November 2017 : BPJS Kesehatan Alami Defisit, 8 Penyakit Kronis Ini Tak Lagi Ditanggung Sepenuhnya !
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menyatakan upaya untuk mengatasi defisit keuangannya melalui cost sharing.
TRIBUNBATAM.ID -- Kanal Kesehatan Tribun Batam merangkum berita terpopuler sepanjang November 2017.
Salah satu berita yang menghebohkan publik adalah pernyataan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang menyatakan upaya untuk mengatasi defisit keuangannya.
Melansir kontan.co.id, Kamis (14/12/2017), BPJS Kesehatan berencana menerapkan keterlibatan peserta untuk melakukan pendanaan biaya perawatan (cost sharing) bagi penyakit yang memerlukan perawatan medis jangka panjang dan berbiaya tinggi (katastropik).
"Pembiayaan perawatan penyakit katastropik selama ini cukup menguras kantong BPJS Kesehatan," ujar Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fahmi Idris.
Baca: Selamat! Selebgram Cantik Ini Lahirkan Anak Pertama, sang Suami sampai Gemetaran!
Dalam keterangannya, BPJS Kesehatan merilis nama-nama penyakit yang akan dikenai pembiayaan dengan skema cost sharing.
Ada total delapan penyakit katastropik tersebut, yaitu :
1. Jantung
2. Gagal ginjal
3. Kanker
5. Sirosis hepatitis
6. Thalasemia
7. Leukimia
8. Hemofilia
4. Stroke
Sepanjang Januari hingga September 2017, terdapat 7,08 juta kasus penyakit jantung dengan total klaim mencapai Rp 6,51 triliun.
Tak hanya itu, sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini, ada 10,80 juta kasus dari delapan penyakit katastropik yang menguras biaya BPJS Kesehatan sebesar Rp 12,29 triliun.
Baca: 13 Wanita Akhirnya Angkat Bicara dan Klaim Telah Jadi Korban Pelecehan Seksual oleh Donald Trump
Jumlah itu setara dengan hampir 20 persen dari total biaya pelayanan kesehatan BPJS Kesehatan hingga September 2017.
Fahmi mengungkapkan, sosialisasi cost sharing ini dilakukan agar masyarakat tidak kaget.
"Namun, saya masih belum merinci porsi pendanaan perawatan (cost sharing) yang akan dibebankan pada peserta BPJS Kesehatan," terang Fahmi.
Ia menambahkan, skema cost sharing ini tak akan berlaku bagi semua peserta BPJS Kesehatan.
"Cost sharing hanya akan berlaku bagi peserta JKN dari golongan mampu atau peserta mandiri.
Upaya BPJS Kesehatan egatasi defisit ini diamini oleh Wakil Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Saleh Partaonan Daulay.
Ia meminta BPJS Kesehatan untuk membuat simulasi terkait kebijakan baru tersebut.
"Kami di DPR meminta agar jangan seluruh biaya perawatan (katastropik) dibayar BPJS semua," katanya.
Selain itu, ada dua berita lain yang populer dari kanal Kesehatan Tribun Batam sepanjang November 2017.
1. Pencegahan Trisomy 13 yang Renggut Nyawa Adam Fabumi
Publik Indonesia masih berduka dengan meninggalnya seorang bayi lucu bernama Adam Fabumi akibat penyakit trisomy 13 yang langka.
Bayi berusia tujuh bulan tersebut mulai dikenal publik sejak ibunya rajin memposting segala hal tentang Adam, termasuk penyakitnya, pada akun Instagram @adamfabumi.
Trisomy 13 atau sering disebut patau syndrome adalah penyakit genetik karena kelainan kromosom ke-13.
Rupanya, penyakit ini dapat dideteksi lebihdini menggunakan noninvasive prenatal testing (NIPT).
NIPT dilakukan dengan mengambil darah dari ibu. Dari sampel darah, dilakukan teknik tertentu untuk mendeteksi fragmen DNA.
"Di darah ada DNA, yaitu materi genetik dari sel manusia. Dalam darah ibu sendiri 10-20 persen fragmen DNA-nya berasal dari bayi dalam kandungan," ujar Klara.
Baca: Bentrok di Ruang Ganti, Mourinho Ribut dengan Ederson, Lukaku Lempar Pelatih City Pakai Botol
"Jadi, dengan NIPT, secara khusus dapat dihitung berapa banyak fragmen DNA yang berasal dari bayi. Fragmen DNA bayi tersebut khas untuk kromosom tertentu (ada polanya) sehingga bisa diketahui jika ada kelainan kromosom," imbuhnya.
NIPT sendiri dapat dilakukan sejak usia kehamilan masih muda.
2. Waspada Wabah Difteri dan Pencegahannya pada Anak-anak
Satu bulan belakangan, Difteri mewabah di Indonesia bahkan Kementerian Kesehatan menetapkan statusnya menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB).
Penyakit mematikan yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium Diptheriae ini telah memakan puluhan korban jiwa setidaknya di 20 provinsi.
"Difteri itu gejalanya radang saluran nafas, ada selaput putih dan gampang berdarah, dan toksinnya itu yang bahaya, bikin kelainan jantung, meninggal," terang Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jose Rizal Latief Batubara.
Difteri menimbulkan gejala dan tanda berupa :
1. Demam yang tidak begitu tinggi, 38ºC
2. Munculnya pseudomembran atau selaput di
tenggorokan yang berwarna putih keabu-abuan yang mudah berdarah
3. Sakit waktu menelan.
4. Kadang-kadang disertai pembesaran kelenjar getah bening leher dan pembengakan jaringan lunak leher yang disebut bullneck.
5. Adakalanya disertai sesak napas dan suara mengorok.
6. Difteri dapat menyerang orang yang tidak mempunyai kekebalan terutama anak-anak.
Difteri sebenarnya merupakan penyakit lama yang sudah ada vaksin penangkalnya yang disebut vaksin DPT.
Idealnya, vaksin ini diberikan minimal tiga kali seumur hidup sejak berusia dua tahun, dan idealnya diberikan setiap 10 tahun. (TRIBUNNEWS.COM/Salma Fenty Irlanda)