PPDB 2019

PPDB 2019 Sistem Zonasi Tuai Polemik, Hotman Paris Ancam Gugat: Menteri Pendidikan Tak Berwenang

Sistem zonasi dalam penerimaan siswa baru mendapat kritik dari banyak pihak. Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea pun kini angkat bicara terkait keb

TRIBUNNEWS
PPDB 2019 Sistem Zonasi Tuai Polemik, Hotman Paris Ancam Gugat: Menteri Pendidikan Tak Berwenang 

PPDB 2019 Sistem Zonasi Tuai Polemik, Hotman Paris Ancam Gugat hingga Sebut Menteri Pendidikan Tak Berwenang

TRIBUNBATAM.id - Sistem zonasi dalam penerimaan siswa baru di seluruh Indonesia sebelumnya mendapat kritik dari banyak pihak. 

Banyak orangtua protes karena nilai anak mereka yang bagus jadi tak ada gunanya karena masuk atau tidaknya siswa ke sekolah baru ditentukan dari jarak rumah ke sekolah. 

Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea pun kini angkat bicara terkait kebijakan tersebut. 

Hotman Paris menilai menteri pendidikan salah mengambil kebijakan dalam PPDB 2019. 

PPDB 2019 memang terkesan penuh drama apabila melihat dari sederet pemberitaan. 

Misalnya di Pontianak, seorang siswa diberitakan nyaris bunuh diri akibat menganggap sistem zonasi tidak adil.

Jokowi Isyaratkan Calon 25 Menteri Kabinet Kerja Akan Diisi Anak Muda, Nama Sandiaga Uno Mencuat

Ustaz di Tangerang Tewas Dibacok Adik Iparnya, Pelaku Babak Belur Dikeroyok Massa

Kakak Beradik Sekandung Lakukan Pernikahan Sedarah Secara Diam-diam, Keluarga Tolak Restu Mempelai

Bahkan di PPDB online Kota Bekasi terjadi hal aneh dimana ada siswa yang diterima lantaran jaraknya ke sekolah hanya 0 kilometer. 

Sementara itu di Tangerang pihak pemerintah daerahnya terpaksa memperluas zonasi sekolah akibat protes dari orangtua murid. 

Bahkan KPAI juga menilai sistem zonasi tidak fair. 

KPAI membeberkan ada 9 poin tidak fairnya sistem zonasi

Sembilan permasalahan PPDB zonasi itu dan harus dibenahi, kata Retno adalah:

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, yang menyapaikan hal itu. 

Inilah daftarnya : 

1. Penyebaran sekolah negeri yang tidak merata di tiap kecamatan dan kelurahan, sementara banyak daerah yang pembagian zonasi pada awalnya, di dasarkan pada wilayah administrasi kecamatan.

2. Ada calon siswa yang tidak terakomodasi, karena tidak bisa mendaftar ke sekolah manapun.

Sementara ada sekolah yang kekurangan siswa, karena letaknya jauh dari pemukiman penduduk

3. Orangtua mengantre hingga menginap di sekolah, padahal kebijakan PPDB zonasi dan sistem online, memastikan bahwa siswa di zona terdekat dengan sekolah pasti diterima.

Jadi meski mendapatkan nomor antrian 1, namun jika domisili tempat tinggal jauh dari sekolah, maka peluangnya sangat kecil untuk diterima.

4. Minimnya sosialisasi sistem PPDB ke para calon peserta didik dan orangtuanya, sehingga menimbulkan kebingungan.

Sosialisasi seharusnya dilakukan secara terstruktur, sistematis dan massif.

5. Masalah kesiapan infrastruktur untuk pendaftaran secara online.

6. Transparansi kuota per zonasi yang sering menjadi pertanyaan masyarakat, termasuk kuota rombongan belajar dan daya tampung.

Permendikbud 51/2018 menentukan maksimal jumlah Rombel per kelas untuk SD 28, untuk SMP 32 dan untuk SMA/SMK 36 siswa.

7. Penentuan jarak atau ruang lingkup zonasi yang kurang melibatkan kelurahan, sehingga di PPDB tahun 2019 titik tolak zonasi dari Kelurahan.

8. Soal petunjuk teknis (juknis) yang kurang jelas dan kurang dipahami masyarakat, dan terkadang petugas penerima pendaftaran juga kurang paham.

9. Karena jumlah sekolah negeri yang tidak merata di setiap kecamatan maka beberapa pemerintah daerah membuat kebijakan menambah jumlah kelas dengan sistem 2 shift (pagi dan siang).

4 Kisah Pendaki Hilang di Gunung, Ditemukan Linglung hingga Tak Ditemukan Sampai Sekarang

Fakta & Mitos Gunung Piramid Bondowoso, Lokasi Thoriq Diperkirakan Hilang Hingga Hari Ini

Ulasan Hotman Paris Soal Kesalahan Menteri Pendidikan

Sementara itu, Hotman Paris menilai menteri salah mengambil kebijakan terkait sistem zonasi di PPDB 2019. 

Hotman mengatakan hal itu dalam akun instagramnya @hotmanparisofficial. 

"Saya sebagai ahli hukum menyatakan peraturan menteri pendidikan dan peraturan daerah tentang zonasi bertentangan dengan undang-undang," kata Hotman Paris.

"Karena di undang-undang pendidikan nasional disebutkan, setiap warga negara berhak memilih sekolah," ujar Hotman Paris.

"Masa gara-gara jaraknya satu meter anda tidak dapat sekolah," kata Hotman.

"Gugat ke Mahkamah Agung dengan judicial review," ujar Hotman Paris.

"Saya mengatakan peraturan menteri bertentangan dengan undang-undang. Menteri tidak berwenang membatasi hak orang untuk memilih sekolah," tutur Hotman. 

Hal ini akan dibahas lebih mendalam di acara Hotroom Metro TV pada Selasa (2/6/2019).

Datangi DPRD Digeruduk

Sikap orangtua murid juga aneh-aneh akibat sistem zonasi ini

Misalnya, puluhan orangtua calon murid yang mendaftar di SMA negeri melakukan protes dengan mendatangi Kantor DPRD Provinsi Kalbar.

Kedatangan masyarakat ini disambut langsung Wakil Ketua DPRD Kalbar Ermin Elviani dan Zulkarnain Sireger, Rabu (26/6-2019).

Satu diantara orangtua, Sahrul menyampaikan dirinya dari Kelurahan Sungai Jawi Luar, Jalan Apel, Gang Gandaria.

Mendaftar di SMA 3, SMA 1 dan SMA 2, ia menjelaskan bahwa jarak rumah dan SMA 2 sangat jauh tidak seperti jarak realitanya.

"Di gang saya ada tiga orang yang mendaftar, dua orang tidak diterima karena jaraknya menjadi 1,3 KM sedangkan satu orangnya diterima dengan jarak 500 meter," ucap Sahrul saat menjelaskan pada pihak dewan.

Masyarakat meminta keadilan, karena merasa tidak sesuai dengan jarak yang ada.

Kritik Sistem Zonasi

Gubernur Kalbar Sutarmidji sebelumnya mengkritisi sistem zonasi yang diterapkan pada Penerimaan Perserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMA tahun ajaran 2019.

Gubernur meminta Ombudsman selaku instansi yang mengawasi pelayanan publik untuk mengawasi dengan ketat setiap sekolah guna memastikan penerimaan berjalan dengan baik tanpa penyimpangan.

"Saya sudah minta Ombudsman melakukan pengawasan ketat, jangan ada pelanggaran-pelanggaran lagi dan saya juga berharap ke depan pak menteri tak perlu mengatur seperti ini. Biarkan daerah. Daerah lebih pandai mengatur penerimaan murid," ucap Sutarmidji saat diwawancarai, Senin (24/6).

Menurutnya, level menteri tak perlu mengurus penerimaan murid baru, cakup membuat kebijakan yang membuat pendidikan ini lebih maju kedepannya.

"Kalau menteri masih gak ngurus yang kayak gini, aduh ape ceritanye. Seharusnya cukup buat regulasi yang lain," tegas Midji.

Ia menegaskan, belum kelar masalah zonasi penerimaan murid. Saat ini sudah mau dibuat lagi aturan tentang zonasi penempatan guru.

"Die kire nyaman mindahan guru sana sini. Kalau di daerah Jawa mungkin enak, satu hari satu kabupaten bisa tawaf tujuh kali. Nah kalau di sini bagaimane? Itu semue merampot-merampot jak ye," tegasnya.
Memang untuk didaerah kota seperti Kota Pontianak, kata Midji, sistem zonasi guru sudah dilakukan dan tidak ada masalah.

"Kalau di Pontianak tidak ade masalah, mau pindahkan kemane jak bise. Misalnya orang yang tinggal di Kota Baru ngajar di Batulayang tak masalah. Bayangkan kalau di Kapuas Hulu, Sanggau, Kubu Raya. Die tinggal Rasau suruh ngajar Pasang Tikar, mau jadi ape," jelasnya.

Ia meminta ke depan masalah penerimaan murid dan penempatan guru diserahkan pada daerah. Ia mencontohkan, dulu Proses Penerimaan Peserta Didik tidak ada masalah dan tidak membuat pihak sekolah rumit.

"Katenye mau menghilangkan sekolah favorit. Itu bisa dilakukan asal semue dilengkapi dengan fasilitas. Gedung sama, fasilitas sama, kualitas guru sama, nah hilanglah sekolah favorit. Kalau anak-anak cerdas dan pintar, dia perlu penanganan khusus. Perlu ada unggulan itu," tegas Midji.

Ia pribadi akan tetap membuat sekolah favorit. Ia akan membangun SMK dan SMA unggulan disetiap kabupaten-kota.

"Terserah pak menteri mau atur ape, pokoknye kite atur daerah ini. Masak ngatur penerimaan murid saja ribut sedunia begitu," ucapnya.

Sebut Solusi

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy membantah adanya sistem zonasi dalam PPDB 2019 menimbulkan masalah.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy saat ditemui di UNJ, Jakarta Timur, Senin (24/6).
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy

Ia justru mengatakan sistem zonasi menjadi solusi persoalan dunia pendidikan.

"Zonasi itu untuk menyelesaikan masalah infrastruktur dan ketidakmerataan guru," ujar Muhadjir.

Muhadjir menambahkan, penerapan sistem zonasi membuat pemerintah lebih mengetahui persoalan sekolah di berbagai daerah secara lebih detail.

"Zonasi ini untuk memperkecil istilahnya itu men-close up masalah. Karena kalau petanya nasional itu buram. Tapi kalau kita pecah-pecah ke zona-zona itu jadi lebih tajam, lebih luas," terangnya.

Dalam pelaksanaannya, penerapan sistem zonasi tersebut telah mengundang masalah di sejumlah daerah.

Menanggapi itu, Mendikbud Muhadjir mengatakan ada daerah yang responsif untuk mengatasi permasalahan PPDB.

"Kenyataannya bahwa sebagian daerah tidak ada masalah, artinya berarti ada daerah yang cukup responsif tapi ada daerah yang mungkin persoalannya karena itu lebih kompleks maka solusinya juga tidak semudah dari daerah yang lain," jelasnya.

Kemudian, ia mengatakan berbagai persoalan sekolah di tiap zona akan ditindaklanjuti pemerintah.

Dengan sistem zonasi, menurutnya, akhirnya banyak diketahui daerah-daerah yang belum memiliki sekolah memadai atau tidak cukup menampung siswa dari zona tersebut.

"Setelah tahu masalah ini akan kita selesaikan per zona. Mulai dari ketidakmerataan peserta didik, kesenjangan guru, ketidakmerataan guru, jomplangnya sarpras antarsekolah," katanya.

Lebih lanjut, ia memastikan akan mengevaluasi penerapan sistem zonasi tahun 2019 ini. Selanjutnya, hasil evaluasi akan diberikan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Kalau di evaluasi memang setiap saat pasti itu. Apa yang kita lakukan sekarang ini kan evaluasi tahun sebelumnya apalagi Bapak Presiden juga sudah menganjurkan untuk segera di evaluasi nanti setelah ini pasti akan segera kita evaluasi dan Insya Allah saya akan segera laporkan ke Bapak Presiden," ujar Mendikbud.

Muhadjir Effendy mengatakan bahwa saat ini sudah tidak lagi pengkategorian sekolah favorit atau tidak favorit. Menurutnya era sekolah favorit kini sudah selesai.

"Karena itu saya mohon masyarakat mulai menyadari bahwa namanya era sekolah favorit itu sudah selesai," kata Muhadjir.

Muhadjir mengatakan bahwa kini tidak ada lagi sekolah yang isinya hanya anak-anak 'unggulan' yang memiliki nilai atau passing grade tertentu.

"Karena sekarang enggak ada sekolah yang isinya anak-anak tertentu, terutama yang mereka, yang dari proses passing grade, yang relatif homogen, enggaada sekarang. Sekolah favorit yang homogen sudah enggak ada lagi, sekarang relatif heterogen," katanya.

Muhadjir meminta masyarakat untuk menerima sistem kebijakan zonasi tersebut. Apalagi kebijakan sistem zonasi sudah diterbikan sejak Desember tahun lalu.

"Sehingga kita harapannya tak harusnya terjadi (kisruh), karena sosialisasinya, persiapannya sampai desiminasi peraturan itu, sampai peraturan yang lebih rendah, sampai aturan gubernur, peraturan bupati, walikota mestinya sudah harus selesai pas Maret," pungkasnya. (cc)

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Hotman Paris Hutapea Beberkan Kesalahan Menteri dalam PPDB 2019 Berbasis Zonasi, Harus Digugat

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved