2 Tahun Polisi Sembunyikan Kuburan Massal Pengungsi Rohingya di Malaysia. Ada yang Bermain?
Pada Senin (19/12/2017) lalu, keterangan resmi pemerintah Malaysia menyebutkan, ada 139 mayat ditemukan dalam sebuah kuburan massal
TRIBUNBATAM.id, KUALA LUMPUR - Dua tahun lamanya disimpan, bau busuk ratusan mayat pengungsi Rohingya di Malaysia akhirnya terkuak juga.
Kuburan massal di Bukit Wang Burma, Desa Wang Kelian, Perlis, Malaysia menguak sindikat penyelundupan muslim Rohingya.
Pada Senin (19/12/2017) lalu, keterangan resmi pemerintah Malaysia menyebutkan, ada 139 mayat ditemukan dalam sebuah kuburan massal di kawasan hutan tersebut.
Selain itu juga ditemukan 28 tenda yang diduga pernah dijadikan sebagai kamp pengungsi ilegal di kawasan hutan perbatasan Malaysia dan Thailand itu.
Baca: GEMPAR! Ditemukan Kuburan Massal Berisi 139 Mayat Pengungsi Rohingya di Malaysia. Polisi Terlibat
Baca: Tulis Surat untuk Kekasih ketika Perang Dunia II, Pria Ini Terkejut Mengetahui Suratnya Tersesat!
Baca: WOW! Dua Kali Keguguran, Ibu Ini Melahirkan Bayi Kembar Enam. Nama Bayinya Juga Unik-unik
Baca: Dua Pelaku Pembunuhan Brutal di SPBU Johor Dibekuk. Mengejutkan, Pelakunya Muda-mudi
Dari hasil penyelidikan kepolisian Malaysia, kasus ini tidak hanya menyangkut human trafficking, tetapi diduga juga terkait penyiksaan, kejahatan kemanusiaan lain, bahkan pembunuhan.
Pemerintah Malaysia menyebutkan, sindikat itu melibatkan sejumlah warga Malaysia serta 10 warga negara Thailand.
Selain itu, 12 oknum kepolisian juga ditahan karena diduga terlibat dalam kasus ini dan kemungkinan juga ada okinum dari lembaga lain yang terlibat.
Kasus ini semakin heboh karena ada upaya sistematis untuk menghilangkan jejak dan mengaburkan fakta sebenarnya.
Dari hasil investigasi New Straits Times (NST) yang dirilis, Rabu (20/12/2017), kamp ini sudah ada sejak 2013.
Kepolisian sudah menemukan kamp beserta kuburan massal itu pada Januari 2015, termasuk kuburan massal karena ada penggerebekan oleh pasukan khusus Malaysia, General Operations Force (GOF).
Operasi tersebut dipimpin oleh ASP JK yang hingga saat ini tidak pernah diungkap keberadaan dan statusnya oleh polisi Malaysia.
Dalam operasi tersebut, tim dan menahan 38 korban perdagangan manusia (22 orang Bangladesh dan 16 Myanmar).
Sementara, puluhan orang lainnya dilaporkan melarikan diri ke hutan.
Anehnya, kasus ini didiamkan begitu saja, termasuk kepolisian Perlis yang juga mengetahui penggerebekan itu, membiarkan selama setenah tahun.
NST menyebutkan bahwa ada enam kemah berukuran 30 x30 meter yang berisi puluhan pria dan wanita yang dijaga oleh kelompok orang bersenjata senapan otomatis M-16.
Orang-orang bersenjata itu juga melakukan patroli keliling di sekitar perkemahan.
Pihak NST mengetahui adanya penemuan kamp dan kuburan itu karena wartawannya ikut dalam sebuah operasi penangkapan lima “penjaga kamp” di Bukit Genting Perah pada bulan Maret yang merupakan kamp perdagangan manusia terbesar di kawasan tersebut.
Polisi menceritakan bahwa ada kampa lainnya di kawasan Wang Kelian.
