Saksi Prabowo Pakai Robot Pantau Situng KPU, Profesor TI: Mahasiswa Semester Satu Juga Bisa

Sebuah sindiran cukup nyelekit datang dari professor bidang teknologi informasi pertama di Indonesia yang tampaknya ditujukan bagi Hairul Anas, kepon

tangkapan layar youtube Mahkamah Konstitusi
Saksi ahli Marsudi Wahyu Kisworo yang diajukan KPU di Sidang Sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi. 

Hairul Anas pun kemudian membeberkan terkait robot tidak ikhlasnya di depan Mahkamah Konstitusi. 

Kesaksian Hairul Anas terkait dalil permohonan gugatan yang menyebutkan kekacauan situng KPU, pada sidang sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konsitusi, Jakarta Pusat, Kamis (20/6/2019).

Anas menegaskan, temuannya dari robot yang ia namai 'Robot Tidak Ikhlas' tersebut, berdasarkan Situng KPU dan bukan Daftar Pemilih Tetap.

"Robot saya, saya beri nama Robot Tidak Ikhlas. Ada robot yang sudah bikin nama Robot Ikhlas sebelumnya, sekira dua minggu sebelumnya, untuk meng-capture data," jelas Anas.

"Sekira 10 hari setelah pencoblosan, ada yang meng-crawling data KPU menggunakan program untuk mendownload data KPU yang dipublish, itu diambil sehari sekali," sambungnya.

Anas mengungkapkan alasannya membuat robot tersebut.

Yakni, karena teman-temannya dari Sahabat PADI ITB khawatir alat bukti yang diajukan kuasa hukum paslon 02, akan ditolak majelis hakim karena hanya bersifat teks.

"Sehingga kami punya inisiatif untuk merekam. Jadi bukan hanya angkanya, tapi juga halaman situsnya itu termasuk paychart, sampai ke halaman bawah," bebernya.

"Jadi saya membuat robot itu, sehingga saya punya back up. Hampir setiap menit kita punya halaman-halaman KPU yang kita gali sampai halaman TPS."

"Jadi kalau ada perubahan di satu TPS, pernah diubah, kita punya rekamannya," imbuh Anas.

Anas kemudian mengungkapkan sejumlah keganjilan temuannya yang pernah ia paparkan di Bawaslu, ketika bertindak sebagai saksi ahli.

"Dari robot itu saya menganalisa datanya, jadi cukup banyak keganjilan. Saya sudah pernah bersaksi di Bawaslu dan Bawaslu memutuskan untuk perbaikan situng," terangnya.

"Saya sebagai saksi ahli di situ, dan saya mengungkapkan situng memiliki banyak kekurangan," tambahnya.

Anas mengelompokkannya menjadi dua kategori temuan.

"Pertama yang tidak sesuai aspek matematis, misalnya jumlah suara sah 01 ditambah suara sah 02 tidak sama dengan suara sah misalnya. Banyaklah penjumlahan yang tidak sesuai," urai Anas.

Sedangkan kategori kedua adalah kesalahan logic atau terindikasi adanya human order (perintah manusia).

"Misalnya saya contohkan tadi jumlah pemilih 01 melebihi jumlah DPT. Contoh kedua misalnya TPS yang perolehannya untuk 01 dan 02 dalam bahasanya dinolkan karena pernah diisi," tuturnya.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved