SEJARAH INDONESIA

Saat Jepang Tak Lagi Dukung Soekarno Jelang Supersemar, Ini yang Dilakukan Dewi Soekarno

Pemerintah Indonesia membuka hubungan diplomatik dengan Jepang pada Januari 1958, sekitar 8 tahun setelah pengakuan kedaulatan oleh Belanda

Editor: Mairi Nandarson
Kolase Pinterest
Ratna Sari Dewi Soekarno 

TRIBUNBATAM.id - Inilah cerita saat Jepang mengalihkan dukungannya dari Soekarno jelang Supersemar.

Ada kisah peran dari istri kedua sang presiden.

Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) lahir di tahun 1966.

Lahirnya Supersemar menjadi momentum peralihan kekuasaan Presiden pertama RI, Soekarno, ke Soeharto.

Ada beberapa kisah yang terungkap dalam peristiwa tersebut.

Satu di antaranya adalah kisah saat Jepang mengalihkan dukungannya dari Soekarno jelang lahirnya Supersemar.

Diketahui, pemerintah Indonesia membuka hubungan diplomatik dengan Jepang pada Januari 1958, sekitar 8 tahun setelah pengakuan kedaulatan oleh Belanda.

Amalan di Bulan Rajab Mulai dari Istighfar hingga Puasa, 1 Rajab 1440 H Jatuh Pada 8 Maret 2019

Video Viral Anak Bakar Rumah Orangtuanya, Sang Ibu Menangis Histeris Ratapi Nasibnya

Jadwal Grup E Piala Presiden 2019 Hari Ini, Arema FC vs Barito Putera Jam 18.30 WIB, Live Indosiar

Ada Limbah B3 hingga Produksi Air Kemasan Pakai Sumur Bor, Polisi Bakal Panggil Bos Teh Prendjak

Jelang Nyepi, Umat Hindu Batam Gelar Melasti, Ambil Air Suci di Waduk Sei Ladi

Rencana Sang Ajudan Menikah Gagal, Simak Sejumlah Fakta Terkait Kecelakaan Bupati Demak

Lewat San Francisco Peace Treaty, Jepang diperintahkan untuk membayar ganti rugi perang kepada negara-negara yang telah dirusaknya selama Perang Dunia II.

Pembayaran ganti rugi perang ini bermakna penting karena memberi warna hubungan Indonesia-Jepang pada periode terakhir pemerintahan Soekarno.

Namun, hubungan Jepang dan Indonesia kembali bergejolak setelah Tanah Air dilanda pergolakan politik pada tahun 1965.

Dilansir dari Kompas.com, penulis buku Peristiwa 1965: Persepsi dan Sikap Jepang, Aiko Kurasawa, mengatakan, pada awal tahun 1965, hubungan  Jepang  dengan  Soekarno  masih sangat baik.

Jepang masih tetap mendukung Soekarno dan tidak menganggap Soekarno berpihak pada sayap kiri.

Namun, menjelang Oktober 1965, Jepang melihat Soekano tidak bisa mengendalikan situasi.

Setelah Soeharto Terbitkan Supersemar, Soekarno Keluarkan Supertasmar, Ini Penjelasan Sejarawan

Supersemar - Ternyata Ada Dua Versi Diorama Supersemar di Monumen Nasional, Selalu Ada Perdebatan

Genap 52 Tahun, Surat Asli Supersemar hingga Kini Masih Menjadi Misteri

Situasi politik dan ekonomi Indonesia kian memburuk.

"Pada akhirnya, bulan Oktober 1965, Jepang mulai mengalihkan keberpihakannya pada Angkatan Darat," ujar Aiko dalam diskusi bulanan Penulis Buku Kompas di Bentara Budaya Jakarta, Palmerah Selatan, Kamis (10/3/2016) lalu, dikutip TribunJatim.com, Senin (4/3/2019).

Dewi Soekarno, istri Bung Karno berdarah Jepang
Dewi Soekarno, istri Bung Karno berdarah Jepang (kompas.com)

Menurut penuturan Aiko, Jepang saat itu menerapkan politik diam atau wait and see.

Pada awal bulan Januari 1966, Dewi Soekarno (Ratna Sri Dewi), istri Bung Karno yang berdarah Jepang berkunjung ke Negeri Sakura.

Ia menyerahkan surat dari Soekarno kepada Perdana Menteri Sato.

Namun, responsnya dingin.

"Tidak ada bantuan atau nasihat dari Jepang untuk Soekarno saat itu," ungkapnya.

