8 Fakta Pembobolan Data Facebook. Cambridge Analytica Juga Punya Klien Politisi Indonesia. Siapa?
Tidak hanya Trump, Cambridge Analytica disebut-sebut berperan dalam referendum Brexit, saat Inggris memutuskan keluar dari Uni Eropa
TRIBUNBATAM.ID - Cambridge Analytica dan Facebook berada di tengah badai media setelah operasi pembobolan 50 juta data media sosial untuk kepentingan pilpres Donald Trump.
Perusahaan konsultan politik yang berbasis di London ini dituduh menggunakan data pribadi secara ilegal.
Tidak hanya Donald Trump, perusahaan ini disebut-sebut berperan dalam isu referendum Brexit Inggris, saat negara itu memutuskan keluar dari Uni Eropa.
Kedua perusahaan tersebut membantah melakukan kesalahan, namun secara tersira, boss Facebook Marc Zuckenberg mengakui adanya “kesalahan” dan menjanjikan tidak akan terjadi lagi.
1. Terjebak Penyamaran Wartawan
Channel 4 News Inggris, Senin lalu, mengungkapkan, bagaimana para eksekutif senior di Cambridge Analytica, termasuk CEO-nya Alexander Nix, membongkar cara kerja perusahaannya dalam memperoleh data dan mempengaruhi calon politisi yang menjadi sasaran.
Alexander Nix, CEO Cambridge Analytica, diskors pada hari Selasa menyusul investigasi Channel 4 News tersebut.
Namun, perusahaan ini mengatakan bahwa komentar Nix baru-baru ini lain tidak mewakili perusahaan.
Cambridge Analytica mengatakan akan melanjutkan untuk melakukan penyelidikan penuh dan independen menyusul beruta tersebut, demikian dalih.
Reporter Chanel 4 menyamar sebagai perwakilan dari keluarga kaya Sri Lanka yang ingin mendapatkan kedudukan politik.
Para eksekutif Cambridge Analytica yang tak tahu direkam, akhirnya membeberkan beberapa taktik yang bisa mereka gunakan.
2. Suap dan Perempuan
Selain tindakan ilegal pembocoran data, Cambridge Analytica juga menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan klien.
Mulai dari mempekerjakan mantan mata-mata dan pensiunan intel, membayar suap, bahkan menyiapkan pekerja seks Ukraina untuk mempengaruhi dan politisi kuat di seluruh dunia .
3. Dari data ke kotak suara
Investigasi Channel 4 News ini menyusul berita New York Times dan surat kabar Inggris The Observer, akhir pekan lalu.

Laporan tersebut berusaha untuk menguraikan bagaimana data jutaan profil Facebook akhirnya sampai kepada Cambridge Analytica.
Akademisi Aleksandr Kogan dan perusahaannya Global Science Research menciptakan aplikasi bernama "thisisyourdigitallife" pada tahun 2014.
Para pemilik akun dibayar untuk melakukan tes psikologi dan aplikasi ini kemudian mengumpulkan data, termasuk data orang-orang yang berteman dengannya di Facebook.
Dengan cara ini, 50 juta profil Facebook ditambang, sehingga memungknkan Cambridge Analytica, membangun perangkat lunak untuk membantu mempengaruhi pemilih dalam pemilu saat berada di kotak suara.
Informasi ini dibocorkan oleh Christopher Wylie yang bekerja di perusahaan tersebut.
Wylie mengklaim bahwa data yang dijual ke Cambridge Analytica kemudian digunakan untuk mengembangkan profil "psikografis" orang dan memberikan materi Pro-Trump kepada mereka secara online.
Cambridge Analytica membantah semua data ini digunakan sehubungan dengan kampanye Trump.
4. Facebook tertipu?
Baca: Merugi Rp 67 T Sehari, Borok Facebook Terbuka! Zuckerberg Akhirnya Blak-blakan Menjawab Tudingan!

Facebook telah mengatakan bahwa data tersebut diperoleh oleh Cambridge Analytica secara sah, ia mengklaim bahwa Kogan "berbohong" terhadap platform media sosial.
Kendati demikian, Marc Zuckerberg mengakui terjadi 'kesalahan' dan bersumpah memperbaikinya
Facebook melarang aplikasi buatan Kogan pada 2015 dan memerintahkan semua pihak yang telah ia berikan data, termasuk konsultan, dan diminta untuk menghapusnya.
Laporan terbaru menunjukkan bahwa data ini ternyata tidak dihapuskan.
"Perusahaan sangat marah sehingga kami tertipu. Kami berkomitmen untuk menegakkan kebijakan kami dengan ketat untuk melindungi informasi orang dan akan mengambil langkah apa pun yang diperlukan untuk melihat hal ini terjadi," kata Facebook dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan, Selasa.
Raksasa media sosial itu menambahkan eksekutif seniornya akan terus "bekerja sepanjang waktu untuk mendapatkan semua fakta."
CEO Mark Zuckerberg dan Chief Operating Officer Sheryl Sandberg akan berbagi lebih banyak lagi di komite kongres, minggu ini.
Senator AS telah mendesak bos Facebook Mark Zuckerberg untuk bersaksi di hadapan Kongres tentang bagaimana raksasa media sosial akan melindungi penggunanya.
Sementara itu, di Inggris, Zuckerberg telah dipanggil oleh ketua komite parlemen untuk menjelaskan "kegagalan katastrofik" kepada anggota parlemen.
5. Malaysia dan Indonesia
Kisah ini penting karena cara data yang dipanen mungkin telah digunakan.
Hal itu diduga digunakan untuk mengarahkan pesan-pesan kampanye politik yang didukung oleh Cambridge Analytica, terutama kemenangan pemilihan Trump dan Brexit.
Baca: Adakah dari Indonesia? Kominfo Hubungi Facebook Soal Data 50 Juta Pengguna Dicuri untuk Pilpres
Ternyata, Cambridge Analytiuca tidak hanya beraksi di Amerika Serikat, tetapi juga disejumlah negara.
Salah satu yang terungkap adalah bagaimana Barisan Nasional memenangkan Pemliu di Kedah, basis oposisi. Perusahaan ini juga menyewa sebuah rumah untuk kantor operasi di Damansara, kota pinggiran Kuala Lumpur.
Bahka disebutka, Cambridge Analytica ini juga melakukan hal yang sama di Indonesia, Italia, Kenya, Afrika Selatan, Kolombia, Brasil dan sejumlah negara lain, tetapi belum ada penjelasan rinci soal hal ini.
6. Bertemu Trump Berkali-kali

Investigasi Channel 4 News menampilkan cuplikan pernyataan Nix dari Cambridge Analytica yang mengklaim telah bertemu dengan Trump "berkali-kali" dan bahwa perusahaan tersebut sebagian besar bertanggung jawab atas sejumlah besar kegiatan kampanye Trump pada tahun 2016.
"Kami melakukan semua penelitian, semua data, semua analitik, semua penargetan ... Kami menjalankan semua kampanye digital, kampanye televisi, dan data kami menginformasikan semua strategi," katanya.
7. Aplikasi Kogan

Menurut New York Times dan Inggris Observer, Cambridge Analytica mencuri informasi dari 50 juta profil pengguna Facebook yang membantu mereka merancang perangkat lunak untuk memprediksi dan mempengaruhi pilihan pemilih di kotak suara.
Psikolog Universitas Cambridge Aleksandr Kogan menciptakan aplikasi tes prediksi kepribadian, thisisyourdigitallife, yang diunduh oleh 270 ribu orang.
Selain aplikasi-aplikasi berbentuk kuis dan permainan yang lucu, juga mengamati konten yang di-like netizen.
Alat tersebut kemudian mengelompokkan psikologi netizen sesuai dengan alamat netizen, umur, profil serta kecenderungan psikologis yang kemudian diteruskan ke SCL dan Cambridge Analytica.
The Observer melaporkan bahwa aplikasi ini juga “membayar” pemilik akun Facebook untuk menceritakan profil teman-teman Facebook-nya.
8. Siapa Cukong dan Sutradaranya?

Salah satu sosok di belakang penggunaan Cambridge Analytica ini untuk Donald Trump adalah miliarder Robert Mercer, donatur terbesar Partai Republik. Mercer kabarnya menggelontorkan hingga 15 juta dolar untuk operasi senyap ini.
Pengamat mengatakan, pasukan hantu ini dipimpin oleh Steve Bannon, penasihat penting Trump yang dipecat pada musim panas lalu.
Dari berbagai sumber