Ke lima orang asing ini kemudian ditahan oleh kepolisian Perlius, namun tidak pernah dipublikasikan.
Status ke lima orang ini juga tidak diketahui.
Ketika dikonfirmasi media terseburt, pihak kepolisian berdalih, kemungkinan mereka hanya dikenakan melanggar ketentuan imigrasi.
Bahkan, ada perintah untuk anggota kepolisian Perlis untuk memusnahkan kamp tersebut sebelum adanya penyelidikan forensik terkait temuan kamp serta kuburan massal.
Hanya saja, tidak semua bisa dimusnahkan. Hanya pos penjaga serta merusak kemah-kemah, bukan menghancurkan seluruhnya.
Kasus ini baru terkuak dua tahun kemudian, tepatnya 1 Mei 2017.
Itupun setelah kepolisian Thailand menangkap tiga perampok yang ternyata terlibat dalam kasus penyelundupan pengungsi Rohingya.
Di wilayah Songkhla, kepolisian negara itu menemukan dua kuburan berisi 60 mayat, sehingga kasus yang selama ini ditutupi oleh pihak-pihak terkait Malaysia akhirnya terbongkar.
Tiga minggu kemudian, tepatnya 23 Mei 2017, kamp itu pun ditemukan di wilayah Malaysia, termasuk kuburan berisi 30 mayat.
Blunder ini semakin menggelinding seperti bola salju karena ditemukan berbagai kejanggalan, termasuk menutupi fakta bahwa kamp itu sebenarnya sudah ditemukan pada Januari 2015, bukan Mei 2017, seperti keterangan resmi.
Setelah kasus ini menjadi ramai, barulah kepolisian serius melakukan penyelidikan dan mengisolasi kamp tersebut.
Kuburan demi kuburan terus ditemukan dan hasilnya sangat mengejutkan. Ada 139 mayat yang ditemukan.
Kuala Lumpur akhirnya mengakui, ada 12 oknum polisi yang terlibat, delapan orsang diduga menerima suap dan ditahan oleh lembaga antikorupsi Malaysia, SPRM.
Sedangkan empat lainnya ditahan oleh polisi Malaysia.
Namun, hingga saat ini, yang menjadi pertanyaan besar, kenapa kasus ini disembunyikan hingga dua tahun lebih?
“Kita tidak akan pernah tahu berapa banyak nyawa yang tidak bersalah bisa diselamatkan jika mereka telah bertindak sebelumnya,” demikian koran itu menyesalkan.
Tentu saja kasus ini menampar pemerintahan Malaysia yang selama ini dikenal sangat peduli dengan kejahatan kemanusiaan di Rakhine, Myanmar.
Wakil Menteri Dalam Negeri Malaysia, Datuk Seri Dr Wan Junaidi Tuanku Jaafar mengatakan, kasus ini masih dalam penyelidikan, termasuk mengungkap kemungkinan adanya pihak yang terlibat.
"Kita akan selidiki semua pihak, termasuk Unit Pencegahan Penyeludupan (UPP), Imigrasi serta lembaga-lembaga lainnya di Perlis,” katanya seperti dilansir Kantor Berita Bernama
Menurut anggota forensik kepolisian Malaysia, kawasan kamp pengungsian itu sulit ditemnpuh dari Malaysia karena medannya cukup curam, namun mudah diakses dari Thailand.
"Untuk sampai ke tempat itu, kita perlukan sekurang-kurangnya tiga jam berjalan kaki. Di sebelah Malaysia sangat curam tetapi mudah diakses dari Thailand. Mungkin ini antara sebab sindiket ini memilih kawasan berkenaan," katanya seperti dilansir Berita Harian.
Kepala kepolisian Malaysia, Tan Sri Khalid Abu Bakar mengatakan Senin lalu bahwa jumlah mayat seluruhnya 139 orang dalam kawasan seluas 11 kilometer persegi di Gunung Perlis, Wang Kelian, Perlis.
