Terungkap Penyebab Harun Rasyid Tewas Saat Kerusuhan 22 Mei, Luka Tembak di Lengan Tembus ke Dada

Penyebab kematian Harun Rasyid (15) terungkap seiring keluarnya hasil autopsi.

TRIBUNNEWS
IPW Ungkap Dalang Kerusuhan 22 Mei 2019, Sebut Ada 6 Orang 2 Purnawirawan Perwira Tinggi 

TRIBUNBATAM.id - Penyebab kematian Harun Rasyid (15) terungkap seiring keluarnya hasil autopsi.

Harun Rasyid (15) yang ditemukan tewas di Jembatan Slipi saat kerusuhan pada Rabu (22/5/2019).

Kepala Rumah Sakit Polri Kramat Jati Brigjen Pol dr Musyafak mengatakan, Harun tewas akibat luka tembak.

"Sudah, hasil autopsinya luka tembak. Luka tembak dari lengan kiri atas, ya dari lengan kiri menembus ke dada," kata Musyafak kepada Kompas.com, Kamis (30/5/2019).

Musyafak tidak bisa memastikan apakah peluru yang melukai tubuh Harun adalah peluru karet atau peluru tajam.

Menurut dia, hal itu merupakan wewenang Puslabfor Polri.

Ia menyebutkan, RS Polri masih menunggu permintaan hasil autopsi dari penyidik guna kepentingan investigasi penyebab kematian Harun.

"Kami bukan menyerahkan. Selama belum ada permintaan ya, kita kan enggak tahu, menunggu penyidik," ujar Musyafak. Sebelumnya, Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, Polri masih menginvestigasi penyebab kematian Harun Rasyid.

"Menunggu hasil tim investigasi bersama dulu karena harus ada autopsinya," kata Dedi saat dikonfirmasi Kompas.com, Rabu (29/5/2019). 

Kejanggalan luka tembak

 Kejanggalan luka tembak korban tewas dalam kerusuhan 22 Mei 2019 diungkap Kepala Pusat Kajian Keamanan Nasional (Kapuskamnas) Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (UBJ), Hermawan Sulistyo.

Dari kejanggalan luka tembak, Hermawan memastikan pelaku penembakan bukan polisi.

Hermawan mengatakan luka tembak yang dialami oleh empat korban tewas di Rumah Sakit Polri adalah single bullet atau satu peluru.

Hal itu disampaikan oleh Hermawan saat menjadi narasumber dalam program Kompas Petang yang diunggah di kanal YouTube Kompas TV Jumat (24/5/2019).

 

Sebelumnya ia menilai terdapat kejanggalan dari kedelapan korban yang tewas dalam kerusuhan 22 Mei.

"Delapan orang yang mati itu, sampai sekarang tidak ada data satu pun di semua rumah sakit yang dikirim mayatnya."

"Yang bawa mayatnya itu siapa? Nggak ada datanya," ujar Hermawan dilansir Tribunnews.com dari tayangan Kompas Petang.

 Istri Pilot Vincent Raditya Ikut Jadi Sorotan Karena Parasnya, Ini Potret Novita Condro

 Hakim Geram Saat Tante Hilda Vitria Jadi Saksi di Persidangan Kriss Hatta: Kita Harus Punya Sikap!

Kejanggalan kedua terkait korban penembakan yang tewas yakni adanya keseragaman lokasi luka tembak.

"Yang kedua, yang luka tembak, empat yang di Rumah Sakit Polri itu semua single bullet, ketembak dari samping kanan leher."

"Single bullet itu, satu peluru mengenai kepala," jelasnya.

Hermawan mengatakan bahwa luka tembak semacam itu tak mungkin terjadi jika pelaku penembakannya adalah polisi.

Sebab, kata dia, saat melakukan penembakan dalam kerusuhan polisi tentu melepaskan tembakan secara acak.

"Kalau (pelakunya) polisi, dia pasti banyak, biasanya lubangnya nggak hanya satu."

"Dan yang paling gampang nembak badan, ada lubang dua atau apa. di depan atau belakang," ujar Hermawan.

Mendapati jawaban tersebut, pembawa acara memastikan bahwa jawaban Hermawan tersebut berarti ia yakin bahwa pelaku penembakan tersebut bukanlah polisi.

"Jadi bisa dipastikan bukan polisi, maksud anda begitu?" tanya sang pembawa acara memastikan.

"Bukan polisi, iya," jawab Hermawan.

Selain itu, ia lantas menyinggung senjata yang biasa digunakan oleh perwira berjenis glock.

"Glock memang senjata polisi dengan jarak pendek, tapi kan enggak ada perwira yang di depan,"

Hermawan menjelaskan bahwa jika senjata api jenis glock digunakan dari jarak jauh maka bekas keluarnya peluru di tubuh korban tampak lebih besar.

Namun, jika ditembakkan dari jarak dekat maka bekas keluarnya peluru hampir sama saat peluru ditembakan.

"Nah siapa yang bisa nembak kepala siapa yang bisa nembak leher gitu, ini patut dipertanyakan," tandasnya.

Namun saat Hermawan ditanya oleh pembawa acara siapa di balik penembakan itu, dirinya enggan untuk menjawabnya.

Tak hanya dari sisi korban penembakan yang tewas, Hermawan juga mengungkapkan kejanggalan lain dalam kerusuhan 22 Mei.

Kejanggalan yang ditemukan Hermawan adalah mengenai perusuh yang notabene berasal berbagai daerah, namun dengan sigapnya membaca lokasi Jakarta.

"Pertanyaan awamnya kan gini, siapa yang bertanggung jawab, siapa dalangnya?" tanya pembawa acara.

"Orang yang pasti punya keahlian itu, yaitu contoh kalo orang dari daerah, mereka kan dari daerah, ada Jogja, Banten dari mana-mana, masuk jakarta itu gamang.

Kita orang jakarta aja ke kantor seringkali nyasar," analisis Hermawan.

Hermawan menilai, orang-orang tersebut telah mendapat pengarahan sehingga bisa melarikan diri dengan aman.

"Ini bagaimana begitu terjadi kerusuhan terus nyebar, masuk ke gang gang dengan cepat, dengan aman.

Itu artinya sudah ada yang ngarahin, sudah dilatih sebelumnya untuk menyelamatkan diri, masuk ke mana mana," jelasnya.

Dalam dialog bertajuk "Mengungkap Dalang Kerusuhan 22 Mei" itu, Hermawan juga menjelaskan soal narasi atau skema adanya penumpang gelap dalam aksi 22 Mei.

Menurut Hermawan, pola seperti ini telah ada di setiap kerusuhan yang sudah pernah terjadi sejak tahun 1974.

"Pola seperti ini dalam setiap kerusuhan mulai dari tahun 1974 sampai sekarang mirip mirip lah.

Ada trigger, satu peristiwa politik yang sebetulnya bisa murni peristiwa politik saja," kata Hermawan.

Hermawan lantas menjelaskan apa itu penumpang gelap yang menyebabkan aksi 22 Mei menjadi rusuh.

"Lalu ada penumpang, kalau yang lain bilang perusuh, penumpang gelap, apapun.

Itu istilah akademiknya fellow traveler atau free rider. Jadi menunggangi situasi, dan pada kasus ini disulut emosi sosialnya; solidaritas politik, solidaritas agama," jelas Hermawan.

Hermawan kemudian jelaskan mengenai kelompok yang menjadi penumpang gelap dalam aksi tersebut.

Dari situ lah analisis mengenai kejanggalan-kejanggalan ditemukan dan diungkap.

"Tapi, mereka (penumpang gelap) tidak punya skill untuk melakukan kerusuhan.

Yang terjadi kemarin, di Bawaslu orang demo dari siang, lantas daya tahan orang demo paling lama 12 jam, 8 hingga 10, 12 maksimal.

Jadi jam 12 mereka pulang, polisinya juga capek, pulang.

Kerusuhan start pertama 2.30 pagi, artinya darah segar, bukan orang-orang yang mendemo di situ," tukasnya.(*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hasil Autopsi Keluar, Harun Rasyid Tewas akibat Luka Tembak"

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved