Harga Tiket Masih Tetap Mahal, Presiden Ingin Undang Maskapai Asing, Fadli Zon: Itu Keliru, Mengapa?

Hingga saat ini, permasalahan tersebut belum juga diselesaikan secara tuntas oleh pemerintahan Jokowi Wido dan Jusuf Kalla.

Editor: Thom Limahekin
KOMPAS.com/JESSI CARINA
Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon 

TRIBUNBATAM.id - Mahalnya harga tiket pesawat masih menyisahkan keresahan di tengah masyarakat.

Hingga saat ini, permasalahan tersebut belum juga diselesaikan secara tuntas oleh pemerintahan Jokowi Wido dan Jusuf Kalla.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon berpendapat pemerintah seharusnya mengkaji lebih dalam untuk mengetahui penyebab mahalnya harga tiket pesawat yang berujung terhadap anjloknya penumpang sejak Januari hingga April 2019.

Kajian tersebut penting agar pemerintah tidak mengeluarkan solusi yang berpotensi melanggar aturan seperti membuka pintu maskapai asing masuk ke Indonesia.

Klasemen MotoGP 2019 - Marc Marquez Kokoh di Puncak Disusul Dovizioso, Valentino Rossi Posisi 5

Dua Polisi Gadungan Ikat Wanita Pakai Jaket di Semak-semak, Perkosa Korban Didepan Kekasihnya

Mengharukan, Momen Pertemuan Korban Gempa Jogja Setelah Terpisah 13 Tahun

Ramalan Zodiak Cinta Besok Senin 17 Juni 2019 - Cancer & Aquarius Jaga Ego, Pisces Awas Salah Paham

"Benarkah anjloknya jumlah penumpang karena harga tiket mahal, atau karena ada faktor lain, seperti anjloknya daya beli, misalnya? Ini perlu ditelaah lebih dahulu, tak bisa disimpulkan sepihak begitu saja," kata Fadli Zon, Minggu (16/6/2019).

Menurut Fadli Zon harus dikaji apakah mahalnya tiket pesawat karena faktor duopoli atau justru karena faktor lainnya, seperti buruknya tata kelola industri penerbangan, termasuk buruknya pemerintah dalam menyusun regulasi.

 

Alasannya menurut Wakil Ketua Umum Gerindra itu, pemerintah seringkali melontarkan pernyataan sembarangan terkait kebijakan dalam industri penerbangan.

Kesimpulan-kesimpulan yang disampaikan kepada publik seringkali keliru.

Pertama, ketika harga tiket pesawat pertama kali melonjak pada akhir 2018 lalu, presiden mengkambinghitamkan harga avtur sebagai penyebab kenaikan harga tiket dan secara sepihak menyebut bahwa mahalnya harga avtur adalah karena monopoli Pertamina.

"Padahal, harga avtur waktu itu justru sedang dalam tren penurunan," katanya.

Fadli menjelaskan bahwa rata-rata harga avtur dunia yang pada Oktober 2018 berada pada level US$2,25 per galon, kemudian turun 13,52 persen menjadi US$1,95 pada November 2018, dan kembali turun menjadi US$1,71 pada Desember 2018.

Jadi, naiknya harga tiket pesawat di Indonesia justru terjadi pada periode ketika harga avtur turun.

Bahkan, maskapai-maskapai penerbangan yang tergabung dalam Indonesia National Air Carriers Association (INACA) pada Februari lalu mengakui bahwa kenaikan harga tiket memang tak berkaitan dengan avtur.

"Jadi, dari mana Presiden mendapatkan informasi bahwa kenaikan harga tiket akibat harga avtur?" katanya.

Dia menilai bahwa rendahnya harga tiket pesawat sebelum ini sebenarnya terjadi bukan karena efisiensi, melainkan karena praktik perang tarif yang dilakukan industri penerbangan.
Maskapai tak bisa melanjutkan perang tarif sejak kurs rupiah terus merosot terhadap dollar, yang membuat biaya operasional jadi melonjak.

Terbukti, kinerja keuangan semua maskapai domestik sejak 2017 lalu memang cenderung memburuk.

Garuda Indonesia, misalnya, hingga akhir kuartal III 2017 mencatatkan kerugian US$110,2 juta.

Selain Garuda, Air Asia Indonesia juga mengalami kinerja keuangan serupa.

Pada kuartal III 2018, Air Asia menderita kerugian Rp639,16 miliar atau membengkak 45 persen year on year (yoy).

Saat ini angkanya, menurut Kementerian Perhubungan, bahkan telah mencapai Rp1 triliun.

Tahun ini juga tak ada satupun maskapai yang mencatatkan keuntungan.

"Jadi, tertekannya maskapai penerbangan kita sebenarnya juga disumbang oleh kegagalan Pemerintah memperbaiki indikator-indikator ekonomi makro,"katanya.

Selain itu, meskipun pemerintah terus membangun Bandara, rute serta frekuensi penerbangan juga bertambah, ditambah maskapai menambah jumlah pesawat, penumpang dan barang yang diangkut relatif stagnan.

Jika dibandingkan dengan ketersediaan produksi, misalnya, maka sejak 2014 telah terjadi penurunan jumlah penumpang yang diangkut dari sebelumnya sebesar 82,33 persen (2014) menjadi tinggal 77,56 persen (2017).

Artinya menurut Fadli, selama ini pembangunan infrastruktur Bandara, pembukaan izin rute baru, serta pemberian izin penambahan armada tidak pernah memperhatikan jumlah penumpang dan kebutuhan riil masyarakat, sehingga terjadi ‘oversupply’ yang membuat industri penerbangan kita tak efisien.

"Jadi, kembali lagi pada isu Presiden yang ingin mengundang maskapai asing untuk menekan harga tiket, saya kira ide itu ‘misleading’," katanya.

Dia menyarankan kepada pemerintah untuk membuat diagnosa yang benar, atas masalah mahalnya tiket pesawat, agar solusi untuk mengobati industri penerbangan kita tepat.

"Isu penerbangan ini sebaiknya tidak dilihat hanya dengan kaca mata konsumerisme, yaitu bagaimana menyediakan tiket murah untuk konsumen, tapi juga harus memperhatikan aspek kedaulatan dan geostrategis pertahanan keamanan," ucap Fadli.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Fadli Zon Minta Pemerintah Kaji Dengan Benar Penyebab Mahalnya Harga Tiket Pesawat

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved