Tausiah Ramadan
Etika Bertetangga Umat Islam
Seorang manusia tidak bisa hidup dalam kemandirian mutlak yang tidak memerlukan bantuan orang lain
Pesan hadits ini menekankan soal bertetangga sangat tinggi kedudukannya hingga disejajarkan keimanan seseorang terhadap Allah dan hari akhir.
Artinya barangsiapa yang tidak memuliakan (berbuat baik) terhadap tetangganya, maka ia dikategorikan sebagai orang yang tidak beriman terhadap Allah dan hari akhir.
Kedua, memelihara hak tetangga, khususnya yang paling dekat. Betapa Rasulullah mewanti-wanti agar benar-benar baik sesama tetangga yang paling dekat. Minimal dengan lingkungan kompleks rumah.
Pernah suatu kali Aisyah ra bertanya: Ya Rasulullah, aku memiliki dua tetangga, manakah yang aku beri hadiah? Rasulullah menjawab: "Yang pintunya paling dekat dengan rumahmu (HR. Bukhari, Ahmad dan Abu Dawud).
Jelaslah tetangga yang paling dekat lebih berhak didahulukan daripada tetangga yang letak rumahnya jauh. Tetangga yang paling dekat akan menjadi orang pertama yang menolong di saat kita terkena musibah.
Ketiga, tidak mengganggu ketenangan. Karena posisinya saling berdekatan, sementara masing-masing memiliki hak hidup, maka harus saling mengerti satu sama lain.
Terlarang bagi seorang mukmin mengganggu ketenangan tetangganya. Larangan keras ini ditemukan dalam hadis dari Abu Hurairah, di mana Rasulullah berkata:
Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah dia mengganggu tetangganya.
Jika kita ikuti berita di media, banyak orang bertangga justru bertengkar soal-soal sepele, misalnya kenakalan anak, rebutan akses jalan, atau soal perilaku keseharian dalam berbusana, atau menggunakan alat elektronik. Jelas ini melanggar fatsun bertetangga yang harus dihindari.
Keempat, saling menasihati dalam kebaikan. Karena hidup bersama dalam lingkup dekat, kenal dan sering bertemu, maka disarankan saling menasihati dalam kebaikan dan mencegah dalam keburukan.
Nabi bersabda: Agama itu nasihat. Kami (para sahabat) bertanya: "Untuk siapa wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: Untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin dan seluruh kaum muslimin. (HR. Muslim, Abu Dawud, Ahmad dan Nasa'i).
Karena itu, sampaikanlah nasihat-nasihat baik dengan cara hikmah, di antaranya dengan tidak menyebut orang yang dituju dan dengan tidak dilakukan secara kesombongan, apalagi dengan merasa lebih hebat darinya.
Kelima, saling berbagi makanan. Apalagi dalam satu flat yang sering tahu apa yang masing-masing dimasak. Rasulullah saw bersabda: Wahai Abu Dzar, apabila kamu memasak sayur maka perbanyaklah airnya dan berilah tetanggamu". (HR. Muslim).
Dengan saling berbagi makanan atau oleh-oleh akan meningkatkan kedekatan sesama.
Keenam, tidak saling cari kesalahan. Perilaku ini sering muncul saat diantara mereka ada rasa iri hati dengan banyak hal. Seharusnya, daripada mencari-cari kesalahan tetangga lebih baik kita mencari-cari kesalahan diri sendiri. Kemudian kesalahan demi kesalahan pribadi tersebut sedikit demi sedikit diperbaiki hingga menjadi manusia yang lebih baik lagi.