Sultan Brunei Pastikan Tidak Akan Terapkan Hukuman Mati pada LGBT
Sultan Brunei Hassanal Bolkiah mengatakan, moratorium hukuman mati yang sudah berlaku untuk hukum pidana juga akan diperluas ke hukum syariah
TRIBUNBATAM.ID - Sultan Brunei Hassanal Bolkiah mengatakan, moratorium hukuman mati yang sudah berlaku untuk hukum pidana reguler Brunei juga akan diperluas ke hukum syariah baru.
Dalam pidatonya, Minggu (5/6/2019) malam, Sultan Hassanal Bolkiah yang sudah memimpin Brunei selama lima dekade ini mengungkapkan komentar pertamanya sejak pro dan kontra hukuman mati bagi LGBT di negara tersebut.
Beberapa waktu lalu, pemerintahan Brunei memutuskan melakukan moratorium terhadap hukuman mati terhadap LGBT setelah memicu kemarahan kelompok hak asasi manusia, PBB serta dunia internasional.
• Bus Trans Batam Tetap Beroperasi Selama Libur Lebaran, Catat Jam Operasionalnya
• Super Junior Umumkan Comeback, E.L.F Malah Ancam Boikot Album dan Aktifitas Promosi SuJu, Kenapa?
• BREAKING NEWS. Diduga Ada Sipir yang Mengamuk, Rutan Sigli Aceh Terbakar
Para selebritas yang dipimpin oleh aktor George Clooney menyerukan agar hotel-hotel milik Brunei diboikot.
Dalam pidato yang disiarkan televisi, Sultan mengatakan ada "banyak pertanyaan dan kesalahan persepsi" mengenai hukum syariah.
"Baik hukum umum maupun hukum syariah bertujuan untuk memastikan perdamaian dan harmoni negara," tegasnya.
Beberapa kejahatan di Brunei yang mayoritas penduduknya muslim, pembunuhan dan perdagangan narkoba sudah dapat dihukum mati dengan digantung di bawah hukum pidana biasa di samping hukum syariah.
"Tetapi tidak ada yang dieksekusi selama beberapa dekade," katanya seperti dilansir Kantor Berita AFP.
Hassanal mengatakan bahwa “kami telah melakukan moratorium de facto pada pelaksanaan hukuman mati untuk kasus-kasus berdasarkan hukum umum. Ini juga akan diterapkan pada kasus-kasus di bawah (hukum pidana syariah), yang memberikan ruang lingkup yang lebih luas untuk remisi."

Namun kelompok HAM mengatakan pengumuman itu tidak cukup.
"Ini benar-benar tidak mengubah apapun," Matthew Woolfe, pendiri kelompok hak asasi The Brunei Project.
• Kaum Homo Ketakutan, Mulai Hari Ini Brunei Darussalam Terapkan Hukuman Rajam LGBT Hingga Tewas
• Terus Disorot Soal Hukuman Rajam Bagi LGBT dan Zina, Sultan Kembalikan Gelar Kehormatan Oxford
"Pengumuman ini tidak melakukan apa-apa untuk mengatasi banyak masalah hak asasi manusia lainnya tentang (kode syariah)."
Hukuman maksimum untuk hubungan seks gay antara pria di bawah hukum syariah adalah hukuman mati dengan dilempari batu (rajam).
Tetapi pelaku juga dapat dijatuhi hukuman penjara yang panjang atau hukuman cambuk.
Wanita yang dihukum karena melakukan hubungan seksual dengan wanita lain menghadapi 40 pukulan cambuk atau hukuman penjara maksimum 10 tahun.
Mencambuk dan hukuman penjara, serta memotong anggota badan untuk pencurian, di bawah kode baru tidak terpengaruh oleh pengumuman sultan.
Tidak jelas seberapa jauh hukuman syariah lain akan ditegakkan.
Sultan juga bersumpah dalam pidatonya Brunei akan meratifikasi konvensi PBB menentang penyiksaan yang ditandatangani beberapa tahun lalu.
Phil Robertson, wakil direktur Asia untuk Human Rights Watch, mengatakan bahwa “seluruh undang-undang yang menyalahgunakan hak asasi manusia yang harus dihapuskan."
Stigma LGBT masih kuat
Sementara, kaum gay Brunei mengatakan, meskipun ancaman hukuman mati dihapuskan, namun undang-undang itu masih mendorong diskriminasi terhadap orang-orang LGBT.
"Masih akan ada kebencian terhadap orang-orang LGBT," kata Khairul, seorang lelaki gay di Brunei yang hanya memberikan satu nama, mengatakan kepada AFP.
“Undang-undang ini harus diubah. Selama ada, akan selalu ada stigmatisasi terhadap orang-orang LGBT dan non-Muslim di Brunei.”
Sultan Hassanal Bolkiah salah satu orang terkaya di dunia, yang telah naik takhta selama lebih dari lima dekade, mengumumkan rencana hukum pidana syariah pada 2013.
Bagian pertama diperkenalkan pada tahun 2014, termasuk hukuman yang tidak terlalu ketat, seperti denda atau hukuman penjara untuk pelanggaran, termasuk melewatkan sholat Jumat.
Sedangkan pengenalan hukuman yang lebih keras ditunda setelah kritik.