Mimpi Basah Tak Batalkan Puasa Ramadhan, Tapi Harus Mandi Wajib, Ini Niat dan Tata Cara Mandi Wajib
Mimpi basah tidak membatalkan saat puasa di bulan ramadhan tapi harus mandi wajib setelah itu. Ini niat dan tata cara mandi wajib yang baik dan benar.
Penulis: Agus Tri Harsanto |
TRIBUNBATAM.id - Mimpi basah saat tengah berpuasa di bulan ramadhan, apakah puasa akan batal?
Dan berdasarkan penjelasan dari Ustadz Abdul Somad, mimpi basah siang hari atau saat berpuasa, tidak batal.
Tapi setelah mimpi basah, maka dianjurkan untuk melakukan mandi junub atau mandi wajib.
Berikut Penjelasan Ustadz Abdul Somad dan Ustadz Adi Hidayat mengenai mimpi basah apakah membatalkan puasa Ramadhan.
Bagaimana kalau keluar air mani akibat mimpi basah?
• Penyusunan Rencana Operasional Lintas Sektor Terkait Germas di Kabupaten Karimun
• Terungkap Sifat Asli Baim Wong dan Paula Verhoeven Saat Sahur Pertama Puasa Ramadhan, Baim : Lelet
Melansir dari situs NU, keluar air mani tanpa bersentuhan seperti mimpi basah tidak membatalkan puasa seorang Muslim.
Mengutip Tribun Bogor, Imam Masjid Baitur Ridwan, M Husen juga menyatakan hal serupa.
Karena mimpi basah tidak dilakukan dengan sengaja sehingga tidak termasuk ke dalam hal yang membatalkan puasa.
Namun, bagi orang yang bermimpi basah harus segera mandi junub atau mandi wajib.
"Sesuatu yang tidak disengaja itu tidak akan membatalkan puasa. Cuma orang yang mengalami mimpi basah harus melakukan mandi junub," kata M Husen.
Mandi junub dilakukan agar orang tersebut dapat melakukan salat wajib di waktu selanjutnya.
Adapun adab mandi junub, yakni niat dan dilanjutkan membasuh air ke seluruh bagian tubuh.
Sementara untuk membasuh semua lubang tubuh itu hukumnya sunnah dan dilakukan saat kondisi tidak berpuasa.
"Kalau mandi junub saat puasa itu cukup meratakan air ke seluruh tubuh," ujarnya.
"Hanya kalau dilakukan saat sedang tak berpuasa dianjurkan membasuh air ke semua lubang yang ada pada tubuh hukumnya sunnah."
Menurut M Husein, orang yang memiliki hadas besar termasuk makruh.
Namun, untuk menghilangkan kemakruhannya bisa dilakukan dengan berwudlu.
"Makanya bila ada yang hadas besar, terutama suami istri yang sudah berhubungan intim pada malam hari.
Ataupun yang mimpi basah, bisa ambil wudu dulu untuk menghilangkan kemakruhannya.
Baru sebelum Subuh bisa mandi besar agar bisa melaksanakan salat," ujarnya.
Adapun pernyataan Ustaz Abdul Somad mengenai mimpi basah ketika berpuasa.
Hal tersebut disampaikan Ustaz Abdul Somad dalam sebuah ceramah yang diunggah Fodarama TV pada 9 Maret 2017.
Puasa seorang Muslim ketika bermimpi basah tetap sah.
Sebab, mimpi basah merupakan tindakan di luar keinginan manusia dan tak bisa diatur.
Selain mimpi basah, sperma yang keluar bukan karena sahwat dan penyakit itu tidak membuat puasa batal.
Pendapat Ustadz Adi Hidayat
Ustadz Adi Hidayat juga memberikan penjelasan mengenai apakah mimpi basah membatalkan puasa ramadhan.
Dalam sebuah kesempatan Ustadz Adi Hidayat menjawab pertanyaan mengenai mimpi basah.
Pertanyaannya yakni jika laki-laki tidur siang saat puasa dan mimpi basah, apakah puasa batal?
Ustadz Adi Hidayat menjawab dengan menjabarkan hal yang membatalkan puasa terbagi jadi dua bagian.
