BATAM TERKINI
Cukai Rokok & Mikol Dicabut, Pengusaha Hotel Batam Menjerit: Bukan FTZ Salah, Tapi Manusianya
Pengusaha hotel menyayangkan kebijakan pemerintah yang memutuskan untuk mencabut fasilitas cukai untuk rokok dan mikol di kawasan FTZ Batam.
Penulis: Dewi Haryati |
TRIBUNBATAM.id, BATAM - Para pengusaha hotel dan restoran menjerit.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Batam, Mansyur menyayangkan kebijakan yang diambil pemerintah, mencabut fasilitas cukai untuk rokok dan mikol di kawasan FTZ Batam.
Hal itu akan berdampak pada industri hiburan dan pariwisata di Batam. Harga kedua komoditas itu menjadi lebih tinggi dari semula.
Sebelumnya, Pemerintah Kota Batam juga menerapkan penyesuaian pajak hiburan di Batam, di tengah kondisi ekonomi Batam, yang dinilai sejumlah pengusaha belum membaik.
Sekarang, ditambah lagi dengan kebijakan pemerintah pusat mencabut fasilitas cukai untuk rokok dan mikol.
"Pasti ada imbasnya. Dampaknya memang tak signifikan. Tapi perlahan-lahan akan berdampak secara luas," kata Mansyur, Jumat (17/5/2019).
Ia juga menilai, langkah yang diambil pemerintah saat ini sebagai langkah mundur.
Mestinya sebelum mengambil kebijakan baru, pemerintah menganalisa kebijakan lama, mengapa Batam diberikan fasilitas bebas cukai.
"Kalaupun ada kesalahan dalam pelaksanaannya, kan bukan FTZ-nya yang salah, tapi manusianya. Dibenahi dulu Sumber Daya Manusianya. Jangan salahkan regulasi," ujarnya.
Lepas dari persoalan itu, Mansyur mengatakan, mereka akan ikut keputusan dari pemerintah.
"Sebagai pelaku kegiatan, kita apapun yang diputus pemerintah, tentu itu yang terbaik. Yang terbaik kita dukung. Cuma, apa ini memang kebijakan yang terbaik?," tanya Mansyur.
Kewenangan BP Batam Dipreteli
Salah satu kewenangan yang selama ini dipegang BP Batam, kian berkurang.
Pemerintah lewat Bea dan Cukai (BC) mencabut fasilitas cukai untuk rokok dan minuman beralkohol (mikol) di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Batam, yang berlaku sejak Jumat (17/5) kemarin.
Pencabutan fasilitas fiskal untuk rokok dan mikol itu berdasar atas rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah melakukan penelitian selama ini.
Selain itu juga adanya evaluasi terhadap peraturan pemerintah yang diperlakukan untuk FTZ Batam, Bintan dan Karimun.
Langkah dari pemerintah tersebut mengusik perhatian warga Batam terhadap keberadaan BP Batam.
Apalagi wacana kebijakan walikota ex-officio Kepala BP Batam masih hangat menjadi pembicaraan publik.
Pencabutan fasilitas itu bearti mengurangi salah satu di antara banyak kewenangan yang melekat di BP Batam.
Seperti diketahui Direktur Jenderal Bea Cukai melalui keputusan No.ND-466/BC/2019 tanggal 14 Mei 2019, menyatakan telah penghentikan pelayanan dokumen CK-FTZ.
Surat pemberitahuan ditembuskan kepada Sekretaris Menko Perekonomian dan Direktur Jenderal Bea Cukai-Kementerian Keuangan.
Kepala BP Batam, Edy Putra Irawady juga telah menindaklanjuti keputusan pemerintah tersebut dengan memberitahukan kepada setidaknya 46 direktur perusahaan rokok dan perusahaan terkait minuman beralkohol.
• Rokok & Mikol di Batam Kena Cukai, Tepat Seminggu Ada Perang Spanduk Wako Ex Officio Kepala BP Batam
• Biar Nggak Canggung Saat Jabat Ex-Officio, Edy Putra Tawari Rudi Sesekali Ngantor di BP Batam
• Soal Ex-Officio, Apindo: Batam Adalah Wilayah Khusus, Tak Salah Jika Walikotanya Juga Khusus
Meski demikian Edy Putra menegaskan, fasilitas Free Trade Zone (FTZ) di Batam akan tetap ada. Pencabutan fasilitas fiskal untuk rokok dan mikol bukan berarti menghapus status FTZ di Batam.
"BC hanya menindaklanjuti saran KPK soal pencabutan fasilitas cukai dan BP Batam mendetailkan. Selesai, itu saja," kata Edy, Jumat (17/5).
Sejak Februari lalu, lanjutnya, BP Batam dan pihak terkait sudah beberapa kali melakukan rapat koordinasi untuk menindaklanjuti rekomendasi KPK itu.
Keputusannya, per 17 Mei, mulai berlaku pencabutan fasilitas cukai rokok dan minuman beralkohol.
Beragam tanggapan dari kalangan pengusaha mengemuka. Ada yang menyayangkan, ada juga yang sepakat. Terkait hal itu, Edy mengatakan, kebijakan ini direspon positif sejumlah pengusaha.
Mereka yakin kebijakan mencabut fasilitas cukai untuk rokok, dapat mendukung industri dalam negeri dari produk selundupan dan produk domestik yang tidak patuh.
Ia berharap, lewat kebijakan ini dapat menciptakan persaingan atau kompetisi yang sehat. Selanjutnya juga diharapkan dapat dilakukan pengawasan yang konsisten, terpadu dan berkelanjutan "Yang jelas perusahaan rokok premium dan minuman keras, senang dengan kebijakan ini," ujarnya.
Apindo Sebut Bukan Saat Tepat
Lain lagi tanggapan dari kalangan pengusaha yang berkaitan langsung ke konsumen.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Batam, Rafki Rasyid mengatakan, status Batam, Kepri sebagai kawasan FTZ, bisa dipandang sementara pihak tidak ada pengaruhnya dengan penghapusan cukai oleh pemerintah pusat.
Pihak Bea Cukai pun dalam mencabut fasilitas bebas cukai di kawasan FTZ, masih mendasarkannya dengan Peraturan Pemerintah terkait FTZ yang berlaku.
Jadi kebijakan yang dikeluarkan masih dalam koridor FTZ.
Meski begitu, tetap saja Apindo menyayangkan kebijakan mencabut fasilitas cukai rokok dan minuman beralkohol di Batam tersebut. Ia menilai waktunya tidak tepat.
"Kita sayangkan mengapa harus sekarang fasilitas bebas cukai ini dicabut. Saat ini kondisi ekonomi Kepri sedang mengalami perlambatan selama dua tahun berturut turut. Ketika fasilitas bebas cukai ini dicabut, tentunya akan menurunkan aktivitas perdagangan kedua komoditas yang dikenai cukai. Yaitu rokok dan mikol," ujarnya, Jumat (17/5).
Rafki menilai, mestinya pemerintah menunggu kondisi ekonomi Kepri membaik dulu, baru kemudian meninjau kebijakan bebas cukai untuk rokok dan mikol. Jadi, tidak perlu terburu-buru.
"Kami imbau kebijakan ini ditunda dulu sampai kondisi ekonomi Batam membaik," kata Rafki.
Ia menambahkan, untuk alasan mengalirnya rokok dan mikol FTZ ke kawasan lain di Indonesia, menurutnya itu karena lemahnya pengawasan dari aparat terkait.
"Solusinya adalah dengan memperketat pengawasan. Bukan malah mencabut fasilitas bebas cukai dari kawasan FTZ," ujarnya.
Sementara itu di kalangan masyarakat, pencabutan fasilitas tersebut sempat menjadi buah bibir. Umumnya warga mengkhawatirkan bahwa harga rokok akan kian mahal di Batam.
“Kalau dikenakan cukai kemungkinan bisa tambah mahal. Hanya saja, selama ini harga rokok juga tak beda dengan di daerah lain,” ujar Rizky, warga Nagoya saat ditemui Tribun, kemarin.
Ia memang sedang asyik memperbincangkan kabar tentang penghapusan fasilitas bebas cukai itu.
Ia dan rekan-rekannya membandingkan dengan harga saat ini,-- yang ternyata tak beda dengan harga di daerah lain di luar FTZ.
Karena itu ia berharap kebijakan pemerintah itu tidak berdampak memberatkan masyarakat.
“Bagaimana dengan harga minuman beralkohol, saya tak tahu. Apakah nati kafe-kafe juga akan mengenakan harga lebih mahal lagi untuk itu, kita yang belum tahu juga,” kata Agus, rekannya yang saat itu ikut berdiskusi.
Ia justru memperkirakan, keberatan justru akan muncul dari pengusaha-pengusaha kafe yang menyediakan minuman beralkohol. (tribunbatam.id/dewi haryati/dipa nusantara)