PILPRES 2019
5 Fakta Jelang Sidang Lanjutan Gugatan Pilpres 2019, Data Baru BPN hingga Kejutan Saksi Tim Hukum 02
5 Fakta Jelang Sidang Lanjutan Gugatan Pilpres 2019, Data Baru BPN hingga Kejutan Saksi Tim Hukum 02
Hal tersebut, kata Tobas, pernah dilakukan kubu Prabowo saat kontestasi Pilpres 2014 menjelang pelaksanaan sidang di Mahkamah Konstitusi.
"Saya ingat 2014, dikatakan mereka akan ada 10 truk kontainer yang akan dibawa ke MK sebagai bukti, tapi hanya segitu (tidak pakai truk tetapi hanya box kontainer)," papar Tobas.
3. Alasan MK Terima Permohonan Tim Hukum 02

Hakim Konstitusi memperbolehkan tim hukum Prabowo-Sandiaga menggunakan perbaikan permohonan dalam persidangan sengketa pilpres 2019 di Gedung MK.
Padahal, dalam hukum acara yang diatur Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 1 Tahun 2019, perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) tidak mengenal perbaikan permohonan.
Hakim I Dewa Gede Palguna beralasan, hakim mengakomodasi perbaikan permohonan itu karena menganggap ada kekosongan hukum.
Palguna menggunakan acuan pada Pasal 86 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK.
Dalam pasal itu disebutkan, MK dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenangnya menurut Undang-Undang tersebut.
"Hukum acara yang berlaku di MK tidak bisa bergantung pada PMK sendiri."
"Pasal 86 disebutkan MK dapat mengatur lebih lanjut pelaksanaan."
"Dalam penjelasannya, pasal tersebut untuk mengisi kekosongan hukum acara," kata Palguna.
Terlebih lagi, menurut Palguna, hukum acara berubah setiap 5 tahun sekali.
Aturan MK mengatur, jika ada hal-hal yang belum diatur sepanjang untuk memeriksa perkara dan mengadili, maka dapat ditentukan lebih lanjut dalam rapat musyawarah hakim.
4. Tim Hukum 01 Sempat Keberatan

Pihak termohon yaitu KPU dan tim kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf keberatan dengan tim hukum Prabowo-Sandi yang membacakan perbaikan permohonan.
Padahal, menurut PMK, seharusnya yang digunakan dalam persidangan adalah permohonan pertama yang diserahkan pada 24 Mei 2019.
Bukan permohonan perbaikan yang disampaikan 10 Juni 2019.
Ketua penasehat hukum pihak Jokowi-Ma'ruf, Yusril Ihza Mahendra sempat menyatakan beda pendapat dengan hakim Palguna.
Yusril merasa tidak ada kekosongan hukum mengenai larangan perbaikan permohonan pada sengketa pilpres.