Pertama yakni sengaja makan minum dan kegiatan sejenisnya yang menghasilkan tenaga.
Yang kedua yakni hal yang berkaitan dengan syahwat seperti hubungan suami istri secara langsung atau tindakan-tindakan yang dilarang seperti bermaksiat.
Lantas bagaimana dengan mimpi basah?
Ustadz Adi Hidayat menjelaskan mimpi basah tidak membatalkan puasa karena tidak bisa direncanakan.
Silahkan bangun dan mandi junup seperti umumnya dan teruskan puasanya, sholatnya.
9 Hal yang Membatalkan Puasa
Demikian disalin dari laman Nu.or.id melalui artikel berjudul 'Hal-Hal Yang Membatalkan Puasa'
Adapun beberapa hal yang membatalkan puasa Ramadhan 1440 H atau 2019, sebagaimana yang harus dihindari dalam rukun puasa adalah:
1. Memasukkan suatu benda secara sengaja ke dalam lubang tubuh
Sesuatu yang membatalkan puasa adalah makan, minum dan segala sesuatu yang masuk melalu lubang pada anggota tubuh yang berkesinambungan (mutasil) sampai lambung, dan memasukannya dengan unsur sengaja.
Artinya apabila perbuatan tersebut dilakukan tanpa kesengajaan atau lupa, maka tidak membatalkan puasa.
"...makan dan minumlah sampai waktu fajar tiba dengan dapat membedakan antara benang putih dan hitam... (QS al-Baqarah, 2: 187)
Sedangkan dalil yang menjelaskan makan dan minum karena ketidaksengajaan (lupa) itu tidak membatalkan puasa:
"Siapa yang lupa keadaannya sedang berpuasa, kemudian ia makan dan minum, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya Allah-lah yang memberikan makanan dan minuman itu”. (Hadits Shahih, riwayat al-Bukhari: 1797 dan Muslim: 1952)
2. Melakukan hubungan seksual secara sengaja
Hubungan seksual baik dilakukan pasangan suami isteri atau bukan dapat menyebabkan batalnya puasa dengan ketentuan melakukannya dalam keadaan sadar dan sengaja.
Suatu perbuatan dapat dikatakan hubungan seksual dengan batas minimal masuknya khasafah ke dalam farji (maaf, vagina), dan apabila kurang dari itu maka tidak dikatagorikan hubungan seksual dan tidak membatalkan puasa.
Barang siapa melakukan hubunngan seksual dengan sengaja pada saat menjalankan ibadah puasa Ramadhan, sedangkan malam harinya ia berniat menjalankan puasa, maka orang tersebut berdosa dengan alasan telah merusak ibadah puasa.
Ia diwajibkan untuk mengqadla dan membayar kifarat (memerdekakan budak perempuan mu’min) sebagai hukumnya.
Jika tidak menemukan seorang budak untuk dimerdekakan atau tidak mampu untuk memerdekakannya dari segi pembiayaan, maka menggantinya dengan berpuasa dua bulan secara berurut-urut pada bulan selain bulan Ramadhan.
Apabila ia tidak mampu juga maka diwajibkan membayar fidyah untuk 60 orang fakir atau miskin.
Bagi tiap-tiap orang miskin mendapatkan satu mud dari makanan yang mencukupi untuk zakat fitrah.
Apabila ia tidak mampu semuanya, maka kafarat tersebut tidak gugur dan tetap menjadi tanggungannya.
Pada saat ia ada kemampuan untuk membayar dengan cara mencicil, maka lakukan saja dengan segera.
Dari Abu Hurairah RA, menceritakan, seorang pria dating kepada Rasulullah SAW, ia berkata, “Aelaka aku wahai Rasulullah."
Nabi SAW, bertanya, “Apa yang mencelakakanmu?”, pria itu menjawab, “Aku telah bercampur dengan isteriku pada bulan Ramadhan”, Nabi SAW, menjawab, “Mampukah kamu memerdekakan seorang budak?”, ia menjawab, “Tidak”.
Nabi SAW, betanya padanya, “Mampukah kamu berpuasa dua bulan berturut-turut?”, pria itu menjawab: “tidak mampu”.
Rasulullah SAW, bertanya lagi: apakah kamu memiliki makanan untuk member makan enam puluh orang miskin?”, ia menjawab; “tidak”, kemudian pria itu duduk.
Lalu Nabi diberi satu keranjang besar berisi kurma, dan Rasulullah SAW, berkata kepadanya, “bersedekahlah dengan kurma ini”.
Pria itu bertanya, “Apakah ada orang yang lebih membutuhkan dari kami?, tidak ada keluarga yang lebih membutuhkan kurma ini selain dari keluarga kami”.
Nabi SAW tertawa, sehingga terliuat gigi taringnya, dan Beliau bersabda: “kembalilah ke rumahmu dan berikan kurma itu pada keluargamu”. (Hadits Shahih, riwayat al-Bukhari: 1800 dan Muslim: 1870).
3. Mengobati kemaluan dan dubur
Pengobatan yang dilakukan pada salah satu dari dua jalan (kemaluan dan dhubur) atau kedua-duanya, bagi orang yang sakit, maka pengobatan yang seperti itu dapat membatalkan puasa.
4. Muntah disengaja
Muntah-muntah dengan cara disengaja.
Apabila tanpa disengaja atau karena sakit, maka tidak membatalkan puasa seperti keterangan di atas.
Dari Abu Hurairah RA, menuturkan, "Sesungguhnya Nabi SAW, bersabda: “siapa yang tidak sengaja muntah, maka ia tidak diwajibkan untuk mengganti puasanya, dan siapa yang sengaja muntah maka ia wajib mengganti puasanya”. (Hadits Hasan Gfarib, riwayat al-Tirmidzi: 653 dan Ibn Majah: 1666)
5. Keluar air mani sebab bersentuhan
Keluarnya air mani disebabkan bersentuhan (tanpa hubungan seksual) maka menyebabkan batalnya puasa, baik keluar dengan usaha tangan sendiri (masturbasi) atau menggunakan tangan seorang isteri yang halal.
Dengan kata lain, apabila keluar air mani tanpa bersentuhan semisal bermimpi basah maka puasanya tidak batal.
6. Haid
Haid, yaitu darah yang keluar dari kemaluan perempuan yang sudah menginjak usia batas minimal 9 tahun.
Dengan waktu haid paling cepat selam 24 jam, ghalibnya (keumuman) keluar darah selama satu minggu,paling lama selama 15 hari, dan jarak antara kedua masa haid batas minimal 15 hari.
Darah yang keluar dari kemaluan perempuan dengan ciri-ciri seperti di atas, apabila keluar pada saat seorang perempuan sedang menjalankan ibadah puasa maka puasanya batal.
“Kami (kaum perempuan) diperintahkan untuk mengganti puasa yang ditinggalkan, tetapi tidak diperintahkan untuk mengganti shalat yang ditinggalkan”. (Hadits Shahih, riwayat Muslim: 508)
7. Nifas
Nifas, yaitu darah yang keluar dari kemaluannya perempuan setelah proses melahirkan dengan rentang waktu sampai dua bulan (ukuran maksimal) juga dapat menyebabkan batalnya puasa, apabila keluar di saat sedang berpuasa.
8. Gila
Gila yang terjadi ketika seseorang sedang mengerjakan ibadah puasa, maka puasanya batal.
9. Murtad
Murtad, sesuatu hal yang menyebabkan seseorang keluar dari islam dengan (semisal) melakukan pengingkaran akan keberadaan Allah SWT sebagai dzat tunggal, disaat ia sedang melaksanakan ibadah puasa, maka puasanya batal.(nu.or.id)
* Niat dan Tata Cara Mandi Wajib yang baik dan benar.
Sebagaimana diketahui bahwa ada dua hadas yang biasa terjadi pada diri setiap orang di mana masing-masing dapat disucikan dengan cara yang berbeda.
Hadas kecil yang diakibatkan terjadinya hal-hal yang membatalkan wudlu dapat disucikan dengan cara berwudhu.
Sedangkan hadas besar yang diakibatkan karena keluar sperma, bersetubuh, haid, nifas dan melahirkan dapat disucikan dengan cara melakukan mandi jinabat atau mandi junub, mandi karena haid dan nifas atau yang kesemuanya lebih dikenal dengan sebutan mandi besar.
Bangkapos.com mengutip Tribunnews.com dan nu.Or.id dan sejumlah pendapat ulama dan jurnal Islam disebutkan umat muslim muslimah wajib bersuci dari hadas besar dengan mandi junub atau janabah.
Tujuannya adalah untuk menyucikan diri agar dapat melakukan ibadah wajib seperti salat.
Mandi junub wajib hukumnya laki-laki maupun perempuan muslim yang telah dewasa atau telah memasuki masa baligh dan mengalami salah satu hal berikut ini.
1. Keluar mani karena syahwat. banyak ulama yang berpendapat mandi junub diwajibkan apabila keluarnya mani secara memancar dan terasa nikmat ketika keluarnya terasa nikmat. Jadi apabila keluarnya karena sakit atau kedinginan tidak diwajibkan mandi junub. Tetapi untuk mencari aman sebaiknya mandi junub apabila keluar mani dalam keadaan apapun.
2. Jika bangun tidur dan mendapati keluarnya mani. Ulama berpendapat bahwa selama kita bangun dan mendapati adanya mani, maka kita wajib mandi, walaupun kita tidak sadar atau lupa telah mimpi basah atau tidak
3. Setelah bertemunya dua kemaluan walaupun tidak keluar mani.
4. Ketika masuk Islam menjadi muallaf.
5. Setelah berhentinya darah haidth dan nifas.
6. Ketika seorang muslim meninggal dunia. Tentu saja yang memandikannya adalah yang orang yang masih hidup. Mayat muslim wajib dimandikan kecuali jika ia meninggal karena gugur di medan perang ketika berhadapan dengan orang kafir.
7. Ketika bayi meninggal karena keguguran dan sudah memiliki ruh.
Dan ternyata tidak sedikit pula yang belum mengerti apa itu mandi junub dan bagaimana tata caranya?
Tata Cara
Tata cara mandi wajib tidak sulit namun banyak yang disepelekan.
Bagaimana tata caranya yang sederhana?
Secara umum mandi junub ini bisa dilakukan dengan tiga cara sederhana
Pertama, niat mensucikan diri.
Kemudian membasuh kedua belah telapak tangan.
Lalu membersihkan kemaluan kemudian wudu seperti hendak salat baru menyiramkan air ke sekujur tubuh.
Rukun dan Niat
Dikutip Tribunnews.com dari Nu.Or.id, sebagai ibadah tentunya dalam melakukan mandi besar ada kefardluan atau rukun tertentu yang mesti dipenuhi.
Tidak terpenuhinya rukun tersebut secara sempurna menjadikan mandi besar yang dilakukan tidak sah dan orangnya masih dianggap berhadats sehingga dilarang melakukan aktivitas tertentu.
Syekh Salim bin Sumair Al-Hadlrami dalam kitabnya Safînatun Najâ menyebutkan ada 2 (dua) hal yang menjadi rukunnya mandi besar, yakni niat dan meratakan air ke seluruh tubuh. Dalam kitab tersebut beliau menuliskan:
فروض الغسل اثنان النية وتعميم البدن بالماء
Artinya: “Fardlu atau rukunnya mandi ada dua, yakni niat dan meratakan air ke seluruh tubuh.”
Apa yang disebutkan Syekh Salim di atas kemudian dijabarkan penjelasannya oleh Syekh Muhammad Nawawi Al-Jawi dalam kitabnya Kaasyifatus Sajaa sekaligus menerangkan tata cara melaksanakan kedua rukun tersebut.
Pertama, niat mandi besar mesti dilakukan berbarengan dengan saat pertama kali menyiramkan air ke anggota badan.
Anggota badan yang pertama kali di siram ini boleh yang manapun, baik bagian atas, bawah ataupun tengah. Bila pada saat pertama kali meyiramkan air ke salah satu anggota badan tidak dibarengi dengan niat, maka anggota badan tersebut harus disiram lagi mengingat siraman yang pertama tidak dianggap masuk pada aktifitas mandi besar tersebut.
Sebagai contoh, pada saat memulai mandi besar Anda pertama kali menyiram bagian muka namun tidak disertai dengan niat.
Setelah itu Anda menyiram bagian dada dengan disertai niat. Dalam hal ini muka yang telah basah dengan siraman pertama tersebut dianggap belum disiram karena penyiramannya dianggap tidak termasuk dalam aktifitas mandi besar sebab belum ada niatan. Oleh karenanya bagian muka mesti disiram kembali. Penyiraman kembali ini merupakan siraman yang masuk pada aktifitas mandi besar mengingat dilakukan setelah penyiraman di bagian dada yang dibarengi dengan niat.
Lalu apa yang mesti diniatkan dalam melakukan mandi besar? Dalam mandi besar bila yang melakukannya adalah orang yang junub (karena keluar sperma atau bersetubuh) maka ia berniat mandi untuk menghilangkan jenabat. Kalimatnya:
نَوَيْتُ الغُسْلَ لِرَفْعِ الجِنَابَةِ
Nawaitul ghusla li raf’il janâbati
“Saya berniat mandi untuk menghilangkan jenabat”
Sedangkan bagi bagi perempuan yang haid atau nifas ia berniat mandi untuk menghilangkan haid atau nifasnya. Kalimatnya:
نَوَيْتُ اْلغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَيْضِ atau لِرَفْعِ النِّفَاسِ
Nawaitul ghusla li raf’il haidli” atau “li raf’in nifâsi
“Saya berniat mandi untuk menghilangkan haidl” atau “untuk menghilangkan nifas”
Atau baik orang yang junub, haid maupun nifas bisa berniat dengan kalimat-kalimat sebagai berikut:
نَوَيْتُ اْلغُسْلَ لِرَفْعِ اْلحَدَثِ الْأَكْبَرِ
Nawaitul ghusla li raf’il hadatsil akbari
“Saya berniat mandi untuk menghilangkan hadats besar”
Kedua, meratakan air ke bagian luar seluruh anggota badan. Bila ada sedikit saja bagian tubuh yang belum terkena air maka mandi yang dilakukan belum dianggap sah dan orang tersebut dianggap masih dalam keadaan berhadats sehingga dilarang melakukan pekerjaan-pekerjaan yang tidak boleh dilakukan oleh orang yang berhadats besar seperti shalat, thawaf, membaca, menyentuh dan membawa Al-Qur’an dan lain sebagainya.
Tubuh Wajib Basah
Maka dari itu dalam melakukan mandi besar perlu kehati-hatian agar jangan sampai ada bagian dari tubuh yang tertinggal belum terkena air.
Lipatan-lipatan badan yang biasa ada pada orang yang gemuk, kulit yang berada di bawah kuku yang panjang dan membersihkan kotoran yang ada di dalamnya, bagian belakang telinga dan bagian depannya yang berlekuk-lekuk, selangkangan kedua paha, sela-sela antara dua pantat yang saling menempel, kulit dada yang berada di bawah payudara yang menggantung, dan juga kulit kepala yang berada di bawah rambut yang tebal adalah bagian-bagian tubuh yang mesti diperhatikan dengan baik ketika melakukan mandi besar agar jangan sampai tidak terkena air sedikitpun.Wallahu a’lam
Apa Doanya?
Lantas apa bacaan atau doa yang harus dibaca muslim atau muslimah yang berniat mandi junub?
“Tidak ada bacaan atau doa khusus yang diajarkan Rasulullah sebelum mandi janabah ini,” ujar Ustad Riza Rahman, saat menjawab pertanyaan seorang anggota jemaah Salat Magrib Masjid Al Jihad Banjarmasin.
Karena, menurutnya, rukun mandi janabah itu hanya dua, yaitu niat, kemudian yang kedua sebelum mandi membersihkan –maaf— kemaluan dan kedua tangan.
“Setelah itu berwudu seperti biasa, kemudian menyiramkan air dari rambut hingga ujung kaki," katanya.
"Itulah sebabnya seorang yang mandi janabah bila hendak salat tidak perlu lagi wudu,” ujar ulama ini. (Bangkapos.com/Edy YUSMANTO)
Artikel ini telah tayang di bangkapos.com dengan judul Niat, Doa dan Tata Cara Mandi Junub yang Benar Sesuai Tuntunan Agama, Wajib Basah!