SEJARAH INDONESIA
Saat Jepang Tak Lagi Dukung Soekarno Jelang Supersemar, Ini yang Dilakukan Dewi Soekarno
Pemerintah Indonesia membuka hubungan diplomatik dengan Jepang pada Januari 1958, sekitar 8 tahun setelah pengakuan kedaulatan oleh Belanda
Menurut penuturan Aiko, Jepang saat itu menerapkan politik diam atau wait and see.
Pada awal bulan Januari 1966, Dewi Soekarno (Ratna Sri Dewi), istri Bung Karno yang berdarah Jepang berkunjung ke Negeri Sakura.
Ia menyerahkan surat dari Soekarno kepada Perdana Menteri Sato.
Namun, responsnya dingin.
"Tidak ada bantuan atau nasihat dari Jepang untuk Soekarno saat itu," ungkapnya.
Lebih lanjut, Aiko menceritakan, saat Indonesia mulai bergejolak, media massa Jepang banyak memberitakan bahwa Soekarno akan meminta suaka ke Jepang.
Pemerintah Jepang sudah yakin bahwa Soekarno akan jatuh.
• Jelang Nyepi, Umat Hindu Batam Gelar Melasti, Ambil Air Suci di Waduk Sei Ladi
• Buaya Sepanjang 4 Meter yang Ditemukan di Saluran Irigasi Dituding Hoaks, Padahal Beneran
• HEADLINE TRIBUN BATAM - KH Ma’ruf Sebut AHY Netral
• Rencana Sang Ajudan Menikah Gagal, Simak Sejumlah Fakta Terkait Kecelakaan Bupati Demak
Maka dari itu, Jepang berinisiatif untuk mendukung kelompok-kelompok yang anti-Soekarno.
Jepang juga memprediksi bahwa Soekarno akan meminta suaka karena istri keduanya itu, Dewi Soekarno, sudah kembali ke Jepang.
Bahkan, kata Aiko, Dewi Soekarno pernah bercerita kepada dirinya, ada seorang pejabat pemerintahan Jepang yang memberikan 6 juta yen kepada seorang aktivis anti-Soekarno.
"Itu menurut penuturan dari Dewi Soekarno, meski setelah itu dibantah oleh Pemerintah Jepang," kata Aiko.
Presiden Soekarno (ipospedia.com)
Ketakutan Soekarno Saat Istana Dikepung Jelang Lahirnya Supersemar
Dilansir dari Kompas.com, hari Jumat, 11 Maret 1966, seharusnya menjadi hari yang biasa bagi Presiden Soekarno dalam memimpin rapat kabinet di Istana Merdeka.