Lebih lanjut, Aiko menceritakan, saat Indonesia mulai bergejolak, media massa Jepang banyak memberitakan bahwa Soekarno akan meminta suaka ke Jepang.

Pemerintah Jepang sudah yakin bahwa Soekarno akan jatuh.

Jelang Nyepi, Umat Hindu Batam Gelar Melasti, Ambil Air Suci di Waduk Sei Ladi

Buaya Sepanjang 4 Meter yang Ditemukan di Saluran Irigasi Dituding Hoaks, Padahal Beneran

HEADLINE TRIBUN BATAM - KH Ma’ruf Sebut AHY Netral

Rencana Sang Ajudan Menikah Gagal, Simak Sejumlah Fakta Terkait Kecelakaan Bupati Demak

Maka dari itu, Jepang berinisiatif untuk mendukung kelompok-kelompok yang anti-Soekarno.

Jepang juga memprediksi bahwa Soekarno akan meminta suaka karena istri keduanya itu, Dewi Soekarno, sudah kembali ke Jepang.

Bahkan, kata Aiko, Dewi Soekarno pernah bercerita kepada dirinya, ada seorang pejabat pemerintahan Jepang yang memberikan 6 juta yen kepada seorang aktivis anti-Soekarno.

"Itu menurut penuturan dari Dewi Soekarno, meski setelah itu dibantah oleh Pemerintah Jepang," kata Aiko.

Artikel Kompas.com

Presiden Soekarno (ipospedia.com)

Ketakutan Soekarno Saat Istana Dikepung Jelang Lahirnya Supersemar

Dilansir dari Kompas.com, hari Jumat, 11 Maret 1966, seharusnya menjadi hari yang biasa bagi Presiden Soekarno dalam memimpin rapat kabinet di Istana Merdeka.

Semua menteri hingga kepala lembaga diperintahkan wajib hadir dalam rapat paripurna pertama Kabinet 100 menteri yang merupakan hasil reshuffle Kabinet Dwikora yang didemo mahasiswa.

Dikutip dari buku Presiden (daripada) Soeharto, pagi-pagi sekali, Soekarno meminta para pembantunya hadir ke istana untuk menghindari aksi unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa.

Jelang Nyepi, Umat Hindu Batam Gelar Melasti, Ambil Air Suci di Waduk Sei Ladi

Cara Reino Barack Lamar Syahrini, Tekuk Lutut Depan Incess, Aku Melamarmu dengan Bismillah

Buaya Sepanjang 4 Meter yang Ditemukan di Saluran Irigasi Dituding Hoaks, Padahal Beneran

Rapat dimulai pada pukul 09.00 WIB, meski ada beberapa menteri yang terlambat datang karena dihadang mahasiswa di jalan.

Soeharto, yang kala itu menjabat sebagai menteri/Panglima Angkatan Darat, tidak bisa hadir karena sakit.

Untuk itu, Soekarno memerintahkan Pangdam V Jaya Brigjen Amir Mahmud untuk ikut sidang kabinet sebagai sandera apabila terjadi sesuatu.

Sepuluh menit rapat berjalan, Komandan Cakrabirawa Brigjen Sabur, mengirim nota kepada Brigjen Amir Mahmud yang menyatakan ada pasukan liar di luar istana.

Namun, hal ini tidak digubris Amir Mahmud.

Presiden Pertam Republik Indonesia, Soekarno
Presiden Pertama Republik Indonesia, Soekarno ()
Sabur pun ketakutan hingga akhirnya mengirim nota langsung kepada Presiden Soekarno yang masih memimpin sidang.

"Membaca laporan Brigjen Sabur, Soekarno menjadi kalut. Laporan tersebut dilaporkan kepada Wakil Perdana Menteri Dr. Leimena, Dr. Soebandrio, dan Chairul Saleh," tulis Jonar TH Situmorang dalam bukunya Presiden (daripada) Soeharto ini.

Soekarno langsung meninggalkan rapat dan menyerahkan sisa rapat dipimpin oleh Leimena.

Namun, ketergesaan Soekarno itu membuat para menterinya tak tenang mengikut rapat.

Hingga akhirnya rapat ditutup.

Soebandrio yang saat itu menjabat Kepala Badan Pusat Intelijen (BPI) lari terbirit-birit mengejar Bung Karno yang sudah berjalan bersama pengawalnya menaiki helikopter untuk diamankan ke Istana Bogor. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunjatim.com dengan judul Cerita Saat Jepang Tak Lagi Dukung Soekarno Jelang Supersemar, Istri Sang Presiden Sempat Dilibatkan
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved