Batam Terkini

Peleburan BP Batam Memantik Polemik: Ini Fakta-fakta yang Menyeruak

Berbagai elemen atau stakeholders melontarkan argumennya sesuai kompetensinya. Pro dan kontra, bahkan berbagai sinyalemen muncul.

Penulis: Dewi Haryati |
Ilham Rian Pratama/Tribunnews.com
Komisioner Ombudsman RI La Ode Ida 

TRIBUNBATAM.ID - Peleburan BP Batam atau rencana pelimpahan kepemimpinan BP Batam menjadi ex-officio Walikota Batam memantik polemik panjang.

Berbagai perspektif muncuat menanggapi rencana peleburan BP Batam sebagaimana yang disampaikan Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Darmin Nasution dalam Rapat Terbatas (Ratas) pada 12 Desember 2018 lalu di Kantor Presiden.

Berbagai elemen atau stakeholders melontarkan argumennya sesuai kompetensinya. Pro dan kontra, bahkan berbagai sinyalemen muncul.

Ada yang beralasan karena pertumbuhan ekonomi, ada yang mempertanyakan legalitas perundang-undangannya, ada yang mempertanyakan kemamfaatannya, bahkan ada yang menafsirkan ke ranah politik, hingga kecurigaan ada skandal besar.

Baca: Ucapan Selamat Natal dan Tahun Baru 2019, Contek 15 Ide Ini

Baca: Dampak Perubahan Kepala BP Batam Ex-Officio Wali Kota, Proyek Jangka Panjang Ditunda

Baca: 7 Berita Terkait Kabar BP Batam Mau Dibubarkan. Pernyataan Darmin Hingga Reaksi Gubernur Kepri

Berikut fakta-fakta yang terungkap seiring bergulirnya polemik tentang rencana peleburan kepemimpinan BP Batam menjadi ex-officio Walikota Batam.

1. Curigai Menko yang Terkesan Terburu-buru

Keputusan untuk meleburkan kepemimpinan Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) dengan Pemerintah Kota Batam serta menjadikan Walikota Batam sebagai pimpinan BP Batam bisa berpotensi blunder bagi pemerintahan Jokowi-JK.

Peleburan ini disebut Menko Perekonomian-- sebagaimana hasil rapat terbatas, sebagai langkah untuk menghilangkan dualisme yang selama ini ada di Batam.

Namun, keputusan tersebut dinilai lebih banyak bermuatan kepentingan politik.

Politisi Partai PDI-P Anton mengatakan, ada beberapa persoalan yang harus ditarik mengenai Batam saat ini. Terlebih keputusan tersebut dinilai diambil dengan kesan yang buru-buru.

"Pertama, ada gak permainan politik dibalik itu? karena ada kecurigaan kenapa ini harus cepat-cepat diputuskan? ini persoalan besar dan anggaran yang besar," kata Anton dalam diskusi bertajuk "Batam Mau Diapain?" di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (22/12/2018).

Menurutnya, peleburan tersebut jika tidak disertai runtutan penyelesaian aturan birokrasi yang jelas, maka akan menghancurkan sebuah visi besar yaitu menjadikan Batam sebagai pusat investasi dan industri seperti Singapura.

Ia menambahkan, bukan tidak mungkin keputusan tersebut bisa menjadi bumerang bagi Jokowi di tahun politik ini.

"Kalau ini nanti digoreng pihak lawan, berpotensi blunder ya. Kita khawatir, jangan sampai jadi satu skandal yang besar dan ini harus dibuka harus dipahami dan diputuskan itu kalau bisa setelah pilpres," katanya.

2. Sudah 89 Kali PP Dibahas Tetap Nihil

Komisioner Ombudsman RI La Ode Ida menjelaskan, masalah utama dari polemik ini sebenarnya ada karena belum adanya Peraturan Pemeritah (PP) yang merupakan turunan dari UU 53/99 tentang Pembentukan Pemerintah Kota Batam.

"Sampai sekarang itu belum terbentuk PP itu. Konon sudah dibahas hampir 100 kali, 89 kali tepatnya PP dibahas tapi tidak berhasil. Mengapa, bagaimana perkembangan sebetulnya kita belum tahu," jelas Ida dalam diskusi bertajuk "Batam Mau Diapain?" di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (22/12/2018).

Menurut Ida, hubungan antara BP Batam dan pemeritah daerah harusnya diatur dalam PP tersebut.

Tapi yang pasti, lanjutnya, dalam kajian dan investigasi Ombudsman tahun 2016 lalu, sesungguhnya tidak ada dualisme yang terjadi.

Yang terjadi hanyalah Pemeritah Kota Batam yang mau mengatur BP Batam.

"Padahal BP Batam sudah punya rujukan atau aturan sendiri sebagai pemegang mandat untuk pengusahaan lahan di Batam untuk pengusahaan wilayah perdagangan bebas di Batam. Pak Habibie lah yang berjasa pada waktu itu. Nah ini tidak kunjung berakhir, makanya disebut dualisme. Kita turun ke lapangan, tidak ada sebenarnya dualisme itu," tutur La Ode.

3. DPR-RI Lintas Partai Bereaksi

Komisi VI DPR RI meminta pemerintah untuk membatalkan rencana peleburan Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) dengan Pemerintah Kota Batam.

Jika pemerintah berkeras untuk melebur BP Batam, hal tersebut dinilai melanggar Undang undang nomor 23 tentang Pemerintahan yang melarang wali kota merangkap jabatan.

Selain itu ada juga Undang-undang nomor 53 tahun 1999 yang dengan jelas membagi wewenang dua lembaga tersebut.

Hal ini diungkapkan oleh anggota komisi VI DPR RI, Bowo Sidiq melalui siaran persnya, Sabtu (22/12/2018).

Anggota fraksi partai Golkar ini meminta pemerintah untuk duduk bersama dengan DPR RI dalam mengambil keputusan terkait BP Batam. Karena undang undang menyebut BP Batam di kelola oleh lembaga setingkat menteri yang menjadi mitra di komisi VI.

Lebih lanjut Bowo Sidiq menduga ada ketidakpuasan dari pihak pemerintah daerah terhadap kewenangan yang dimiliki oleh BP Batam sehingga terjadi gesekan antara BP Batam dan Walikota Batam.

"Sebagai mitra koalisi, kami mengingatkan pemerintah untuk tidak melanggar undang-undang. Sebaiknya pemerintah duduk bersama dengan DPR RI mengevaluasi semua permasalahan terkait Batam sehingga senua keputusan yang diambil tidak menabrak undang-undang," ujarnya.

Bowo juga mengapresiasi kinerja yang telah dilakukan BP Batam di bawah kepemimpinan kepala BP Batam, Lukita Dinarsyah Tuwo yang dianggap telah memimpin BP Batam dan menjalin komunikasi yang baik dengan pihak Pemkot Batam.

Hal senada juga diungkapkan oleh anggota komisi VI, Bambang Haryo. Poltisi partai Gerindra ini mencurigai adanya kepentingan pemerintah yang tidak diakomodir oleh BP Batam, sehingga pemerintah berencana mengeluarkan sebuah keputusan yang bertentangan dengan undang-undang.

Keputusan untuk melebur BP Batam dengan Pemerintah Kota Batam, menurut Bambang merugikan daya saing bangsa Indonesia dalam dunia industri dan perdagangan.

Apalagi ditahun 2020 penerapan Kawasan Ekonomi Khusus sudah diterapkan. Bambang berharap BP Batam dapat kembali ke khitahnya untuk menjadi kawasan perindustrian dan perdagangan yang terintegrasi, sehingga mampu menyaingi Singapura.

4. Interest personal tak terelakkan di Batam

Pada Jumat (21/12/2018) Kadin Batam menggelar Rapat Koordinasi dengan mengangkat tema “Menolak Ex-officio Sebagai Solusi Dualisme Tata Kelola Kewenangan Pembangunan Batam” di Hotel Aston, Batam.

Hanya saja tema itu sempat dipertanyakan seorang peserta, karena terkesan subjektif bahkan politis.

Ketua Kadin Batam, Jadi Rajagukguk mengatakan, soal tema yang diangkat, bukan berarti menolak orangnya (wali kota ex-officio kepala BP Batam). Tetapi lebih ke soal struktur organisasi di Dewan Kawasan.

Di Kepri, ada tiga pejabat yang menjadi anggota dewan kawasan. Pertama Gubernur Kepri, kedua Ketua DPRD Kepri dan ketiga Wali Kota Batam.

"Pemilihan pimpinan BP saat ini, apa mereka dilibatkan juga? Ini yang perlu diluruskan," kata Jadi.

Ia mengaku tak punya kepentingan apa-apa di balik tema rakor yang diangkat. Tujuannya hanya satu, supaya ke depan Batam lebih baik untuk kesejahteraan masyarakatnya.

Pada kesempatan itu, Jadi juga bercerita soal pertemuannya dengan Kepala BP Batam, Lukita Dinarsyah Tuwo, pasca rapat terbatas di Istana Negara, Rabu (12/12/2018) lalu.

"Kalau saya tak dibutuhkan lagi (sebagai Kepala BP Batam), saya siap. Tapi ada hal yang perlu diluruskan," kata Jadi menirukan ucapan Lukita.

Ini berkaitan dengan kegiatan yang digelar BP Batam, selama kurang lebih 1 tahun kepemimpinan Lukita, dan deputi lainnya. Dikatakan, kondisi saat ini memang tidak memungkinkan. Apalagi dengan pengaruh ekonomi dunia.

"Tapi paling tidak, ekonomi kerakyatan tetap berjalan. Anggaran yang ada di BP itulah yang digunakan," ujarnya.

Kegiatan ekonomi kerakyatan ini, menurut Jadi, nyatanya berhasil. Banyak kegiatan usaha kecil menengah yang bangkit dan menjalankan usahanya.

"Satu hari saja penghasilan mereka bisa Rp 3 juta sampai Rp 5 juta. Memang kegiatan Batam Menari juga tak sepenuhnya benar. Tapi kegiatan seperti ini bisa memberikan suplemen ke masyarakat untuk membangun ekonomi kerakyatan," kata Jadi.

5. Rentan ada judicial review

Ketua Dewan Pakar Hukum Kadin Batam, Ampuan Situmeang mengatakan, sengaja dipilih tema itu agar jangan sampai kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintah pusat nantinya berbenturan dengan regulasi yang sudah ada.

Sebab, lagi-lagi Batam dan masyarakat Batam yang harus menanggung dampaknya.

"Kenapa menolak ex-officio. Karena wali kota ini juga ex-officio anggota dewan kawasan. Yang mengangkat pimpinan BP Batam--dewan kawasan. Bagaimana dewan kawasan mengangkat dirinya sendiri? Seperti apa regulasinya?," kata Ampuan.

Ampuan mewanti-wanti, agar jangan sampai rencana peraturan pemerintah yang sedang digodok saat ini mentah. Melainkan diharapkan bisa berjalan.

"Jangan sampai regulasi yang dibuat itu, diuji (materiil) lagi. Sekarang banyak produk undang-undang yang diuji lagi. Di sinilah fungsi Kadin. Karena pemerintah juga butuh pendapat dari kita," ujarnya.

Lepas dari itu, Ampuan sepakat dengan usul agar peran kedua lembaga--BP Batam dan Pemko Batam harus diperkuat. Dengan begitu diharapkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) juga mengucur untuk Batam.

Sehingga kegiatan pembangunan Batam bisa lebih maju lagi. Tidak hanya bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Mengingat sumber anggaran di BP Batam berasal dari APBN.

"Untuk regulasi ini, kita lihatlah ex-officio nya bagaimana. Apa struktur anggota dewan kawasannya diubah dulu? Karena pengawas BP kan dewan kawasan. Wali kota, juga anggota dewan kawasan. Kalau diubah, mau tak mau harus undang antar departemen," kata Ampuan. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved