski sudah berpisah, suaminya sesekali bertandang ke rumahnya untuk menemui anak-anak dan empat cucunya.

Nur mengaku tidak terlalu mempedulikan.

Saat ini, ketiga anaknya menikah muda.

Anak pertamanya, perempuan, menikah selepas lulus SMP.

Sementara, anak kedua, laki-laki, dan ketiga, perempuan, menikah selepas lulus SMA.

Ketiganya sudah bekerja.

Yang pertama sebagai penata rias pengantin, yang kedua sebagai satpam, dan si bungsu merupakan buruh pabrik.

Meski dimadu suaminya, Nur tak setuju jika anaknya menikah dengan lebih dari satu orang.

Selain dirinya, Nur mengatakan, banyak perempuan di desa tersebut mengalami nasib sama ketika suami mereka berpoligami.

Asal usul nama jalan

Seorang warga, Mursidan, mengatakan, banyaknya warga yang berpoligami membuat kawasan ini dinamakan Jalan Wayoh oleh warganya.

Dalam bahasa Indonesia, Wayoh artinya bermadu, poligami.

"Bahkan, ada satu warga yang sampai memiliki tiga istri sekaligus."

"Orangnya kayak penjaga tambak tapi istrinya sampai tiga," tutur Mursidan.

Menurut Mursidan, kebanyakan pernikahan poligami itu dilakukan secara siri.

Betapa pun, katanya, praktik itu kini sedikit menurun.

Menurut Tohirin, Kepala Desa Kedung Banteng, praktik itu kebanyakan terjadi sekitar tahun 80-an hingga akhir tahun 90-an.

Dan, istri pertama serta kedua tinggal di kawasan yang sama.

"Cuman beda RT saja," kata dia.

Namun, Tohirin mengatakan, pratik poligami sudah tidak dilakukan generasi yang lebih muda karena laki-laki dan perempuan sudah mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi.

"Kalau sekarang, kebiasaan seperti itu sudah tidak ada lagi, hanya namanya saja yang tetap wayoh," kata dia.

Nama jalan yang tidak berubah itu, dan banyak yang menduga, kawasan ini menyediakan layanan nikah siri.

Beberapa kali Tohirin kedatangan tamu yang bertanya tentang nikah siri itu.

"Karena nama itu, dikira desa kami ini menyediakan layanan nikah siri," tutur dia. (BBC Indonesia)

Sumber: Tribun Solo
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved