Cerita Soeharto Terpukul Ditinggalkan 14 Menterinya Saat Susun Kabinet, yang Terjadi Kemudian Miris
Surat yang diterima pukul 20.00 WIB itu berisi penolakan 14 menteri bidang ekonomi, keuangan, dan industri (ekuin)
Kerusuhan bernuansa rasial pun meletus pada 13-15 Mei 1998, yang membuat Jakarta terasa lumpuh.
Aksi demonstrasi mahasiswa juga semakin besar hingga bergerak masuk dan menguasai kompleks parlemen pada 18 Mei 1998.
Kondisi ini menyebabkan Harmoko, yang beberapa bulan sebelumnya meminta Soeharto jadi presiden, kini malah meminta Soeharto mundur.
Soeharto merasa ditinggalkan. Apalagi, dia merasa menjadi presiden bukan atas keinginan pribadi. Ini tersirat dalam pidatonya usai bertemu sejumlah tokoh pada 19 Mei 1998.
"Sebelumnya saya sudah mengatakan, apakah benar rakyat Indonesia masih percaya kepada saya, karena saya sudah 77 tahun," tutur Soeharto, dikutip dari buku Detik-detik yang Menentukan (2006) yang ditulis BJ Habibie.
"Rasanya kalau saya meninggalkan begitu saja lantas bisa dikatakan ‘tinggal gelanggang colong playu’. Artinya meninggalkan keadaan yang sebenarnya saya harus bertanggung jawab," kata Soeharto.

Adik Soeharto, Probosutedjo, mengungkapkan bahwa Bapak Pembangunan itu terlihat gugup dan bimbang pada Rabu malam itu.
"Suasana bimbang ini baru sirna setelah Habibie menyatakan diri siap menerima jabatan Presiden," ujar Probosutedjo.
Jelang tengah malam, Soeharto memerintahkan ajudan untuk memanggil ahli hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra, Mensesneg Saadilah Mursjid, dan Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto.
Soeharto berbulat hati untuk mundur esok hari, 21 Mei 1998. Kekuasaan akan diserahkan kepada Wapres BJ Habibie.
Tidak banyak yang tahu, malam sebelum mengambil keputusan berat itu sempat ada pertentangan dari anak-anak Soeharto.
Putri sulung Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana mengungkapkan hal itu dalam tulisan berjudul 'Bapak Kami Melarang Dendam' yang diunggah di blog pribadinya (tututsoeharto.id), Senin (21/5/2018) .
Diceritakan Mbak Tutut, pada saat Soeharto memutuskan berhenti dari jabatan Presiden, dia memanggil anak-anaknya.
"Kami terus terang pada saat itu agak tidak rela kenapa bapak yang sudah bekerja seluruh hidupnya untuk bangsa dan negara ini diperlakukan demikian.
Kami memohon bapak untuk menunda dulu keputusan beliau," tulis Mbak Tutut.

Soeharto lalu bertanya alasan anak-anaknya menolak keputusannya.