Pemerintah Targetkan 5 KEK di Batam. Darmin: Mau Tetap FTZ Silakan, Tapi Jangan Cemburu Ya

Kalau di FTZ, seluruh barang yang keluar dari FTZ dihitung sebagai produk ekspor dan jika masuk ke Indonesia digolongkan sebagai impor

Penulis: Dewi Haryati |
Diskusi Publik pengembangan industri beroriantasi ekspor di Hotel Radisson Batam, Jumat (13/4/2018) 

Laporan Tribunnews Batam Dewi Haryati

TRIBUNBATAM.id, BATAM - Pemerintah menargetkan, di Kota Batam setidaknya ada lima Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), yang diharapkan menjadi stimulus pertumbuhan ekonomi di kota ini.

Bahkan, dari lima tersebut, Menko Perekonomian Darmin Nasution menargetkan Juli mendatang sudah ada wilayah Batam yang beralih dari Free Trade Zone (FTZ) menjadi KEK.

Hal ini disampaikannya saat menjadi pembicara dalam diskusi publik, Jumat (13/4/2018) di Hotel Radisson Batam.

"Kita coba cari jalan yang simpel. Mulai dari zona mana yang paling siap. Maksimal tiga bulan sudah ada zona tertentu di wilayah Batam yang jadi KEK. Satu dulu, baru nanti buat lagi," kata Darmin.

Diskusi publik tersebut merupakan rangkaian acara Rapat Koordinasi Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Bank Indonesia,

Acara yang digelar Bank Indonesia dan Kantor Menko Perekonomian itu dihadiri oleh Menko Perekonomian Darmin Nasution, Gubernur BI Agus Martowardojo, Menteri Perdagangan Enggatiasto Lukita dan Menteri perindustrian Airlangga Hartarto.

Juga hadir Gubernur Kepri Nurdin Basirun dan Kepala BP Batam Lukita Dinarsyah Tuwo dan Wakil Walikota Batam Amsakar Achmad.

Dari hasil identifikasi sementara, Darmin menyebut ada lima zona yang bisa dikembangkan menjadi KEK di Batam namun tidak dirinci lima kawasan tersebut.

Jumlah itu, kata Darmin, bisa berubah. "Tunggu saja, yang pertama akan segera diresmikan," ujarnya.

Kemudian secara bertahap, lanjut Darmin, nantinya seluruh wilayah Batam akan menjadi KEK.

Jika status FTZ sudah berubah menjadi KEK, maka BP Batam akan dibubarkan, yang ada adalah Badan Pengelola KEK Batam di bawah administrasi pemprov Kepri atau Pemko Batam.

Sebelumnya, Kepala BP Batam, Lukita Dinarsyah Tuwo mengatakan, kawasan Nongsa Digital Park paling siap menjadi KEK.

Fasilitas lebih baik

Kepada para pengusaha yang hadir dalam diskusi publik tersebut, Darmin meyakinkan bahwa fasilitas KEK lebih baik dibandingkan FTZ.

Begitu juga peluang untuk mengundang investor yang bergerak di bidang industri berteknologi tinggi akan lebih besar.

Dengan begitu diharapkan Batam bisa lebih bersaing di dunia internasional.

Hanya saja, status KEK ini masih menimbulkan keraguan kalangan dunia usaha.

Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Batam, Jadi Rajagukguk justru menilai Batam tetap berstatus FTZ.

Baca: Menko Darmin Ingin Juli Ini Sudah Ada KEK di Batam: Kalau KEK Jalan, Tak Ada Lagi BP Batam

Itu mengingat status FTZ Batam yang semula ditetapkan selama 70 tahun, sebagaimana undang-undang FTZ Batam, baru dijalankan sekitar 12 tahun. Masih ada sisa waktu 58 tahun.

"Lagipula jika dijadikan KEK, relokasinya pakai biaya siapa? Itu bisa sampai Rp 7 triliun. Kalau Tanjung Sauh atau Relang dimungkinkan jadi KEK," kata Jadi.

Menjawab pertanyaan ini, Darmin mengatakan, pihaknya tak mewajibkan kawasan industri di Batam berubah menjadi KEK.

Jika tetap mau bertahan sebagai kawasan industri, disilakan saja.

"Tapi jangan cemburu kalau fasilitas KEK jadi lebih bagus. Karena di FTZ tak ada jalan masuk barang ke dalam negeri,' Sementara barang-barang dari Singapura, Malaysia, Thailand bisa masuk ke Indonesia dengan fasilitas pajak yang lebih rendah kalau lokal kontennya terpenuhi," kata Darmin.

"Kalau Anda di FTZ, barang wajib diekspor dan seluruh barang yang keluar dari FTZ dihitung sebagai produk ekspor dan jika masuk ke wilayah lain dikenakan biaya impor. Itu yang membuat FTZ jadi tak menarik. Masa barang dari Singapura boleh, (barang) dari Indonesia justru tak boleh. Makanya lebih bagus diubah jadi KEK," sambungnya.

Dikatakan, jika di FTZ ada fasilitas bebas PPN dan bea masuk. Di KEK pun begitu, tak bayar pajak jika kegiatannya sama.

Kelebihannya, produk-produk yang keluar dari KEK bisa dipasarkan di Indonesia dan mendapat fasilitas yang sama dengan negara lain.

Bahkan, jika produk KEK asal Batam memenuhi konten lokal, berbagai fasilitas perpajakan dan biaya masuk juga akan dinikmati oleh pengusaha.

"Coba dibanding-bandingkanlah dulu. Kita tak aka memaksa seluruh FTZ Batam akan jadi KEK. Kalau tetap ingin di luara KEK silakan saja," kata Darmin.

Di satu sisi, bagi industri yang ingin memasarkan produk di Indonesia, KEK memang lebih menggiurkan, terutama industri yang bisa memenuhi konten lokal.

Infrastruktur yang lebih baik di Batam akan memudahkan barang masuk dan mereka bisa melakukan penetrasi pasar di Indonesia.

Selama ini, status FTZ memang sering dikeluhkan oleh banyak industri, seperti industri migas dan penunjang migas bahkan perkapalan.

Sebab, produksi dari Batam untuk kebutuhan nasional, tetap dikenakan bea masuk karena dihitung saebagai produk impor.

Begitu juga beberapa produk elektronik yang diproduksi di Batam, juga tidak bisa dipasarkan langsung ke Indonesia. Padahal, sudah ada beberapa produk elektronik yang diproduksi di Indonesia.

Misalnya, smartphone Xiomi, produksi dan distribusi untuk pasar Indonesia dipegang oleh PT Sat Nusapersada Tbk, tetapi tetap berstatus produk impor.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved