Kelompok Pemerkosa dan Pembunuhan Gadis 8 Tahun Sadis di India Akhirnya Divonis Mati
Pengadilan India akhirnya menghukum enam pria yang melakukan pemerkosaan dan pembunuhan terhadap gadis berusia delapan tahun di Kathua, India
TRIBUNBATAM.ID, NEW DELHI - Pengadilan India akhirnya menghukum enam pria yang melakukan pemerkosaan dan pembunuhan terhadap seorang gadis Muslim berusia delapan tahun di Kathua.
Tiga pelaku utama yang juga tokoh di kawasan itu dihukum mati karena perbuatan mereka tergolong sadis dan menyulut ketegangan rasialis.
Kasus pemerkosaan dan pembunuhan pada Januari 2018 ini terlah memicu gelombang protes di negara itu karena memunculkan isu SARA.
• Usai Acara Golf Amal, Rombongan Wasit Liga Inggris Pesta Miras dengan Perempuan di Batam
• Kedekatan Luna Maya dengan Ibu Faisal Nasimuddin Tertangkap Kamera Saat Liburan di Bali
• Jutaan Warga Hong Kong Lawan UU Ekstradisi: Orang China Daratan Mungkin Diam, Tetapi Kami Tidak
Sebab, penculikan, pemerkosaan dan pembunuhan anak yang diotaki oleh seorang pensiunan pemerintahan itu bermotif penghilangan komunitas minoritas nomaden dari daerah itu.
Di antara mereka yang dituduh adalah seorang pendeta Hindu dan petugas polisi, yang menyulut ketegangan komunal antara umat Hindu dan Muslim di Kathia.

Dari fakta persidangan terungkap, gadis yang berkeliaran di hutan Kashmir itu diculik, dibius, DAN ditawan di sebuah kuil, lalu diserang secara seksual selama seminggu.
Gadis malang ini akhirnya dicekik dan dipukuli dengan batu sampai mati pada Januari 2018
Dalam dakwaan jaksa setelabl 15 halaman, kasus itu adalah bagian dari rencana untuk menghapus komunitas minoritas nomaden dari daerah itu.
"Ini adalah kemenangan kebenaran," kata pengacara penuntut M Farooqi kepada wartawan di luar pengadilan.
“Gadis itu dan keluarganya telah mendapat keadilan hari ini. Kami puas dengan pengadilan," katanya.
Jaksa menuntut hukuman mati terhadap tiga terdakwa, yakni pendeta Sanji Ram, Deepak Khajuria dan Parvesh Kumar atas tuduhan pemerkosaan dan pembunuhan.
Tiga orang lainnya, Surinder Kumar, Tilak Raj, dan Anand Dutta, dihukum karena kejahatan yang lebih kecil dari penghancuran bukti.
Dua di antara mereka adalah anggota polisi yang melakukan penyelidikan kasus itu, namun berusaha membela terdakwa dengan menghancurkan barang bukti.
Seorang pengacara yang memimpin tim hukum yang mewakili terdakwa, AK Sawhney, mengatakan kepada wartawan bahwa mereka berencana untuk mengajukan banding atas putusan tersebut.
Kasus ini mengejutkan India, yang memiliki reputasui sebagai negara yang paling tinggi kasus pemerkosaan di dunia.
Kasus perkosaan yang dilaporkan naik 60 persen dari 2012 menjadi 40.000 tahun 2016, menurut pemerintah.
Namun, lebih banyak kasus yang tidak dilaporkan, terutama di daerah pedesaan dan terkait masalah budaya lokal.
Pemerintah India sejak dua tahun lalu mengeluarkan UU dengan ancaman hukuman mati terhadap pelaku pemerkosaan gadis usia di bawah 12 tahun.
Proses hukum terhadap enam dari tujuh tersangka (satu dibebaskan) berlaqngsung sejak setahun lalu di Pathankot, sebuah kota sekitar 70 km dari desa Rasana di distrik Kathua, negara bagian Jammu dan Kashmir, tempat insiden itu terjadi,
Munculnya kecurigaan konspirasi dalam proses peradilan membuat Mahkamah Agung India memindahkan persidangan ke negara bagian tetangga, Punjab.
Hal itu karena keluarga gadis itu dan pengacara mengatakan mereka menghadapi ancaman pembunuhan.
Sanji Ram, pensiunan pejabat departemen keuangan diduga otak dari komplotan ini.
Menurut polisi, ia ingin mengusir komunitas Bakarwal nomaden dari desa asalnya Rasana dan menghasut keponakannya untuk menculik gadis itu.
Total ada delapan orang yang dituduh terlibat dalam kasus ini.
Anaknya bernama Vishal, dinyatakan tidak bersalah pada hari Senin, sementara tersangka kedelapan, seorang remaja, saat ini sedang menunggu persidangan.
Kasus ini menimbulkan ketegangan rasial karena pengacara lokal dan politisi Hindu, termasuk beberapa dari Partai Bharatiya Janata yang berkuasa, mengadakan protes terhadap polisi yang mengajukan tuntutan di pengadilan.
Saat polisi Jammu dan Kashmir telah bergerak untuk menangkap terdakwa, beberapa anggota parlemen BJP yang didukung oleh organisasi sayap kanan Hindu, Ekta Manch, melakukan protes.
Sebuah rekaman video pidato oleh dua menteri negara BJP menimbulkan kemarahan publik India dan memunculkan kontroversi besar antara Partai Demokrasi Rakyat Mehbooba Mufti dan pemerintah koalisi BJP.
PM India Narendra Modi kemudian menanggapi kemarahan publik yang meningkat, menyatakan bahwa insiden seperti itu tidak dapat menjadi bagian dari masyarakat yang beradab.
Mohdi juga berjanji bahwa pelakunya tidak lepas dari jerat hukum.
Dua menteri BJP di pemerintahan Mehbooba Mufti, yakni Menteri Perindustrian Chandra Prakash Ganga dan Menteri Kehutanan Lal Singh, dipaksa untuk mundur.
Lal Singh kemudian berpisah dari BJP dan membentuk partai sendiri.
Namun Mehbooba Mufti justru mendukung peradilan kasus tersebut.
“Sudah saatnya kita berhenti bermain politik karena ini adalah kejahatan keji. Seorang anak berusia 8 tahun dibius, diperkosa berulang kali & kemudian dipukul sampai mati. Semoga celah dalam sistem peradilan kami tidak dieksploitasi & penjahatnya mendapat hukuman teladan,” katanya seperti dilansir Hindustan Times.
Pemimpin BJP India dan mantan wakil menteri Kavinder Gupta menegaskan bahwa partai tidak ada hubungannya dengan kasus ini dan partai tidak pernah memberikan dukungan kepada terdakwa, seperti yang dilakukan pengurus BJP lokal.