Kecelakaan Ethiopian Airlines dan Lion Air Mirip, Seluruh Pesawat Boeing 737 Max Dikandangkan

Meluasnya reaksi internasional membuat Boeing akhirnya menyerah dan perusahaan itu mengumumkan pelarangan terbang seluruh armada pesawat 737 Max 8

TWITTER/flightradar24
Pesawat Boeing 737 Max 8 ditolak sejumlah negara setelah insiden di Indonesia dan Ethiopia 

TRIBUNBATAM.id, NEW YORK - Dua kecelakaan pesawat Boeing 737 Max 8, Ethiopian Airlines dan Lion Air membuat sejumlah negara melarang terbang maskapai yang menggunakan jenis pesawat tersebut.

Setelah China, Indonesia dan Ethiopia, sejumlah negara juga melarang terbang Boeing 737 Max:, yakni Uni Eropa, India, Inggris, UAE, Malaysia dan Australia.

Sejumlah maskapai juga memutuskan untuk meng-grounded pesawat mereka meskipun tidak ada larangan dari pemerintah mereka, termasuk maskapai AS, Southwest Airlines, meskipun Amerika Serikat (FAA) sempat menolak larangan terbang.

Donald Trump Keluarkan Perintah Melarang Pesawat Boeing 737 MAX Terbang di AS

Uni Eropa dan 11 Negara Resmi Larang Terbang Boeing 737 Max 8, Ini Daftarnya

Jatuhnya Pesawat Ethiopian Airlines, Pemerintah Larang Maskapai Terbangkan Boeing 737 Max 8

Keputusan FAA yang bersikukuh menolak larang terbang dapat dimaklumi karena Boeing adalah perusahaan milik Amerika Serikat.

Namun, meluasnya reaksi internasional membuat Boeing akhirnya menyerah dan perusahaan itu mengumumkan pelarangan terbang seluruh armada pesawat 737 Max yang ada.

Produsen pesawat AS ini menyebut akan menangguhkan semua 371 pesawat Boeing 737 Max 8 yang ada.

Otoritas penerbangan sipil AS, Federal Aviation Administration (FAA) seperti dilansir TribunBatam.id dari BBC, menyebutkan. keputusan larangan terbang sementara pesawat-pesawat itu dibuat berdasar bukti baru serta data satelit.

Kecelakaan fatal pada hari Minggu di Addis Ababa, Ethiopia, menewaskan 157 penumpang.

Ini adalah kecelakaan fatal kedua yang dialami Boeing 737 Max 8 dalam lima bulan terakhir, setelah Lion Air di Laut Jawa, Oktober 2018 yang menewaskan 189 orang.

Peristiwa kecelakaan dua maskapai tersebut mirip, terjadi oleng sesaat setelah pesawat take-off, kemudian terjun dengan kepala lebih dulu ke bawah.

FAA memiliki tim yang menyelidiki bencana di lokasi kecelakaan Ethiopian Airlines, bekerja sama dengan Dewan Keselamatan Transportasi Nasional negara tersebut.

"Menjadi jelas bagi semua pihak bahwa pola Ethiopian Airlines sangat dekat dan mirip dengan Lion Air, kata Dan Elwell, pejabat di FAA, Rabu (13/32019)

Presiden Donald Trump pada awalnya mengumumkan bahwa FAA akan membuat perintah darurat setelah "informasi baru dan bukti fisik yang kami terima dari lokasi kecelakaan dan lokasi lain dan dari berbagai macam keluhan".

AS adalah negara terakhir yang menangguhkan Boeing 737 Max 8 agar tidak terbang, sehari setelah Kanada juga akhirnya melarang pesawat tersebut beroperasi di negaranya.

Kendati demikian, FAA masih menyebutkan "tidak ada masalah kinerja sistemik" dan tidak ada alasan untuk mendaratkan pesawat.

Kanada melarang terbang pesawat itu setelah menteri transportasi Marc Garneau mengatakan dia telah menerima bukti baru tentang kecelakaan tersebut.

Dia mengatakan bahwa data satelit menunjukkan kemungkinan kesamaan antara pola penerbangan pesawat Boeing 737 Max yang beroperasi di Kanada dan pesawat Ethiopian Airlines yang jatuh.

Boeing juga , mengatakan bahwa pihaknya masih memiliki kepercayaan penuh pada standar keselamatan 737 Max.

Namun, setelah berkonsultasi dengan FAA dan Dewan Keselamatan Transportasi Nasional, mereka memutuskan untuk menghentikan penerbangan "dengan alasan berhati-hati dan untuk meyakinkan masyarakat tentang keselamatan pesawat terbang".

"Kami melakukan segala yang kami bisa untuk memahami penyebab kecelakaan dalam kemitraan dengan para penyelidik, menyebarkan peningkatan keselamatan dan membantu memastikan ini tidak terjadi lagi," kata Dennis Muilenburg, Direktur Eksekutif Boeing.

Demi Reputasi Amerika

Sara Nelson, presiden Association of Flight Attendants-CWA, mengatakan: "Hidup harus selalu didahulukan. Tetapi merek juga dipertaruhkan. Dan merek itu bukan hanya Boeing. Ini Amerika. Apa yang dimaksud Amerika dalam penerbangan internasional dan oleh ekstensi di dunia yang lebih besar secara lebih umum — bahwa kita menetapkan standar untuk keselamatan, kompetensi, dan kejujuran dalam tata kelola penerbangan."

Keluarga korban Etihopian Airlines

Boeing memang sulit menyeleamatkan reputasinya setelah rwaksi luas internasional untuk menghentikan armada tersebut.

Saham Boeing mengalami pendarahan hebat di lantai bursa New York, anjlok hingga 26 persen.

Setelah pengumuman penghentian tersebut, saham Boeing kembali naik menjadi $377 per saham, Rabu sore.

Namun, nilai pasar perusahaan ini telah turun sekitar US$ 26 miliar atau sekitar Rp 370 triliun sejak kecelakaan Ethiopia pada akhir pekan silam.

Southwest Airlines mengatakan, pihaknya segera menghapus semua 34 pesawat dari jadwal penerbangan.

Meskipun memiliki armada terbesar pesawat Boeing 737 Max 8 di dunia, Southwest Airlines mengatakan, jumlah penerbangan pesawat itu kurang dari 5 persen penerbangan harian.

Pihaknya menawarkan kebijakan pemesanan ulang yang fleksibel dan calon penumpang bisa memesan ulang pesawat lain tanpa biaya tambahan atau perbedaan tarif dalam 14 hari dari tanggal perjalanan.

American Airlines juga meng-grounded 24 pesawatnya dan juga melakukan hal yang sama untuk para pelanggannya.

United Airlines mengatakan bahwa pesawat Max 8 yang mereka miliki melakukan sekitar 40 penerbangan sehari.

Maskapai tersebut tidak mengubah pesanan penumpang, tetapi berusaha melakukan kombinasi dengan pesawat cadangan serta meminta penumpang menyesuaikan jam terbang dengan yang ada.

Reputasi Boeing ini bisa menjadi taruhan yang lebih berat jika muncul gugatan di kemudian hari, seperti yang dilakukan oleh keluarga korban Lion Air saat ini di pengadilan Amerika Serikat.

Fitur anti-stalling

Pesawat Lion Air JT 610 berjenis Boeing 737 Max 8
Pesawat Lion Air JT 610 berjenis Boeing 737 Max 8 (TribunJabar.id)

Apakah FAA menemukan bukti yang menunjukkan kemiripan Ethiopian Airlines dan Luion Air itu atah hanya kebetulan?

Banyak analis memperkirakan bahwa masalah pada Max 8 --dan selalu dibantah-- adalah sistem anti-stan MCAS Boeing, yang diduga menjadi faktor penyebab kecelakaan di Indonesia, juga terjadi pada Ethiopian Airlines.

Pilot di AS tahun lalu telah mengeluh tentang masalah mengendalikan Boeing 737 Max 8 saat lepas landas.

Mereka melaporkan kesulitan yang serupa dengan kecelakaan fatal Lion Air di Indonesia pada bulan Oktober.

Dari hasil investigasi KNKT dan rekaman percakapan pilot melalui kotak hitam, sebelum jatuh pilot memang menyebutkan bahwa pesawat itu sulit dikendalikan.

Terkasit kasus jatuhnya pesawat Ethiopian Airlines, apa yang terjadi di ruang kokpit memang belum bisa dirilis karemna masih dalam penyelidikan.

Namun Flightradar24, pemantau lalulintas udara mengatakan "kecepatan vertikal pesawat tidak stabil setelah lepas landas"

Dua pilot AS melaporkan insiden terpisah terkait sistem anti-stalling 737 Max 8 pada bulan November 2018.

Fitur baru ini, dirancang untuk menjaga pesawat agar tidak macet saat take off sehingga kepala pesawat akan otomatis menekan ke bawah saat kemiringan pesawat naik terlalu tinggi sehingga mengurangi daya angkatnya.

Namun, dari Sistem Pelaporan Keselamatan Penerbangan AS setelah mendapatkan masukan dari pilot secara anonim, hal itu justru membuat hidung pesawat untuk menukik.

Dalam kedua kasus, pilot terpaksa turun tangan untuk menghentikan pesawat agar tidak turun.

Setelah kecelakaan Lion Air, Boeing mengeluarkan informasi bahwa ada pembacaan sensor yang salah dari pilot tentang sudut terbang pesawat.

Kasus Lion Air

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) memaparkan kronologi jatuhnya pesawat Lion Air PK-LQP, data yang didapat memperlihatkan pesawat kehilangan daya angkat sehingga terjatuh.

Satu mesin pesawat Lion Air PK-LQP berhasil diangkat dari lokasi jatuhnya pesawat.
Satu mesin pesawat Lion Air PK-LQP berhasil diangkat dari lokasi jatuhnya pesawat. (Tribunnews.com/Gerard Leonardo Agustino)

Kehilangan daya angkat sehingga terjatuh atau mengalami stall, diketahui melalui pembacaan sebagian data pada kotak hitam atau blackbox.

Hal di atas diungkapkan oleh Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono, pada rapat kerja bersama Komisi V DPR, Menhub Budi Karya Sumadi, Basarnas, BMKG dan lainnya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (22/11/2018).

Pesawat Lion Air nomor penerbangan JT 610 dengan rute Jakarta-Pangkal Pinang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat pada Senin (29/10/2018).

Pesawat dilaporkan telah hilang kontak pada 29 Oktober 2018 sekitar pukul 06.33 WIB.

Pesawat dengan nomor registrasi PK-LQP itu dilaporkan terakhir tertangkap radar pada koordinat 05 46.15 S - 107 07.16 E.

Pesawat tersebut membawa 181 penumpang, terdiri dari 178 penumpang dewasa, satu penumpang anak-anak, dan dua bayi. 

Berdasarkan catatan blackbox, ketika MCAS hendak menurunkan hidung pesawat saat terjadi angle of attack, sang pilot diduga berusaha menaikkannya kembali.

Kondisi ini mengakibatkan pesawat kehilangan daya angkut dan terjatuh.

"Jadi setelah trim down, dilawan pilotnya dengan trim up. Beban kemudi jadi berat kemudian pesawat turun," paparnya.

Dalam penerbangan sebelumnya, yaitu rute Denpasar-Jakarta, pesawat ini juga mengalami kondisi serupa.

Namun, sang pilot mematikan MCAS untuk menghindari konflik ketika hidung pesawat berusaha dinaikkan.

Boeing membuat petunjuk untuk seluruh operator penerbangan pesawat, merekomendasikan agar pilot mematikan MCAS ketika terjadi hal serupa.

"Prosedur yang dia (pilot penerbangan Denpasar-Jakarta) lakukan belum ada sebelumnya. Dia punya inisiatif sendiri matikan automatic trim. Pilot-pilot tidak diberi training seperti itu," jelasnya.

"Sekarang sudah dibuat Boeing menjadi prosedur yang berlaku untuk semua pilot yang bawa pesawat jenis ini, bila terjadi matikanlah automatic trim," imbuhnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved