Kopassus Pernah Kolaborasi Dengan 3 Jawara saat Misi Penyelamatan di Papua, Untuk Tangkal Ilmu Gaib

Kopassus merupakan salah satu Prajurit elit kepunyaan Indonesia. Kolaborasi Kopassus dengan warga sipil atau rakyat biasa dalam menyelesaikan sebuah

Editor: Eko Setiawan
Kolase/TribunJambi.com/Imgrum
Ilustrasi: 3 Pendekar Pernah Bantu Kopassus dalam Misi Penyelamatan di Papua 

TRIBUNBATAM.id - Kopassus merupakan salah satu Prajurit elit kepunyaan Indonesia.

 Kolaborasi Kopassus dengan warga sipil atau rakyat biasa dalam menyelesaikan sebuah misi, sempat terjadi saat tiga pendekar ikut dalam sebuah misi penyelamatan

Dilansir dari buku 'The Politics of Inner Power: The Pratice of Pencak Silat in West Java' karya Ian Douglas Wilson, Kopassus saat itu tengah ditugaskan untuk menyelamatkan sandera di Desa Mapenduma, Kecamatan Tiom, Kabupaten Jayawijaya, Papua.

Siapa sangka, di antara sepasukan Kopassus itu terdapat tiga orang sipil menjadi ujung tombak operasi pembebasan sandera.

Ariel Noah Perlihatkan Foto Alleia Anata Irham Saat Ski di Jepang, Sosok Baju Merah Curi Perhatian

Nasib Tiga Pemain Indonesia di Luar Negeri Jelang Kualifikasi Piala Asia U23, Dipanggil atau Tidak?

Cabuli Keponakan Selama 2 Tahun Suparman Beralasan Karena Istrinya Sakit dan Gak Bisa Layani Dirinya

Info Lelang Kantor Wilayah DJBC Khusus Kepulauan Riau 28 Februari 2019

Mereka adalah H Tubagus Zaini, Tubagus Yuhyi Andawi, dan Sayid Ubaydillah Al-Mahdaly merupakan pendekar asal Banten.

Ketiga jawara pemilik ilmu adikodrati tersebut, dianggap berguna untuk menghalau serangan ilmu hitam pihak musuh.

Kolaborasi itu nampak kompak dipertunjukkan keduanya, Kopassus yang lihai dalam penggunaan senjata api, sang jawara Banten pun memainkan golok tajamnya.

“Waktu itu kami diminta membantu. Tugas kami memberikan perlindungan spiritual para anggota pasukan. Termasuk menangkal ilmu gaib yang mungkin dipakai para penyandera,” ungkap Sayid Ubaydillah

Kopassus kala itu memang kesulitan menerabas lokasi penculikan di rimba belantara Mapenduma lantaran tak memiliki peta daerah.

Selain menghalau ilmu gaib musuh, tiga pendekar tersebut dianggap perlu terlibat operasi pembebasan sandera penuh bahaya

Hal ini karena mereka memiliki ilmu kanuragan, dapat melihat, mengendus, dan meraba bahaya tanpa pancaindera sanggup melakukannya.

Saat operasi Timor-Timur pada 1988-1989, Prabowo sebagai komandan Batalyon 328, menurut Douglas Wilson, telah aktif memperkenalkan Satria mUda Indonesia (SMI) kepada para pemuda lokal.

Seorang instruktur senior SMI bercerita pernah ada pelatihan anggota SMI di Timor-Timur.

Pada tahun 1993, lanjut Douglas Wilson, instruktur-instruktur SMI telah melatih para anggota Grup III Kopassus di Batujajar, Bandung.

Lalu dua tahun melatih Korps Marinir, Korps Brigade Mobil (Brimob), Paskhas AU, dan Batalyon 321, 315, 328, dan 330 Kostrad.

Prabowo menganggap pencak silat merupakan antara sipil dan kehidupan militer.

“Pendidikan Pencak Silat dapat menjadi aspek penting memperkenalkan pertahanan negara Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata). Melalui Pencak Silat, kita dapat membuat masyarakat bersiap menjadi pertahanan negara dan Sishankamrata,” ungkapnya.

Sehingga, ide kolaborasi grup Silat dan militer kemudian diterapkan saat operasi pembebasan sandera Mapenduma, Papua.

Targetkan Partisipasi 78 Persen, Mendagri: TNI/Polri Bisa Gerakkan Masyarakat Hadir di TPS

Adik Bunuh Kakak di Depan Orangtua, Cuma Karena Tidak Terima Ditegur, Ini 6 Fakta Pembunuhannya

Liburan ke Jepang, Ariel Noah Perlihatkan Foto Alleia Anata Irham Saat Ski, Judika : Ariel Pelit

Duel Maut Prajurit Kopassus Melawan Petinggi Gerilyawan

Salah satu misi Kopassus yang menarik adalah upaya penangkapan petinggi Pasukan Gerilya Rakyat Serawak (PGRS) dan Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku) sekitar tahun 1968-1974

Dalam misi tersebut, sempat terjadi duel maut antara pimpinan tim halilintar Kopassus, Kapten Hendropriyono melawan petinggi PGRS/Paraku yang bernama Ah San

Dilansir dari buku berjudul 'Operasi Sandi Yudha, Menumpas Gerakan Klandestin' yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas tahun 2013, info soal Ah San akhirnya bocor melalui istrinya yang berkhianat, Tee Siat Moy.

Siat Moy mau membantu Kopassus dengan syarat Ah San tak dibunuh.

Maka, Hendro pun memimpin 11 prajurit Halilintar Prayudha Kopasandha (kini Kopassus) untuk meringkus Ah San hidup-hidup.

Mereka tidak membawa senjata api, hanya pisau komando sebagai senjata.

Hanya Hendro yang membawa pistol untuk berjaga-jaga.

Setiap personel dilengkapi dengan handy talky (HT).

3 Desember 1973 pukul 16.00, tim mulai merayap ke sasaran yang jauhnya sekitar 4,5 km melewati hutan rimba yang lebat.

Kecepatan merayap pun ditentukan. Kode hijau artinya merayap 10 meter per menit, kode kuning berarti lima meter per menit.

Sedangkan kode merah artinya berhenti merayap. Ditargetkan mereka bisa sampai di titik terakhir pukul 22.00.

Rencananya operasi penyerbuan akan dilakukan pukul 04.00, keesokan harinya.

Baru setengah jam merayap, tim sudah dihadang ular kobra.

Untung saat latihan komando mereka sudah praktik menjinakkan ular kobra sehingga tak ada yang kena patuk.

Di tengah kegelapan malam, anak buah Hendro juga berhasil melumpuhkan beberapa penjaga secara senyap.

Pukul 22.25 WIB, tim sudah sampai di lokasi yang ditentukan. Masih cukup lama menunggu waktu operasi.

Namun tiba-tiba Intelijen melaporkan Ah San tak ada di pondok tersebut. Seluruh tim sangat kecewa.

Baru pukul 14.00 Siat Moy dan perwira intelijen Kodim Mempawah memastikan Ah San ada di pondok.

Dengan kecepatan kuning mereka terus merayap mendekati sasaran hingga akhirnya dari jarak 200 meter terlihatlah rumah persembunyian Ah San.

Tiba-tiba anjing-anjing penjaga pondok berloncatan ke arah tim Halilintar sambil mengonggong keras.

Hendro segera meneriakkan "Serbuuuuu," sambil lari sekencang-kencangnya ke arah pondok.

"Abdullah alias Pelda Kongsenlani mendahului saya lima detik untuk tiba di sasaran. Dia mendobrak pintu dengan tendangannya dan langsung masuk. Saya mendobrak jendela dan meloncat masuk," beber Hendro.

Hendro berteriak pada Ah San. "Menyerahlah Siauw Ah San, kami bukan mau membunuhmu." Tapi Ah San enggan menyerah.

Dia menyabet perut Kongsenlani dengan bayonet

Hendro menyuruh anak buahnya keluar pondok. Dia sendiri bertarung satu lawan satu dengan Ah San.

"Dengan sigap saya lemparkan pisau komando ke tubuh Ah San. Tapi tidak menancap telak, hanya mengena ringan di dada kanannya," Hendro menggambarkan peristiwa menegangkan itu.

Kini Hendro tanpa senjata harus menghadapi Ah San yang bersenjatakan bayonet.

Memang ada senjata yang ditaruh di belakang tubuh Hendro, tapi mengambil senjata dalam keadaan duel seperti ini butuh beberapa detik.

Hendro takut Ah San keburu menusuknya. Hendro lalu melompat dan menendang dada Ah San.

Berhasil, tetapi sebelum jatuh Ah San sempat menusuk paha kiri Hendro hingga sampai tulang. Darah langsung mengucur

Ah San kemudian berusaha menusuk dada kiri Hendro. Hendro berusaha menangkis dengan tangan.

Akibatnya lengannya terluka parah dan jari-jari kanannya nyaris putus.

Dan celakanya, pistol di pinggang belakang Hendro melorot masuk ke dalam celananya.

Butuh perjuangan baginya untuk meraih pistol itu dengan jari-jari yang nyaris putus.

Akhirnya Hendro berhasil meraihnya. Perwira baret merah ini menembak dua kali. Tapi hanya sekali pistol meletus, satunya lagi macet.

Pistol segera jatuh karena Hendro tak mampu lagi memegangnya.

Peluru itu mengenai perut Ah San. Membuatnya limbung, Hendro yang juga kehabisan tenaga langsung membantingnya

Kemudian Hendro menjatuhkan tubuhnya keras-keras di atas tubuh Ah San.

Duel maut itu selesai.

Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul 3 Pendekar Pernah Bantu Kopassus dalam Misi Penyelamatan di Papua, Untuk Tangkal Ilmu Gaib Musuh, http://surabaya.tribunnews.com/2019/02/27/3-pendekar-pernah-bantu-kopassus-dalam-misi-penyelamatan-di-papua-untuk-tangkal-ilmu-gaib-musuh?page=all.

Sumber: Suar.id
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved