Gadis Cacat 10 Tahun Korban Bully di Online Akhirnya Meninggal, Curhatan Ibunya Buat Haru

Sophia Weaver (10), seorang bocah berusia 10 tahun di Carolina Utara, Amerika Serikat akhirnya meninggal.

Editor: Thom Limahekin
Kolase Grid.ID
Kisah Sophia Weaver, penderita sindrom Rett jadi korban Cyberbullying hingga meninggal 

TRIBUNBATAM.id - Sophia Weaver (10), seorang bocah berusia 10 tahun di Carolina Utara, Amerika Serikat akhirnya meninggal.

Sophia Weaver meninggal karena kasus cyberbullying.

Melansir dari The sun, seorang ibu asal Carolina Utara, Amerika Serikat mengungkapkan jika putrinya yang mengalami disabilitas dan secara tidak langsung menjadi korban cyberbullying telah meninggal dunia.

Sophia Weaver memiliki kelainan pada wajah, tangan dan kakinya serta diabetes tipe 1 dan sindrom Rett, suatu kondisi yang mempengaruhi kemampuan bicara dan koordinasinya.

Ibunya, Natalie Weaver dari Cornelius, Carolina Utara, menuliskan cuitan di Twitter, "#SweetSophia kami meninggalkan bumi ini tadi malam saat dia menghabiskan setiap hari dalam hidupnya, dikelilingi oleh cinta & pujaan.

"Begitu kita menarik diri dari rasa sakit yang menghancurkan hati ini, kita akan terus membantu orang lain dalam ingatannya."

Lagi Gara-Gara Petasan, Tiga Rumah di Penggilingan Jakarta Timur Terbakar Habis

Susi Pudjiastuti Akan Benahi Tata Kelola Pemerintahan yang Baik di KKP, Ini Terobosannya

Real Madrid Boyong Striker Baru Luka Jovic, Ini Komentar Nyinyir Buat Pelatih Zidane

Ruben Onsu Berikan Nama Putri Ke-2nya, Thania Putri Onsu, Ada Rasa Haru Saat Beri Nama Anaknya Itu

View image on Twitter
View image on Twitter
 

Bukan hanya karena putri tercintanya tak bisa bertahan untuk hidup, Natalie merasa hancur hatinya tentang postingan bersifat keji dari kampanye pro-eugenika yang menggunakan foto putrinya yang mengalami disabilitas.

Sebelumnya, pada Senin (20/5/2019), Natalie yang masih dipenuhi harapan menuliskan, "Saya benar-benar takut. Saya tahu gadis saya adalah pejuang dan dapat melewati ini."

Karena kondisi yang dialaminya, gadis kecil itu menjalani 22 operasi yang sangat melelahkan dalam hidupnya yang singkat, harus memiliki selang makanan dan kantong kolostomi, serta membutuhkan perawatan 24 jam.

Sophia mengalami kelainan pada wajah, tangan dan kakinya serta diabetes tipe 1 dan sindrom Rett, suatu kondisi yang mempengaruhi kemampuan bicara dan koordinasi.
Twitter
Sophia mengalami kelainan pada wajah, tangan dan kakinya serta diabetes tipe 1 dan sindrom Rett, suatu kondisi yang mempengaruhi kemampuan bicara dan koordinasi.

Tragisnya, penampilan Sophia yang berbeda telah membuatnya menjadi target untuk penyalahgunaan online yang tidak menyenangkan, dengan berbagai orang berkomentar bahwa dia akan lebih baik jika tidak ada di dunia.

Pro-eugenika percaya pada "perbaikan" fitur genetik manusia melalui pemuliaan selektif dan sterilisasi.

Natalie memutuskan untuk mengambil tindakan setelah seseorang mengiriminya tweet langsung yang berisi pesan pro-eugenika, dengan gambar Sophia sebagai ilustrasi.

Tulisan tanpa perasaan itu berbunyi, "Tidak apa-apa untuk berpikir bahwa setiap anak penting, tetapi banyak dari mereka tidak.

"Karena itu tes amnio harus menjadi tes wajib dan jika itu terbukti negatif dan wanita itu tidak ingin membatalkan maka semua tagihan yang timbul setelah itu adalah pada dirinya dan ayahnya."

Marah karena seseorang menggunakan gambar putrinya dengan cara ini, Natalie mengeluh kepada pihak Twitter dengan harapan foto itu akan dihapus dari situs.

Natalie berjuang melawan penyalagunaan media sosial
Twitter
Natalie berjuang melawan penyalagunaan media sosial

Namun terlepas dari dia melaporkan pesan dan mendorong pengikutnya untuk melakukan hal yang sama, Twitter mengklaim tweet itu tidak melanggar aturan atau peraturan mereka.

Natalie, seorang penasihat kesehatan untuk anak-anak dengan kebutuhan medis yang kompleks, membalas pada @TwitterSupport, "Baru saja menerima email bahwa Twitter tidak menganggap seseorang menggunakan gambar anak saya sebagai poster untuk ABORTUS dan untuk menghilangkan semua 'barang cacat' di rahim adalah pelanggaran.

"Kenapa? Karena mereka tidak akan menerima kebencian terhadap para penyandang cacat dalam peraturan/laporan mereka."

Akhirnya, setelah berjuang terus-menerus, Twitter meminta maaf kepadanya dan akun yang memposting pesan jahat itu ditangguhkan.

Dalam email tindak lanjut, juru bicara Twitter menulis, "Tujuan kami adalah menciptakan lingkungan yang aman bagi semua orang di Twitter untuk mengekspresikan diri secara bebas.

"Setelah meninjau laporan anda sebelumnya, sepertinya kami melewatkan pelanggaran.

"Kami menangguhkan akun yang anda laporkan karena terbukti berpartisipasi dalam perilaku kasar. Kami mohon maaf atas kesalahan ini."

View image on Twitter
View image on Twitter
 
 

Masih ingin berjuang agar tak ada orang disabilitas yang menjadi korban seperti anaknya lagi, Natalie melawan platform media sosial, terutama setelah menemukan bahwa alat pelaporannya tidak memiliki fitur pelaporan untuk memasukkan kebencian terhadap disabilitas sebagai alasan untuk meninjau tweet.

Dia mengatakan kepada CNN, "Twitter perlu menambahkan orang-orang penyandang cacat sebagai kategori dalam pelaporan pelanggaran mereka.

"Kalau tidak, orang tidak tahu kategori yang tepat untuk memilih kebencian terhadap orang-orang cacat."

Artikel ini telah tayang di Intisari online dengan judul, “Kisah Pilu Bocah Penderita Sindrom Langka yang Jadi Korban Cyberbullying Keji Hingga Akhir Hidupnya yang Singkat”

Sumber: Grid.ID
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved